Menuju konten utama

Mahasiswa Al-Azhar Dianiaya. Keluarga Bertekad Mencari Keadilan

Faisal Amir terbaring lemas. Batok kepalanya dicopot karena otaknya membesar. Semua karena kekerasan, yang, menurut sang ibu, oleh aparat.

Mahasiswa Al-Azhar Dianiaya. Keluarga Bertekad Mencari Keadilan
Kerabat mahasiswa Universitas Al Azhar, Faisal Amir, mendatangi Komnas HAM untuk mengadu, Jumat (27/9/2019). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/foc.

tirto.id - Faisal Amir (21) masih dirawat intensif di Rumah Sakit Pelni, Jakarta Barat. Sang ibu, Siti Asma Ratu Agung—yang namanya sempat ramai dibicarakan pada 2017 lalu—mengatakan kepada reporter Tirto, Rabu (2/10/2019) kemarin, kalau anaknya “hanya bisa dihubungi lewat telepon.”

Faisal adalah demonstran #ReformasiDikorupsi. Ia adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia semester 7. Hari itu dia bertindak sebagai koordinator rombongan. Tugasnya memastikan keselamatan mahasiswa Al-Azhar yang terlibat demonstrasi.

Selasa (24/9/2019) lalu, pukul 16.22, untuk kali pertama polisi memuntahkan meriam air dan gas air mata ke arah mahasiswa dan elemen masyarakat lain di depan gerbang utama Gedung DPR RI. Setelah itu meriam air dan gas air mata terus-menerus dikeluarkan agar para demonstran semakin menjauh dari titik aksi.

Pukul 17.40, beberapa demonstran berteriak: “ada yang jatuh! ada yang jatuh!”.

Iman Setiawan melihat mahasiswa yang tersungkur di jalan itu Faisal, mengenakan pakaian dinas harian BEM Al-Azhar. Ia tengah duduk bersandarkan tumpukan kardus.

Iman mengaku saat itu “Faisal sudah tidak sadar,” juga “sudah berdarah di kepala belakang kanan.”

Iman tidak kenal Faisal tapi dia punya kawan yang kuliah di Al-Azhar. Faisal dilarikan ke rumah sakit pukul 18.00 dengan mobil bak saat teman satu kampusnya datang setelah dikontak Iman.

Seorang dokter menjelaskan kepada Rahmat, kakak Faisal yang datang ke RS Pelni sekitar pukul 19.30, kalau adiknya “luka retak dari jidat kiri sampai kepala belakang bagian kanan.” “Kata dokter dia pendarahan otak.”

Tulang bahunya juga patah, Dada dan tangan kanan memar.

Faisal dioperasi sekitar pukul 21 sampai pukul dua dini hari. Operasi ini untuk membersihkan darah di dalam kepala Faisal. Operasi kedua dilakukan untuk memperbaiki tulang bahunya yang patah.

Setelah siuman, Faisal, seperti dikatakan sang ibu, mengatakan kalau dia “dipukul aparat” meski lupa detail kejadiannya seperti apa. Dokter mengatakan kepala Faisal kena hantaman benda tumpul.

Dia tidak bisa langsung keluar rumah sakit karena ternyata luka yang dialaminya begitu parah. “Dia akan operasi lagi,” kata Siti Asma. “Tempurung kepalanya belum dipasang karena volume otak Faisal bengkak. Pembuluh darah otak pecah, sehingga pendarahan.”

Saat ini ingatan Faisal belum pulih total meski kini dia sudah bisa bicara dan bangkit sedikit dari posisi tidurnya.

Tempurung kepala Faisal disimpan di lemak perut. “3-6 bulan, tempurung bisa dipasang lagi,” katanya. Faisal baru bisa pulang ke rumah setelah tempurung dipasang dan kondisinya stabil.

Organ vital lain dalam kondisi bagus, kata Siti Asma.

Tujuh dokter sekaligus yang merawat Faisal. Mereka spesialis di bidang bedah, saraf, paru, ortopedi, gizi, rehab medis, dan psikolog. “Setiap hari selalu kontrol,” aku Siti Asma.

Siti Asma bilang seluruh pengobatan Faisal dibayar “Pemprov DKI Jakarta.”

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memang sempat menjenguk Faisal. Saat itu Faisal berpesan agar pemerintah pusat “berhati-hati”. Anies mengaku tidak tahu persis apa maksudnya, tapi dia akan tetap menyampaikannya.

Dalam kesempatan itu Anies juga mengatakan akan mengajak Faisal magang saat sembuh nanti.

"Dia bidangnya hukum, di Jakarta itu banyak sekali tantangan terkait hukum yang bisa dia [lakukan]. Bisa magang, bisa bantu," kata bekas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.

Berencana Lapor

Kuasa hukum Faisal dan keluarga, Sumadi Atmadja, mengatakan dia dan tim berencana melaporkan kasus ini ke polisi, besok (4/9/2019). Dia akan meminta Bareskrim mencari tahu siapa pelaku penganiayaan, yang barangkali anggota mereka sendiri.

"Kami akan melaporkan soal pengeroyokan, penganiayaan, bahkan upaya pembunuhan," kata Sumadi kepada reporter Tirto, Rabu (2/10/2019). “Kami sekarang siapkan data-data.”

Menurutnya polisi tidak belajar dari pengalaman kerusuhan Mei 2019. Buktinya sampai sekarang mereka masih “beringas” menangani massa, padahal seharusnya mereka “melindungi dan mengayomi.”

Ia juga mendesak Komnas HAM “membentuk tim independen”, bukan hanya untuk Faisal, tapi juga korban kekerasan lain.

Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan “silakan saja” jika kuasa hukum Faisal berniat lapor.

Bila terbukti polisi yang menganiaya, jenderal bintang satu itu menegaskan hukum akan ditegakkan. "Ya, sudah ada mekanisme," kata Dedi kepada reporter Tirto, Rabu (2/10/2019).

Baca juga artikel terkait APARAT REPRESIF atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino