Menuju konten utama

Luhut Targetkan Perpres Kredit Karbon Terbit Paling Cepat Maret Ini

Luhut menargetkan Perpres tentang kredit karbon atau carbon credit dapat terbit bulan ini atau Maret 2021.

Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/hp.

tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menargetkan Peraturan Presiden tentang kredit karbon atau carbon credit dapat terbit bulan ini atau Maret 2021. Luhut mengatakan Perpres ini bakal mengatur transaksi karbon yang digadang-gadang dapat menjadi solusi menekan gas rumah kaca atau green house gases (GHG).

“Harapannya bulan ini Perpres tentang carbon credit akan diterbitkan,” ucap Luhut dalam Investment Forum Rethingking and Reinventing Bali Post COVID-19, Jumat (26/3/2021).

Luhut menjelaskan Indonesia memiliki peran penting dalam kapasitas kredit karbon dunia. Ia memperkirakan 70-75 persen potensi kredit karbon dunia ada di Indonesia. Hal ini sejalan wilayah Indonesia yang memiliki banyak hutan, mangrove, sampai koral.

Menurut Luhut rencana pemerintah mengenai kredit karbon membuktikan Indonesia memiliki pemahaman yang baik soal lingkungan. Ia juga mengklaim kebijakan ini telah mempertimbangkan generasi mendatang.

“Jadi kami sangat serius mengenai isu lingkungan ini,” ucap Luhut.

Selain menjadi instrumen mengatasi perubahan iklim, Luhut juga pernah menyatakan perdagangan karbon bisa menjadi potensi sumber penerimaan negara. Pasalnya kredit karbon ini bisa diperdagangkan dan Indonesia bisa menerima insentif finansial dari mereka yang ingin “membelinya."

Konsep kredit karbon bekerja dengan tiga aturan sederhana yaitu cap, trade, dan offset. Cap pada dasarnya mengasumsikan ada batasan emisi yang bisa dikeluarkan suatu negara atau perusahaan dan tidak boleh dilampaui karena bakal memperburuk GHG.

Konsep trade atau perdagangan karbon mengasumsikan bahwa kenaikan emisi bisa diatasi selama ada yang bersedia menurunkan emisinya. Jika emisi suatu negara atau perusahaan berada pada level yang rendah, maka sisa emisi yang belum digunakan bisa “dibeli” oleh pihak lain yang saat itu mengeluarkan emisi lebih banyak dari seharusnya.

Sementara offset mengasumsikan konsekuensi akibat peningkatan emisi yang terjadi di suatu wilayah bisa diatasi selama pihak yang sama mampu mengupayakan ada penurunan di wilayah yang lain. Misalnya dengan menanam pohon atau berinvestasi pada energi terbarukan yang menggantikan energi fosil di wilayah lain.

Baca juga artikel terkait PERPRES KREDIT KARBON atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz