Tempat & Tanggal Lahir
Pontianak, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia, 12 Mei 1913
Karir
- Sultan Kesultanan Pontianak (1945 - 1978)
- Letnan Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL) (1938 - 1945)
- Ketua Bijeenkomst Federaal Overleg (BFO) (1949 - 1950)
- Menteri Negara Pemerintah Republik Indonesia (1949 - 1950)
Pendidikan
- Sekolah Menengah di Hogare Burger School (HBS) Malang (1927 - 1932)
- Akademi Militer Breda, Belanda (1933 - 1938)
- Kuliah Teknik Sipil di Techniek Hogeschool Bandung (1932 - 1933)
- Sekolah Dasar di Europe Lager School (ELS) Yogyakarta (1920 - 1927)
Detail Tokoh
Sultan Hamid II atau Syarif Hamid Al-Qadrie adalah Sultan Pontianak yang merancang lambang negara Garuda Pancasila di tahun 1950 ketika menjadi Menteri Negara Tanpa Portofolio. Sebelumnya Sultan Hamid pernah menjadi Ketua Bijeenkomst Federaal Overleg (BFO) yang merupakan forum negara federal di bekas wilayah Hindia Belanda. Negara-negara ini dicap sebagai Negara Boneka buatan van Mook dalam kurun waktu 1945 hingga 1949. Sebagai pemimpin swapraja Kesultanan Pontianak, Hamid diberi pangkat tituler Kolonel dari Kerajaan Belanda. Ini adalah hal lazim untuk raja-raja lokal Indonesia di jaman kolonial Hindia Belanda. Hamid juga menjadi Ajudan Istimewa Ratu Belanda. Pangkatnya lalu dinaikan menjadi Jenderal Mayor pada 1946. Sebenarnya militer reguler KNIL, pangkat terakhirnya letnan satu.
Hamid adalah anak dari Sultan Syarif Muhamad Al-Qodrie dan Syecha Jamilah Syarwani. Hamid diasuh oleh dua wanita Eropa, Miss E.M. Curties dan Miss Fox. Lulus ELS di Yogyakarta, Hamid pindah sebentar ke Bandung sebelum akhirnya ke Malang untuk belajar di sekolah menengah elit Hogare Burger School (HBS). Lulus dari Malang, Hamid pernah kuliah di Techniek Hogeschool Bandung sebelum akhirnya masuk Akademi Militer Breda. Setelah lulus di tahun 1938, Hamid menjadi Letnan di Militer kolonial Indonesia yang disebut Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL). Selama dinas militer Hamid pernah terluka di Balikpapan dan dibawa ke Malang untuk dirawat. Dia sempat jadi tawanan perang Jepang. Hamid baru bebas setelah Jepang menyerah kalah.
Di masa tuanya, setelah menjalani penjara dan dua kali tuduhan makar, Hamid hidup tenang di masa orde baru sebagai Presiden Komisaris PT Indonesia Air Transport. Sejak 1967 hingga meninggalnya, 30 Maret 1978.