Menuju konten utama
Dampak Pandemi Corona

Mahasiswa Gigit Jari, Bantuan UKT SPP Setengah Hati

Skema bantuan UKT/SPP mahasiswa dari Kemdikbud dianggap masih tak menjawab masalah mahasiswa dalam kondisi pandemi COVID-19.

Mahasiswa Gigit Jari, Bantuan UKT SPP Setengah Hati
Peserta mengikuti ujian Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin (Unhas) dari Manado, Sulawesi Utara, Kamis (11/6/2020). ANTARA FOTO/Adwit B Pramono/nz.

tirto.id - Pandemi COVID-19 yang menyerang Indonesia membuat hidup mahasiswa sulit, terutama ketika Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menerapkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Mereka tergopoh-gopoh mengikuti PJJ tanpa bantuan pulsa-kuota baik dari pemerintah maupun kampus. Uang mereka, yang tak bisa dibilang banyak, tersedot ke sana, padahal kebutuhan lain pun harus terpenuhi.

Kegelisahan mahasiswa berlanjut hingga Juni 2020. Puncaknya, ramai tanda pagar #MendikbudDicariMahasiswa di Twitter pada 2 Juni 2020, bersamaan dengan tagar #NadiemManaMahasiswaMerana. Persoalan yang dibicarakan di balik tagar itu masih sama, yaitu para mahasiswa keberatan menjalani PJJ tanpa bantuan pemerintah dan keringanan biaya perkuliahan.

Di sisi lain juga mereka masih diharuskan membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) agar dapat mengikuti perkuliahan semester depan. Semua ini terjadi ketika pandemi mulai merembet ke sektor ekonomi. Kemampuan finansial orang tua mahasiswa goyang.

Mendikbud Nadiem Makarim bukannya diam saja. Ia merespons dengan menerbitkan skema dukungan bagi mahasiswa baik negeri (PTN) maupun swasta (PTS) terdampak pandemi. Skema tersebut diatur dalam Permendikbud 25/2020.

“Mahasiswa yang menghadapi kendala finansial selama pandemi COVID-19 dapat mengajukan keringanan UKT kepada perguruan tinggi. Kemdikbud mengapresiasi kesepakatan Majelis Rektor PTN yang telah bergerak bersama, bergotong royong meringankan beban adik-adik mahasiswa,” ujarnya dalam keterangan resmi, 2 Juli 2020.

Nadiem menyarankan setiap pimpinan PTN meringankan UKT atau memberlakukan UKT baru.

Keringanan dapat diajukan oleh mahasiswa yang orangtua/penanggung biaya kuliahnya dapat dibuktikan mengalami kendala finansial terdampak pandemi. Kedua, tidak sedang dibiayai oleh Program Bidikmisi atau program beasiswa lain yang membiayai UKT/SPP baik secara penuh atau sebagian. Ketiga, mahasiswa yang sedang menjalani perkuliahan di semester 3, 5 dan 7.

“Mahasiswa ini akan memperoleh bantuan UKT atau SPP sebesar Rp2,4 juta selama satu semester pada semester gasal tahun 2020 ini,” ujar Sekretaris Jenderal Kemdikbud Ainun Na'im.

Mahasiswa juga diperbolehkan tidak membayar UKT jika sedang ambil cuti atau tidak mengambil SKS karena sedang menunggu kelulusan. Kemudian, mahasiswa di masa akhir kuliah dapat membayar paling tinggi 50 persen UKT jika mengambil ≤6 SKS. Ini berlaku bagi mahasiswa program sarjana dan sarjana terapan (S-1, D-4) semester 9 dan mahasiswa program diploma tiga (D-3) semester 7.

Na'im menambahkan, Kemdikbud akan memberikan bantuan kepada 410 ribu mahasiswa semester 3, 5, dan 7, lewat Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah. Proporsi bantuannya, 60 persen ke PTS dan 40 persen ke PTN.

Ainun juga menjamin program KIP Kuliah akan tetap diberikan untuk 200 mahasiswa baru tahun 2020. Selain itu juga jaminan soal beasiswa Bidikmisi dan pengalokasian anggaran untuk Afirmasi Pendidikan Tinggi untuk Papua dan Papua Barat.

Menurut Koordinator Pusat Badan Eksekusif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Remy Hastian, seluruh kebijakan Kemdikbud terlalu biasa. Ia menegaskan kebiakan-kebijakan seperti itu juga ada di situasi normal (sebelum pandemi).

“Kalau bicara penurunan UKT dan mekanisme, kami juga rasakan saat masa normal. Mahasiswa diperbolehkan melakukan penyanggahan UKT di saat perekonomian keluarga sedang bermasalah,” ujarnya kepada reporter Tirto, Kamis (9/7/2020).

BEM SI menuntut Kemdikbud membuat kebijakan yang lebih konkret, misalnya relaksasi biaya kuliah bagi seluruh mahasiswa. Ia juga berharap pemerintah pusat lebih serius agar para mahasiswa dapat berkuliah dengan tenang.

“Jangan sampai mahasiswa malah sibuk cari permasalahan ketika harusnya fokus ke akademik,” ujarnya.

Nihil Perspektif Pandemi COVID-19

Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan skema bantuan melalui Permendikbud 25/2020 nihil perspektif kegawatdaruratan. “Permendikbud tersebut tidak merumuskan tentang kondisi khusus akibat COVID-19,” ujarnya kepada reporter Tirto, Kamis (9/7/2020).

Kondisi khusus yang dimaksud salah satunya adalah pertimbangan kondisi orangtua mahasiswa yang terkena PHK akibat pandemi atau usaha informalnya bangkrut.

“Sama sekali tidak dipertimbangkan dan jadi perhatian negara. Sedangkan BUMN dapat bantuan ratusan triliunan. Dunia pendidikan dapat bantuan berapa?” ujarnya.

Isnur juga menyebut KIP Kuliah, yang merupakan salah satu solusi yang ditawarkan pemerintah, sebenarnya sangat terbatas pada kelompok mahasiswa yang sudah terdaftar saja. Bantuan ini juga terkesan mengesampingkan mahasiswa PTS.

Penilaian juga datang dari Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji. Menurutnya skema bantuan ini sangat tanggung. Ia berpendapat semestinya UKT tak hanya dikurangi, tetapi digratiskan.

Ia juga menyayangkan pemakaian dana abadi dan akumulasi dana abadi pendidikan oleh pemerintah pusat untuk penanganan COVID-19 yang pemanfaatannya tidak secara langsung didistribusikan ke sektor pendidikan itu sendiri.

“Jika pendidikan dibiarkan dan tidak dianggap prioritas, maka ancaman mutu yang kian memburuk ada di depan mata kita,” ujarnya kepada reporter Tirto, Kamis.

Baca juga artikel terkait UANG KULIAH TUNGGAL atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri