Menuju konten utama
Perdana Menteri Inggris

Liz Truss: Peniru Margaret Thatcher yang Gagal Total

Mary Elizabeth “Liz” Truss menciptakan rekor di Inggris sebagai perdana menteri dengan masa jabatan tersingkat dalam sejarah, tak sampai 50 hari.

Liz Truss: Peniru Margaret Thatcher yang Gagal Total
Perdana Menteri Inggris Liz Truss berbicara kepada media di Downing Street di London, Kamis, 20 Oktober 2022. \(Foto AP/Alberto Pezzali)

tirto.id - Mary Elizabeth “Liz” Truss (47) baru-baru ini menciptakan rekor: menjadi perdana menteri dengan masa jabatan tersingkat dalam sejarah Inggris, tak sampai 50 hari atau hanya tujuh minggu—lebih pendek daripada masa penyimpanan bawang bombai di lemari dapur.

Truss, yang menerima mandat dari Ratu Elizabeth II untuk menyusun pemerintahan pada 6 September lalu, memutuskan mundur di tengah gempuran krisis sosioekonomi yang semakin kacau akibat tindak tanduknya sendiri. Per sejak 25 Oktober, posisi Truss di Downing Street No. 10 digantikan oleh sesama politikus dari Partai Konservatif, seorang mantan bankir kaya raya keturunan India bernama Rishi Sunak.

Keputusan Truss untuk menyerah tidak mencerminkan karakter gigih—jika bukan ngotot—yang diingat betul oleh keluarganya. Dalam wawancara radio beberapa tahun silam, adik bungsu Truss, Francis, bercerita bahwa sedari belia kakaknya selalu ingin jadi pemenang, bahkan dalam permainan sesepele Monopoli. “Dia akan bikin semacam sistem khusus supaya bisa menang. Apabila kelihatannya bakal kalah, dia menghilang begitu saja alih-alih menerima kekalahan.”

Truss sendiri mengklaim dirinya sebagai pekerja keras. Sehari sebelum mengumumkan mengundurkan diri, persisnya ketika kubu oposisi bertanya-tanya kenapa ia masih bertahan di pemerintahan, Truss menegaskan dengan kalimat yang kelak jadi meme populer di media sosial: “I am a fighter, not a quitter!”—'Saya pejuang, bukan orang yang mudah menyerah!'

Truss lantas membela diri bahwa ia sudah melakukan yang terbaik untuk memastikan kestabilan ekonomi. Sayangnya, administrasinya terang-terangan gagal mencapai itu. Suka atau tidak, Truss kali ini harus menyerah dan, tentu saja, mengaku kalah.

Anak Muda Liberal Penggemar Thatcher

Truss dibesarkan di keluarga kelas menengah mapan dengan latar belakang politik kiri yang kuat. Bapaknya seorang profesor matematika murni, sementara ibunya adalah perawat sekaligus guru yang aktif ikut kampanye antinuklir. Truss adalah anak pertama dari empat bersaudara.

Aktivisme politik Truss dimulai saat remaja. Ia bergabung ke sayap pemuda Liberal Demokrat, partai berorientasi liberalisme yang haluan politiknya cenderung ke tengah atau tengah-kiri. Ketika menempuh pendidikan sarjana di jurusan ilmu filsafat, politik dan ekonomi di Oxford, Truss diangkat jadi presiden asosiasi mahasiswa Liberal Demokrat. Pidato pertamanya berisi seruan kritis untuk membubarkan sistem monarki Inggris.

Setelah lulus dari universitas pada usia 21, Truss bergabung dengan Partai Konservatif, kemudian meniti karier sebagai akuntan di korporat minyak dan perusahaan telekomunikasi.

Kariernya tidak langsung melesat. Baru pada 35 tahun, persisnya pada 2010 silam, Truss berhasil mengamankan kursi anggota dewan perwakilan (Member of Parliament, MP) untuk wilayah South West Norfolk.

Semenjak itu Truss mulai bekerja untuk kabinet para perdana menteri Konservatif. Pada administrasi David Cameron, Truss diangkat sebagai pejabat tinggi di Kementerian Pendidikan (2012-2014) lalu sebagai Menteri Lingkungan (2014-2016). Kemudian, di bawah Theresa May, sebagai Menteri Kehakiman (2016-2017) dan posisi terpenting kedua setelah Menteri Keuangan, Chief Secretary (2017-2019). Setelah May mengundurkan diri pada 2019 dan Boris Johnson menggantikannya, Truss ditunjuk jadi Menteri Perdagangan Luar Negeri dan kemudian Menteri Luar Negeri.

