Tempat & Tanggal Lahir
Temanggung, Jawa Tengah, Indonesia, 1 Agustus 1918
Karir
- Sutradara Film Indonesia
Pendidikan
- Universitas Washington
- Universitas Southern California
Detail Tokoh
Djadoeg Djajakusuma (dʒaˈdʊʔ dʒajakuˈsuma) adalah pemeran dan sutradara film Indonesia yang pernah bermain dalam film Perempuan Dalam Pasungan pada tahun 1980.
Ia memulai kariernya sebagai penerjemah drama dan pemain film. Sementara para pemuda Indonesia lainnya sibuk berperang pada pertengahan 1940-an, Djajakusuma dan rekannya Usmar Ismail juga sibuk belajar membuat film dari Dr. Huyung, Andjar Asmara dan Sutarto.
Beberapa tahun setelah pengakuan kedaulatan Indonesia, bersama Usmar Ismail ia mendirikan Perfini. Djajakusuma kemudian belajar film dan teater di Universitas Washington dan Universitas Southern California.
Selain itu ia juga melakukan perjalanan ke India untuk mendalami ekspresi teater rakyat. Inspirasi yang ia dapat dari perjalanan ini disebut-sebut sebagai pendorong ia melahirkan bentuk film wayang seperti Lahirnja Gatotkatja dan Bimo Kroda. Djadoeg Djajakusuma punya perhatian besar pada teater rakyat dan teater tradisi, dua bentuk seni yang sangat kuat mempengaruhi karya-karya filmnya.
Pada 1951, Djajakusuma bergabung dengan Perusahaan Film Nasional (Perfini) atas ajakan Usmar Ismail. Setelah melakukan debut penyutradaraannya dengan Embun, Djajakusuma meluncurkan sebelas film lainnya dengan perusahaan tersebut sebelum meninggalkan perusahaan tersebut pada 1964. Ia kemudian kembali ke teater tradisional khas Indonesia, termasuk wayang.
Meskipun ia melanjutkan penyutradaraan film secara terpisah dari Perfini, sebagian besar energinya digunakan untuk mempromosikan bentuk-bentuk kesenian tradisional dan mengajarkan sinematografi. Setelah beberapa dekade kesehatannya menurun dan mengalami tekanan darah tinggi, Djajakusuma pingsan pada saat mengikuti sebuah upacara dan wafat. Ia dimakamkan di TPU Karet Bivak.
Djajakusuma terinspirasi dari pandangan realis Usmar Ismail, meskipun ia lebih berfokus pada aspek kehidupan tradisional. Ia berusaha untuk memodernisasi bentuk-bentuk pertunjukan teater tradisional sehingga lebih dapat diterima pada zaman modern. Ia dikenang karena telah merevitalisasikan bentuk teatrikal Betawi yang bernama lenong dan mendapatkan sejumlah penghargaan untuk film yang telah ia buat, termasuk penghargaan prestasi seumur hidup pada Festival Film Indonesia.