Menuju konten utama

LPS Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2019 Hanya 5,2 Persen

Gencatan ekonomi yang dilakukan Amerika Serikat dengan Cina masih menjadi biang keladi ketidakpastian ekonomi global.

LPS Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2019 Hanya 5,2 Persen
Aktivitas karyawan di Pabrik produksi glangsing, PT Kerta Rajasa Raya kawasan Tropodo, Waru, Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (18/4/2018). ANTARA FOTO/Umarul Faruq

tirto.id - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2019 sebesar 5,2 persen. Angka itu di bawah asumsi ataupun target yang dipatok pemerintah di kisaran 5,3 persen. Sebabnya, kondisi ekonomi global masih diliputi ketidakpastian.

Anggota Dewan Komisioner LPS, Destry Damayanti mengungkapkan, gencatan ekonomi yang dilakukan Amerika Serikat (AS) dengan Cina masih menjadi biang keladi ketidakpastian ekonomi global. Data ekonomi AS sudah menunjukkan perlambatan. Ini terlihat dari pertumbuhan lapangan pekerjaan yang jauh dari harapan pada November 2018.

Ini artinya, dampak stimulus fiskal berupa pemotongan pajak bagi industri yang dilakukan Presiden Trump, sudah mulai menunjukkan penurunan. Selain melambat, ekonomi AS diperkirakan juga akan jatuh pada resesi pada 2020. Tak berbeda jauh, kondisi ekonomi Cina juga mengalami perlambatan.

Struktur ekonomi Cina yang utamanya ditopang oleh ekspor dan juga investasi, mengalami goncangan. Ekspor misalnya, tidak bisa diharapkan lantaran perang dingin dengan AS. Dengan begitu, tumpuan utama berikutnya adalah investasi.

Lantaran pertumbuhan ekonomi domestik yang melambat, maka pemodal asal Cina cenderung menyasar pasar luar negeri. Indonesia menjadi salah satu tujuan ekonomi pebisnis Cina. “Yang harus diwaspadai adalah investasi yang bersaing dengan UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) di Indonesia. Harus ada pembenahan di sektor UMKM Indonesia,” ungkap Destry.

Faktor eksternal lain adalah juga masih adanya ketidakpastian di negara-negara anggota Uni Eropa. Sementara faktor internal, menurut Destry, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 turut ditopang oleh pertumbuhan kredit perbankan sebesar 12 persen. Sektor kredit yang menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi tahun depan antaranya adalah kredit konsumsi.

“Karena memang konsumsi domestik masyarakat Indonesia masih menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi,” jelas Destry.

Untuk itu, tingkat inflasi Indonesia pada 2019 diperkirakan berada di kisaran 3,2 sampai 3,5 persen. Asumsi tersebut masih dalam target 3,5 persen plus minus 1 persen. Belanja pemerintah dan investasi asing langsung, berada di peringkat dua dan tiga yang menyumbang pertumbuhan ekonomi RI 2019.

Investasi asing langsung di Indonesia pada 2019 mendatang, menurut Destry, akan stagnan. Sebab, adanya agenda politik nasional berupa pemilihan presiden membuat investor asing baru berani menanamkan modal di Indonesia setelah terpilihnya Presiden RI periode 2019-2024.

Masih stagnannya investasi asing langsung, membuat Indonesia menggantungkan diri pada portfolio investasi yang bersifat jangka pendek. Padahal, dana panas di pasar modal ini tidak bisa menjadi tumpuan dan lebih bersifat fluktuatif. Di sisi lain, sumber dana dalam negeri mengalami keterbatasan.

“Harus ada keterbukaan pasar, kepastian hukum dan lainnya, sehingga dana investor Indonesia yang berada di luar negeri bisa kembali. Perlu upaya ekstra dalam menarik uang-uang di luar negeri, salah satunya adalah dengan menciptakan peluang usaha yang menarik,” ungkap Destry.

Tantangan lain bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 berupa defisit neraca transaksi berjalan. LPS memperkirakan, current account deficit (CAD) Indonesia pada 2019 berada di kisaran 2,8 hingga 2,9 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini tidak berbeda jauh dengan perkiraan LPS yang menyebut CAD Indonesia pada akhir 2018 sebesar 2,8 persen PDB.

Masih tergantungnya Indonesia terhadap komoditas, barang impor serta mismatch kemampuan sumber daya manusia (SDM) juga menjadi tantangan pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2019. Ini terlihat dari ekspor barang mentah yang masih dominan, sementara kontribusi manufaktur terhadap PDB nasional mengalami penurunan.

Meski demikian, fundamental ekonomi RI, menurut Destry, masih kuat. Ini terlihat dari tren perbaikan ekonomi nasional. “Saya masih sangat optimis dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019, karena fundamental ekonomi yang baik sejak sekarang. Data-data yang ada sekarang menunjukkan tren perbaikan ekonomi Indonesia,” ucap Destry.

Baca juga artikel terkait PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA atau tulisan lainnya dari Dea Chadiza Syafina

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dea Chadiza Syafina
Penulis: Dea Chadiza Syafina
Editor: Alexander Haryanto