Menuju konten utama

Mahasiswa Ciptakan Alat Pencegahan Asma Berbasis Android

Mahasiswa Fakultas Teknik dan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (UB) Malang membuat terobosan baru berupa tas cerdas pendeteksi kondisi lingkungan sebagai pencegahan bagi penderita asma. Pengembangan produk tersebut menghabiskan dana sebesar Rp1,5 juta.

Mahasiswa Ciptakan Alat Pencegahan Asma Berbasis Android
(ilustrasi) seseorang terserang penyakit asma.Foto/Shutterstock

tirto.id - Mahasiswa Fakultas Teknik dan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (UB) Malang, membuat terobosan baru berupa tas cerdas berbasis sistem operasi Android yang mampu mendeteksi kondisi lingkungan sebagai bagian dari langkah pencegahan bagi penderita asma.

Alat yang dinamakan “SANBAV” (Smart Android Bag for Asthma Prevention) ini telah menghabiskan dana riset sebesar Rp1,5 juta dan aplikasi untuk tas ini kelak bisa didapatkan di PlayStore.

Pembuatan alat ini berdasarkan hasil penelitian tim yang menemukan penyebab utama asma adalah lingkungan yang tidak dapat dideteksi secara langsung. Tim SANBAV kemudian membuat alat yang terinspirasi dari permasalahan penyakit asma yang telah mengganggu aktivitas generasi muda usia produktif.

"Makanya kami mencari solusi dengan mendeteksi kondisi lingkungan melalui alat yang dibentuk menjadi sebuah tas agar mudah dipakai dan tidak menggangu pengguna," papar Ketua tim pencipta SANBAV Muhammad Nur Azis di Malang, Jawa Timur, Kamis (9/6/2016).

Sebagai catatan, selain Muhammad Nur Azis (Teknik Mesin), tim ini terdiri dari Mohammad Efendi Sofyan (Teknik Mesin), Shofia Medina Samara (Pendidikan Dokter), Aisyah Nurul Amalia (Pendidikan Dokter), dan Nardo Golan (Teknik Elektro).

Anggota tim Shofia menjelaskan, terdapat empat parameter utama lingkungan yang dapat menyebabkan asma kambuh, antara lain suhu, kelembapan, partikel debu, dan partikel gas.

"Kebanyakan pencetus asma adalah suhu yang lebih dingin sekitar 20 derajat celcius, khususnya daerah Malang. Selain itu, semakin tinggi kelembapan akan lebih mudah memunculkan kekambuhan asma, yakni sekitar 60-70 persen kelembapannya," beber Shofia.

Menurut Shofia, asma lebih banyak disebabkan oleh gas CO2 dan debu berukuran kurang dari 5 mikron yang mencemari lingkungan.

"Jadi sesungguhnya dari pencetus asma sampai asma kambuh ada beberapa rentang waktu. Di jarak waktu itu pengidap bisa berpindah dari lingkungan berbahaya atau menggunakan alat prevensi seperti masker dan inhaler," urai Shofia.

Tim membeberkan tas cerdas SANBAV menggunakan sebuah aplikasi Android yang terkoneksi dengan tas melalui bluetooth. Ketika SANBAV diaktifkan, aplikasi yang terdapat pada Android menampilkan parameter-parameter pencetus asma dengan nilai tertentu.

Ketika angka yang ditampilkan pada aplikasi keluar dari parameter normal, akan muncul sinyal bahaya dan muncul instruksi kepada pengguna. Misalnya, pengguna dianjurkan untuk menghindari lokasi ketika temperatur terlalu rendah ataupun memakai masker ketika lingkungan terkontaminasi partikel debu.

Tas SANBAV bisa dikalibrasi sesuai kebutuhan pengguna karena setiap pengidap asma memiliki riwayat yang berbeda satu sama lain. Sementara itu, standar parameter SANBAV diatur memakai data rata-rata yang paling valid.

"Jadi bisa memasukkan secara manual data parameter pencetus asma masing-masing individu yang disesuaikan dengan kondisi aktual pengguna. Jadi alat kita tidak kaku, bisa dikalibrasi menyesuaikan dengan kondisi pengguna masing-masing," urai Shofia.

Anggota tim yang lain, Nardo, yang berperan sebagai pembuat aplikasi, menyatakan bahwa penyebab asma ada yang dapat diprediksi dan ada yang tidak bisa diprediksi. Semua itu, lanjutnya, telah dijelaskan dalam guide book aplikasi SANBAV. Di dalamnya juga terdapat literatur lengkap berdasarkan referensi kedokteran yang terbaru dan teraktual.

Proses pembuatan SANBAV dibimbing oleh Prof. Dr. Rudy Soenoko dibantu dokter spesialis paru, dr. Ungky Agus S dan dr. Susanti Djajalaksana.

"Ke depan rencananya dipasang alarm, voice, dan LCD dengan harapan ketika tas tidak terkoneksi dengan android masih bisa berfungsi sebagai peringatan agar pengguna tidak terbatas untuk orang normal, tetapi orang dengan cacat fisik masih bisa memakai," kata anggota tim lainnya, Sofyan.

Tas direncanakan akan dikomersialkan dengan harga yang lebih murah dari biaya riset.

Baca juga artikel terkait TEKNOLOGI

tirto.id - Teknologi
Sumber: Antara
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara