Menuju konten utama

LPSK Tolak Permohonan Perlindungan Anita Kolopaking

Salah satu alasan penolakan itu adalah status Anita yang resmi menjadi tersangka.

LPSK Tolak Permohonan Perlindungan Anita Kolopaking
Pengacara dari buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra, Anita Kolopaking keluar ruangan usai menjalani pemerikaan di Gedung Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejagung, Jakarta, Senin (27/7/2020). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/pras.

tirto.id - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) secara resmi menolak permohonan perlindungan yang diajukan oleh pengacara Djoko Soegiarto Tjandra, Anita Kolopaking (AK). Keputusan diambil melalui Rapat Paripurna Pimpinan (RPP) LPSK pada Senin, (31/8/2020). Hal tersebut disampaikan dalam siaran pers pada Selasa (1/9/2020).

LPSK berpendapat permohonan perlindungan yang diajukan Anita, tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU Nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Status tersangka yang disandang oleh Anita juga menjadi salah satu alasan yang melatarbelakangi keputusan dalam menolak permohonan, sehingga LPSK beranggapan tidak ada dasar untuk memberikan perlindungan kepadanya. Selain itu, masih terdapat informasi atau data lainnya yang tidak sepenuhnya disampaikan AK kepada LPSK.

Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, keputusan LPSK untuk menolak permohonan perlindungan AK sudah berdasarkan analisa informasi dan data yang dimiliki saat ini serta berdasarkan koordinasi dengan berbagai pihak.

”Sebelum keputusan diambil, LPSK juga telah berkoordinasi dengan berbagai pihak, khususnya Kepolisian dan Kejaksaan Agung,” kata Hasto.

Kendati demikian, kata Hasto, LPSK tetap mengeluarkan rekomendasi terkait penanganan kasus Anita Kolopaking. Di antaranya adalah meminta Polri dan Kejaksaan Agung untuk profesional dan proporsional dalam menangani kasus terkait Djoko Tjandra. Kemudian meminta penyidik di Kepolisian dan Kejaksaan untuk mendorong perlindungan bagi Saksi dan Saksi Pelaku (JC) ke LPSK.

Sebab, menurut Hasto, pihaknya tidak menutup kemungkinan bila kedepannya terdapat perkembangan dalam penanganan perkara yang terkait dengan skandal DJoko Tjandra. Namun dengan catatan Anita benar-benar memenuhi persyaratan diberikannya perlindungan baik dalam statusnya sebagai saksi atau asaksi pelaku (Justice Collaborator) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

”Sebelumnya kami telah memberikan gambaran kepada AK mengenai saksi pelaku yang bekerjasama dengan penegak hukum untuk mengungkap kasus dan pelaku lain yang memiliki kedudukan atau peran yang lebih besar,” ujar Hasto.

Hasto berharap agar penegak hukum yang saat ini sedang menuntaskan perkara Djoko Tjandra untuk dapat bersinergi dalam pemberian perlindungan kepada saksi-saksi kunci agar dapat berkontribusi maksimal dalam pengungkapan perkara pidana. Menurut Hasto, kasus Djoko Tjandra jelas telah melibatkan berbagai pihak yang memiliki posisi di institusi penegak hukum.

”Tentunya diperlukan kebijakan yang bisa meyakinkan publik agar semua orang yang terlibat dan memberikan kesaksian bisa menyampaikannya secara bebas tanpa rasa takut akan adanya ancaman atau intimidasi” imbuh Hasto.

Hasto mengimbuhkan, dalam praktik di berbagai negara, kasus-kasus yang memiliki dampak yang besar, biasanya para saksi—termasuk justice collaborator—akan diserahkan perlindungannya kepada institusi yang secara khusus bertugas untuk memberikan perlindungan saksi, sehingga kredibilitas kesaksiannya dapat dipertanggungjawabakan tanpa adanya dugaan terjadi intervensi oleh institusi yang terseret dalam kasus tersebut.

”Dalam kerangka menjalankan tugas dan kewenangannya, LPSK tentunya siap bekerja sama dengan penegak hukum agar kasus-kasus yang terkait dengan kasus Djoko Tjandra dapat diungkap dengan tuntas” pungkas Hasto.

Sebagai informasi, LPSK menerima surat permohonan perlindungan tertanggal 29 Juli 2020 dari Anita D.A. Kolopaking. Permohonan itu terkait status hukumnya sebagai saksi pada perkara yang menyeret Brigjen Pol. Prasetijo Utomo yang dijerat dengan Pasal 263 KUHP dan Pasal 426 KUHP dan/atau Pasal 221 KUHP oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. Belakangan, Bareskrim Polri menetapkan Anita Kolopaking sebagai tersangka pada 8 Agustus 2020.

Baca juga artikel terkait KASUS DJOKO TJANDRA atau tulisan lainnya dari Restu Diantina Putri

tirto.id - Hukum
Reporter: Restu Diantina Putri
Penulis: Restu Diantina Putri
Editor: Dieqy Hasbi Widhana