Menuju konten utama

MA Tetap Hukum Meliana Pengkritik Volume Toa Azan 18 Bulan Penjara

Meliana, terdakwa pengkritik volume pengeras suara azan tetap dijatuhi hukuman 18 bulan penjara meski MA menolak upaya hukum kasasi.

Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Meliana saat mengikuti persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi di Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, Selasa (24/7/2018) lalu. ANTARA FOTO/Septianda Perdana

tirto.id - Mahkamah Agung (MA) menolak upaya hukum kasasi yang diajukan terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Meliana. Dengan demikian Meliana yang diperkarakan karena mengkritik volume toa atau pengeras suara azan tetap dijatuhi hukuman 18 bulan penjara.

"Amar putusan, tolak," demikian tertulis di laman kepaniteraan Mahakamah Agung saat diakses Tirto pada Senin (8/4/2019).

Berdasarkan laman tersebut, perkara itu diregistrasi dengan nomor perkara 322 K/PID/2019. Putusan dikeluarkan pada Rabu (27/3/2019).

Adapun hakim agung yang menangani kasus ini antara lain Hakim Agung Desnayeti, Hakim Agung Gazalba Saleh, dan Hakim Agung Sofyan Sitompul.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Tanjung Balai memvonis Meliana, perempuan keturunan Tionghoa, dengan hukuman penjara selama 18 bulan pada Selasa (28/8/2018).

Meliana dianggap telah melanggar pasal penistaan agama setelah pada tahun 2016 lalu ia mengeluhkan bisingnya suara azan yang berasal dari pengeras suara masjid di sekitar rumahnya.

Putusan ini kemudian diperkuat dengan putusan di tingkat banding. Pengadilan Tinggi Sumatera Utara.

Kasus yang terjadi di Tanjung Balai, Sumatera Utara pada medio 2016 itu berawal dari keluhan Meiliana terhadap suara azan yang berasal dari pelantang masjid. Ia menganggap suar itu terlalu bising.

Kejadian yang semula hanya kasak-kusuk di lingkungan warga di sebuah kota kecil di Sumatera Utara itu kemudian menyebar luas. Bahkan kejadian ini disebarkan melalui perangkat gawai sehingga menghasilkan sentimen SARA hingga ke luar kota Tanjung Balai.

Akibatnya pun tak tanggung-tanggung, massa mengamuk dan membakar tiga wihara, delapan kelenteng dan satu balai pengobatan di Tanjungbalai, Sumatera Utara. Tak hanya itu, bahkan tiga mobil, dua motor dan satu becak juga dibakar oleh massa yang mengamuk tanpa tahu duduk perkaranya.

Delapan orang dicokok polisi akibat kejadian ini. Mereka ialah Abdul Rizal Alias Aseng (26 Tahun), Restu Alias Panjang (23 tahun), M. Hidayat Lubis Alias Dayat (19 tahun), Muhammad Ilham Alias Ilham (21 Tahun), Heri Kuswari (28 Tahun), Zainul Fahri Alias Zainul (18 Tahun), M. Azmadi Syuri Alias Madi (23 Tahun), dan Zakaria Siregar Alias Bang Zack (21 tahun).

Baca juga artikel terkait KASUS PENODAAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno