Menuju konten utama

Logo Bukalapak di Seragam Badak Lampung FC, Langgar Aturan Liga?

Adanya Bukalapak dalam sponsor seragam Badak Lampung FC tidak sesuai dengan regulasi Liga 1. Namun, klub tersebut tak bisa sepenuhnya disalahkan. Mengapa demikian?

Logo Bukalapak di Seragam Badak Lampung FC, Langgar Aturan Liga?
Pelatih Badak Lampung FC, Jan Saragih memperkenalkan pemainnya saat peluncuran timnya di Gelanggang Olahraga Saburai Bandar Lampung, Lampung, Sabtu (4/5/2019). ANTARA FOTO/Ardiansyah/foc.

tirto.id - Perseru Badak Lampung FC akan melakoni laga perdananya di Liga 1 2019 dengan menghadapi tuan rumah PS TIRA Persikabo di Stadion Pakansari, Bogor, Sabtu (18/5/2019) malam hari ini. Namun alih-alih pertandingannya, perhatian jelang laga justru tertuju pada seragam yang bakal dikenakan oleh klub asal Bandar Lampung itu.

Saat launching tim, acara peluncuran liga, maupun dalam beberapa laga pramusim, skuat asuhan Jan Saragih selalu mengenakan seragam dengan sponsor utama perusahan e-commerce Bukalapak. Jika mengacu pada aturan resmi Liga 1, pemilihan sponsor tersebut jelas tidak sesuai ketentuan. Soalnya, di saat bersamaan, kompetisi Liga 1 2019 disponsori oleh perusahaan e-commerce lain alias kompetitornya, yakni Shopee.

Aturan yang melarang pemilihan sponsor itu tercantum dalam Regulasi Kompetisi Liga 1, Pasal 63 ayat (5). Dalam aturan itu tertulis dengan jelas: "LIB dan klub wajib menjamin eksklusivitas sponsor title dan sponsor lainnya dengan memastikan bahwa tidak ada sponsor dari produk sejenis atau kompetitor dengan sponsor Liga 1 yang dipasang pada seragam pemain dan ofisial, a-board, dan area pertandingan lainnya."

Lalu, masih dalam regulasi yang sama, tepatnya Pasal 63 ayat (6), disebutkan bahwa Badak Lampung FC bisa dikenai denda Rp150 juta karena pelanggaran tersebut.

"Pelanggaran terhadap pasal ini akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp. 150.000.000,-," tulis regulasi Liga 1.

Angka Rp150 juta barangkali bukan nominal besar untuk ditanggung sponsor, namun jika dikalikan 34 (sesuai jumlah pertandingan Badak Lampung FC di Liga 1 2019), jumlahnya jelas tidak main-main. Dengan asumsi melakukan pelanggaran di setiap pertandingan, bisa jadi Badak Lampung FC menanggung akumulasi denda sampai Rp5,1 miliar.

Tak Patut Dicap Bersalah

Sepintas Badak Lampung FC memang tak menaati regulasi. Namun, pihak klub tidak bisa pula asal dicap sepenuhnya bersalah.

Badak Lampung FC dan Bukalapak sudah menyepakati kerja sama sejak 11 April 2019. Di sisi lain Shopee baru diumumkan secara resmi menjadi sponsor titel Liga 1 saat launching kompetisi, Senin (13/5/2019). Artinya, pada saat Badak Lampung FC menetapkan Bukalapak sebagai sponsor, mereka tidak melanggar aturan karena pada waktu bersamaan Shopee urung ditetapkan sebagai sponsor titel Liga 1.

Atas dasar itu pula, Badak Lampung FC urung berniat mengubah komitmennya terhadap sponsor. Di laga kontra PS TIRA mereka akan tetap mengenakan seragam yang sama.

"Sejauh ini sih iya, kami akan tetap mengenakan seragam yang sama," ujar media officer Badak Lampung FC, Umi Astari saat dikonfirmasi reporter Tirto, Jumat (17/5/2019).

Kami coba menanyakan apakah pihak Perseru Badak Lampung FC bakal tetap memakai seragam mereka dalam 34 pertandingan (semusim penuh) meski terancam denda setiap pekannya. Namun, Umi menolak berspekulasi. Soalnya, hingga saat ini Badak Lampung FC malah sama sekali belum diberi tahu operator maupun federasi soal pelanggaran tersebut.

"Kami belum mendapat ada informasi soal pelanggaran itu," lanjut Umi.

Harusnya Tak Menyulitkan Klub

Jika mencari perbandingan, regulasi sponsor yang diterapkan oleh liga-liga top sesungguhnya tak semengekang di Indonesia. Ambillah contoh di Liga Inggris (EPL), klub tidak diberi larangan untuk menggunakan sponsor seragam yang merupakan kompetitor titel liga. Contoh nyatanya dalam kasus Liverpool, yang menggunakan sponsor seragam Standard Chartered (perbankan), perusahaan dengan bidang yang sama dengan sponsor titel utama EPL (Barclays).

Hal serupa juga terjadi di Liga Spanyol. Athletic Bilbao, salah satu pesertanya memakai Kutxabank sebagai sponsor di seragam kandang dan tandang ketika di saat bersamaan Santander yang juga bergerak di bisnis perbankan didapuk sebagai sponsor titel.

Terlepas dari konteks itu, pengamat sepakbola sekaligus peneliti hukum olahraga di Kemenkumham, Eko Noer Kristiyanto, sebenarnya memandang pengistimewaan sponsor di Liga 1 sebagai hal yang 'masuk di akal'.

"Ya, karena ini servis operator kepada sposor utama saja, biar istimewa. Jadi bukan soal lazim atau tidak lazim. Cara pikir LIB bisa dimengerti, walau kesannya 'cemen' dan pesimistis terhadap aspek kompetitif bisnis," ujar Eko.

Namun, seharusnya pemakluman itu tidak membuat LIB bebas bertindak semaunya. Bagaimana pun, regulasi yang berpotensi menyulitkan Badak Lampung FC ini lahir karena lambatnya langkah LIB sendiri dalam hal penentuan Shopee sebagai sponsor titel. Andai operator kompetisi lebih cepat menentukan sponsor, tentu klub bisa lebih baik pula dalam menyesuaikan diri.

"Kalau menurut saya klub enggak salah, karena operator yang lelet [lambat] dapat sponsor. Aturan ini ideal jika operator bisa dapat sponsor duluan," ungkap Eko.

"Kalau [nantinya] Shopee kecewa dan protes, ya LIB yang harusnya menjelaskan, ini kan masalah mereka juga," imbuhnya.

Terlepas dari pro-kontra dan soal siapa yang harus berbenah, sebagaimana penggemar sepakbola normal, Eko sendiri berharap ke depannya LIB bisa membuat regulasi yang lebih sesuai dengan kapasitas mereka. Sehingga pada akhirnya kedisiplinan bisa terwujud tanpa harus menyulitkan klub-klub peserta kompetisi.

"Servis buat sponsor utama jangan mematikan usaha klub dalam mencari sponsor. Kan, servis juga bisa bentuk lain, brand position misal. Lebih kreatif saja lah bikin sponsor puas," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait LIGA 1 2019 atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Reporter: Herdanang Ahmad Fauzan
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Jay Akbar