Menuju konten utama

Lubang Tambang Dibahas saat Debat, Seberapa Besar Masalahnya?

Kasus lubang tambang jadi persoalan serius lantaran banyak memakan korban jiwa.

Lubang Tambang Dibahas saat Debat, Seberapa Besar Masalahnya?
Capres nomor urut 01 Joko Widodo (kiri) dan Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto (kanan) mengikuti debat capres 2019 putaran kedua di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Calon presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto dinilai tidak terbuka dalam strategi penyelesaian kasus lubang tambang saat debat Pilpres kedua di Hotel Sultan, Minggu (17/2/2019) malam. Anggota Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Melky Nahar menduga kedua paslon tersandera oleh orang-orang yang diduga terlibat dalam kasus-kasus lingkungan.

"Pertanyaan pentingnya adalah berani enggak Jokowi atau Prabowo melakukan penegakan hukum di saat perusahaan yang melakukan tindakan kejahatan ini terkait dengan elite politik di sekelilingnya?," kata Melky saat dihubungi reporter Tirto, Senin (18/2/2019).

Dalam debat capres kemarin, Prabowo menyebut selama ini terjadi kolusi antara pemerintah dan perusahaan-perusahaan dalam kasus lubang tambang. Ia mengatakan perlu penegakan hukum yang tegas dalam mengatasi persoalan ini.

"Kami hargai usaha pemerintah sudah mengejar dan memang itu yang harus kita lakukan," kata Prabowo.

Sementara Jokowi mengatakan telah bekerja sama dengan KPK dalam upaya penuntasan kasus ini. Selain itu, Jokowi mengklaim beberapa lubang tambang juga sudah direklamasi.

"Mungkin rakyat Indonesia, bapak ibu sekalian bisa melihat di tambang Bukit Asam, yang dimiliki oleh bukit asam. Hampir sebagian besar yang telah ditambang itu sudah dihutan kembali," ujar Jokowi.

Namun, karena tidak ada perbedaan strategi, Jokowi dan Prabowo sepakat untuk mengakhiri debat tentang penanganan kasus lubang tambang.

Padahal menurut panelis, setidaknya ada delapan juta hektar lubang tambang yang belum direklamasi. Lubang-lubang tambang itu terdiri dari perusahaan besar, tambang rakyat, dan 500.000 hektare terindikasi area tambang tanpa izin.

Menelan Banyak Korban Jiwa

Selain masalah lubang tambang yang belum direklamasi, kasus ini menjadi persoalan serius lantaran banyak memakan korban jiwa. Dalam catatan akhir tahun 2018, JATAM setidaknya mencatat ada 115 korban jiwa meninggal akibat lubang tambang yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.

Titik korban terbanyak terdapat di Bangka Belitung sebanyak 57 korban. Kemudian nomor dua terbanyak terjadi di Kalimantan Timur dengan 32 korban.

Penjelasan Jokowi dan Prabowo juga dinilai tidak menjawab persoalan banyaknya korban jiwa akibat lubang tambang yang masih menganga.

Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Nur Hidayati mengatakan, Jokowi sebagai petahana hanya dapat memberikan contoh kasus yang telah dikerjakan tanpa memberi detail jelas.

"Oke, dia jelaskan sudah lakukan reklamasi di Bukit Asam, tapi kita perlu pertanyakan lagi, reklamasi macam apa di Bukit Asam itu? Jokowi hanya perlihatkan contoh-contoh padahal yang ingin dilihat adalah proses perbaikan yang menyeluruh dan sistematis," kata Nur saat konferensi pers di kantor WALHI, Senin (18/2/2019).

Manajer Kampanye Keadilan Iklim WALHI Yuyun Harmono menambahkan, salah satu upaya yang mesti dilakukan oleh presiden terpilih nanti adalah mendorong penegakan hukum yang tegas. Kemudian pemerintahan selanjutnya perlu merehabilitasi lahan-lahan bekas tambang.

"Yang kedua, mereka tambang harus membayar dana reklamasi, pastikan dana itu terbayar. Itu harus dipastikan. Dan kalau ada yang enggak bayar ya harus ditegakkan," kata Yuyun.

Baca juga artikel terkait DEBAT CAPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Gilang Ramadhan