Menuju konten utama

LPSK Desak DPR Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

LPSK mendesak DPR agar segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, karena akan menguatkan kewenangannya, sehingga punya payung hukum melindungi korban kekerasan seksual.

LPSK Desak DPR Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Petugas memperlihatkan nomer telepon layanan aduan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) usai peresmian gedung LPSK di Kantor LPSK Jakarta, Kamis (6/9/2018). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/wsj/18.

tirto.id - Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Susilaningtias mendesak DPR RI agar segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

"Di [draf] RUU itu ada peran LPSK," kata Susilaningtias kepada reporter Tirto saat ditemui di Kantor LBH APIK, Jakarta Tkmur, Kamis (21/2/2019).

Selama ini, kata dia, banyak kasus kekerasan seksual yang akhirnya tidak bisa ditangani oleh LPSK, padahal perlu perlindungan dari LPSK.

Susilaningtias juga menjelaskan kasus yang dapat ditangani oleh LPSK yakni korupsi, terorisme, narkotika, pencucian uang, dan perdagangan orang. Kemudan, kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan, serta penganiayaan, dan penyiksaan.

"Nah banyak kejadian yang perlu perlindungan tapi gak masuk bentuk-bentuk tersebut," kata Susilaningtias

Susilaningtias juga mengatakan, salah satu bentuk kekerasan seksual berupa ancaman, tak dapat ditangani oleh LPSK, karena tak ada payung hukum. Diketahui, jenis kekerasan seksual yang diakui saat ini adalah pencabulan dan pemerkosaan.

"Kami bersikap bahwa penting ada RUU PKS karena disitu ada sembilan jenis," ujar dia.

LPSK, kata Susilaningtias, mencontohkan sebuah kasus. Ia mendapati seorang perempuan yang nomor WhatsApp miliknya dimasukan ke group oleh pengojek online.

Dalam group itu, kata dia, perempuan tersebut dikatakan sebagai perempuan yang menjual diri, serta mendapatkan sejumlah ancaman.

"Pokoknya ada ancaman di group itu bahwa [korban] akan diperkosa," kisah dia.

Menurut dia, berdasarkan kewenangan LPSK, tindakan tersebut tak termasuk pencabulan atau pemerkosaan.

"Nah ini gak masuk ke unsur pemerkosaan atau pencabulan," ujar dia.

Kasus lain yang juga dicontohkan oleh Susilaningtias adalah kasus Baiq Nuril yang kini berjuang pada tingkat Peninjauan Kembali (PK) atas kasus UU ITE.

Anggota Komisi VII DPR, Rahayu Saraswati mengatakan, soal RUU PKS, sudah mengagendakan pembahasan pada Mei 2019, selepas Pilpres 2019.

"Kemungkinan jarang ada di anggota DPR [untuk saat ini karena] banyak yang jadi caleg, jadi gak akan maksimal [pembahasannya]," ujar dia.

Baca juga artikel terkait RUU PKS atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Hukum
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Zakki Amali