Selama berkarier di lingkup elite kementerian, Truss mengalami perubahan cara pandang terkait Brexit.

Awalnya ia berpihak di kubu Remainer (Inggris tetap bertahan di Uni Eropa). Sikap tersebut dapat dimengerti karena Truss, sebagai pendukung ekonomi liberal, melihat lebih banyak potensi keuntungan dari akses pasar bebas yang ditawarkan Uni Eropa. Ia bahkan menulis di jurnal akademik tentang manfaat bergabung ke Eropa untuk kesejahteraan dan kesehatan binatang ternak Inggris.

Akan tetapi, setelah sebagian besar rakyat Inggris mendukung Brexit dalam referendum 2016 dan Boris Johnson dipandang sebagai politikus Konservatif paling terkenal dan populer yang berjanji akan mewujudkannya, Truss beralih jadi Brexiter.

Truss mulai mengampanyekan pentingnya Inggris lebih mengontrol kebijakan perdagangan dan mandiri dari pengaruh Uni Eropa. Seiring itu, ia dinilai semakin dekat dan loyal pada Johnson—yang mengundurkan diri pada awal bulan Juli.

Sedari muda Truss terinspirasi dengan ide-ide tentang kebebasan. Dalam wawancara dengan The Times yang terbit Juli silam, ia berkata: “Saya ingin mengontrol masa depan saya sendiri dan ingin orang lain juga bisa mengontrol masa depannya masing-masing.” Ia menambahkan: “Saya benci apabila disuruh harus melakukan sesuatu... Hal itulah yang selama ini sudah mendorong filsafat politik saya.”

Prinsipnya tentang kebebasan ini beririsan dengan kebijakan ekonomi dari politikus Partai Konservatif sekaligus perdana menteri perempuan pertama Inggris, Margaret Thatcher. Dan Truss mengakui itu. “Makanya, menurut saya, menaikkan tarif pajak adalah tindakan salah, karena itu artinya sudah merebut uang milik orang lain dan mengambil alih kontrol atas kehidupan mereka.”

Infografik Liz Truss

Infografik Liz Truss. tirto.id/Fuad

Thatcher, berkuasa 1979-1990, adalah advokat perdagangan bebas yang percaya bahwa kekuatan pasar sangat berperan dalam menyokong pertumbuhan ekonomi. Thatcher menggandeng penasihat ekonomi dari Amerika Serikat, Milton Friedman, yang memperkenalkan liberalisme ekonomi—bisa disederhanakan sebagai serangkaian kebijakan propasar seperti menarik pajak rendah, privatisasi BUMN, pembiayaan proyek melalui swasta alih-alih uang negara.

Pada intinya, sistem ekonomi yang diusung Thatcher berusaha menekan campur tangan negara di ranah ekonomi alias menempatkan individu di atas kelompok.

Karena sangat probisnis sekaligus gencar menggerogoti otoritas asosiasi dan serikat buruh, Thatcher bukanlah figur yang disayang oleh kelas pekerja, termasuk juga oleh orang tua Truss.

Akan tetapi, bagi Truss muda, Thatcher sudah membuatnya “terpesona”.

Matthew Johnson, profesor politik di Universitas Northumbria, mengatakan bahwa Truss memang “bercita-cita untuk dilihat sebagai sosok Thatcher,” bahkan kita melihat itu dalam hal cara dia berpakaian sampai-sampai banyak yang mengatakan bahwa ia sedang melakukan cosplay mantan Perdana Menteri.

Tapi betapa pun kerasnya ia berupaya, hasilnya jauh panggang dari api. Jika Truss menjadi perdana menteri tersingkat, Thatcher adalah perdana menteri terlama sepanjang abad ke-20.

Truss tidak punya kemampuan setara Thatcher. “Dia tidak memiliki kapasitas intelektual untuk memunculkan visi semacam itu atau bakat politik untuk mengubahnya menjadi kenyataan apa pun,” kata Johnson.

Apa yang sebenarnya terjadi di Inggris sebelum Truss berkuasa sehingga ia gagal menanganinya?

(Bersambung...)

Baca juga artikel terkait LIZ TRUSS atau tulisan lainnya dari Sekar Kinasih

tirto.id - Politik
Penulis: Sekar Kinasih
Editor: Rio Apinino

Artikel Terkait