Menuju konten utama

Mahfud Bicara Demokrasi: Apa yang Dilakukan Pemerintah Serba Salah

"Apa yang dilakukan pemerintah selalu dianggap salah oleh kelompok tertentu dan itu tidak apa-apa. Itu bagian dari demokrasi," kata Mahfud MD.

Mahfud Bicara Demokrasi: Apa yang Dilakukan Pemerintah Serba Salah
Menko Polhukam Mahfud MD di dampingi Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (kanan) memberikan keterangan saat diskusi terkait Rencana Undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) di hadapan Forum Komunikasi Umat Beragama di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (5/7/2020). ANTARA FOTO/Zabur Karuru/foc.

tirto.id - Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan dalam demokrasi, pemerintah serba salah dalam mengambil kebijakan.

Demokrasi, kata dia, bisa berakibat positif atau negatif. Sebab, demokrasi menimbulkan pertentangan antara masyarakat dengan masyarakat lainnya, maupun dengan pemerintah.

Namun, lanjut dia, demokrasi yang saat ini berkembang bagi pemerintah adalah "demokrasi serba salah".

"Kenapa? Karena setiap apa yang dilakukan pemerintah selalu dianggap salah oleh kelompok tertentu dan itu tidak apa-apa. Itu bagian dari demokrasi," ucapnya dalam diskusi daring bertajuk 'Ironi Ruang Publik: Demokrasi di Masa Pandemi', Jumat (4/9).

Menurut dia, ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan, kerap kali dikritik dan dianggap salah oleh publik. Demikian juga, ketika pemerintah berpindah haluan, disalahkan oleh publik yang lainnya. Bahkan kata dia, ada publik yang mengatakan secara kasa bahwa 'pemerintah bodoh'.

"Oleh sebab itu pemerintah harus tetap, yah, pada keputusan dan tugasnya untuk membawa atau memimpin pemerintahan di dalam negara ini. Agar negara ini selamat tetap dalam suasana demokrasi," tuturnya.

Menurutnya, situasi negara saat ini serupa dengan isi buku mengenai A.E Priyono, intelektual publik yang meninggal pada 12 April 2020, yang dieditori Usman Hamid. Setidaknya, ada tiga situasi atau penyebab munculnya dinamika politik di Indonesia sehingga seakan-akan mengalami kemunduran dalam demokrasi.

Pertama, menguatnya sentimen moralitas dalam dinamika pertarungan elite oligarki dan kaum konservatif. Kedua, mengungatnya kecenderungan negara berbau idiom, hipernasionalistis yang membenarkan pelanggaran kebebasan sipil

"Ketiga melemahnya pengorganisasian gerakan sipil atau gerakan sosial di Indonesia. Ini salah satu yang dikutip. Nah, saya melihat, ya, itulah demokrasi kita dalam perkembangannya sekarang ini," jelas dia.

Sebagai orang yang bergerak di bidang hukum, Mahfud menilai sebaiknya sistem demokrasi harus diimbangi dengan nomokrasi. Demokrasi berbicara kedaulatan rakyat, sementara nomokrasi kedaulatan hukum; jadi berjalan beriringan.

"Karena demokrasi tanpa hukum akibatnya dua; chaos dan sewenang-wenang. Sebaliknya, hukum tanpa demokrasi, adalah hukum yang dibuat-dibuat secara sepihak oleh penguasa, yaitu elitis, konservatif, dan sebagainya," terangnya.

Baca juga artikel terkait MENKOPOLHUKAM MAHFUD MD atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Zakki Amali