Menuju konten utama

LPSK Nilai UU Terorisme yang Baru Disahkan Bisa Perkuat Hak Korban

Selain memperjelas banyak permasalahan terkait penegakan hukum terhadap kasus terorisme, UU tersebut juga memperkuat layanan hak korban.

LPSK Nilai UU Terorisme yang Baru Disahkan Bisa Perkuat Hak Korban
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai menjawab pertanyaan wartawan usai melakukan pertemuan untuk membicarakan saksi kasus korupsi di gedung KPK Jakarta, Kamis (3/11). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

tirto.id - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyambut baik disahkannya UU Anti Terorisme. Selain memperjelas banyak permasalahan terkait penegakan hukum terhadap kasus terorisme, UU tersebut juga memperkuat layanan hak korban.

"Sebelumnya hak korban terorisme hanya dua [yakni] kompensasi dan restitusi. Dalam UU terbaru, bentuk hak korban diperbanyak," ujar Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai dalam rilis tertulis yang disampaikan kepada Tirto, Jumat (25/5/2018).

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU.

Pengesahan itu dilakukan dalam Rapat paripurna yang digelar DPR RI, Jumat (25/5/2018). Rapat itu dipimpin Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Demokrat Agus Hermanto.

LPSK, yang juga menjadi pihak yang terlibat dalam perumusan UU tersebut, melihat pada praktek penanganan korban terorisme ada banyak kebutuhan korban selain kompensasi dan restitusi, yakni adanya rehabilitasi bagi korban.

Menurut Abdul, rehabilitasi korban termasuk poin penting mengingat korban terorisme hampir pasti mengalami trauma baik medis maupun psikologis. "Ini yang harus dipulihkan dan alhamdulillah hak korban tersebut juga menjadi salah satu poin dalam UU yang baru. Ini merupakan kemajuan bagi upaya layanan kepada korban terorisme," jelas Semendawai.

Pada kasus-kasus terorisme sebelum UU 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban bahkan posisi korban terorisme sangat lemah karena bukan termasuk tindak pidana yang mendapat prioritas perlindungan dan layanan oleh LPSK. Namun, pada UU tersebut korban terorisme masuk menjadi korban yang mendapat prioritas perlindungan dari LPSK.

Akibatnya, saat terjadi serangan teror layanan kepada mereka agak sulit diberikan. Namun, persoalan tersebut terjawab pada UU Anti Terorisme yang baru. "Hak korban dari masa tanggap darurat sudah diatur dengan jelas. Ini menunjukkan bahwa UU ini fokusnya tidak hanya pada pelaku, melainkan juga kepada korban," jelas Semendawai.

Selain rehabilitasi medis dan psikologis, rehabilitasi psikososial juga menjadi salah satu hak baru bagi korban yang ada dalam UU Anti Terorisme yang baru.

Rehabilitasi psikososial menjadi penting karena korban yang selamat maupun keluarganya tetap harus bisa melanjutkan kehidupannya secara wajar. Misalnya tetap melanjutkan pendidikan maupun tetap memiliki mata pencaharian pasca menjadi korban terorisme.

"Karena pada beberapa kasus korban merupakan tulang punggung keluarga, sehingga keluarga menjadi kehilangan orang yang penting dalam kelanjutan hidupnya sehari-hari. Ataupun jika selamat, mereka sulit untuk bekerja atau beraktivitas seperti sebelum menjadi korban," ujarnya.

Apalagi UU ini juga mengukuhkan LPSK sebagai lembaga yang melakukan upaya pemenuhan hak-hak korban terorisme. "UU ini sangat operasional dimana diatur dan ditunjuk pula siapa yang memenuhi hak korban. LPSK siap melakukan mandat ini, apalagi memang sebelumnya kami sudah menangani korban terorisme," ujar Semendawai.

LPSK sendiri siap mendukung implementasi UU tersebut sesuai kewenangan yang dimiliki. LPSK melihat bahwa kedua UU tersebut tidak tumpang tindih melainkan saling menguatkan. "Sehingga layanan pemenuhan hak korban terorisme akan semakin optimal," tegasnya.

Dan selain mempertimbangkan hak korban, dalam UU tersebut juga sudah memperhatikan perlindungan kepada saksi kasus terorisme. Hal itu sejalan dengan amanat yang didapatkan LPSK dari UU Perlindungan Saksi dan Korban. "Maka UU ini sangat penting dalam mendukung perlindungan kepada saksi dan ahli yang memberikan keterangan untuk kasus terorisme, dan memperkuat layanan kepada korban," pungkas Semendawai.

Baca juga artikel terkait REVISI UU TERORISME atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri