Menuju konten utama

Liverpool atau City: Siapa yang Paling Berpeluang Menjadi Juara?

Persaingan ketat Liverpool dan Manchester City untuk menjadi kampium Premier League dapat ditentukan hingga akhir kompetisi.

Liverpool atau City:  Siapa yang Paling Berpeluang Menjadi Juara?
Pemain Liverpool, Mohamed Salah (kiri) memperebutkan bola dengan pemain Manchester City, Fernandinho dalam pertandingan sepak bola Liga Primer Inggris antara Manchester City dan Liverpool di stadion Ethiopia, Manchester England, Kamis, 3 Januari 2019. AP / Jon Super

tirto.id - Liverpool dan Manchester City terus bersaing sengit untuk meraih gelar Premier League musim 2018-2019. Pada pekan ke-34 kedua tim sama-sama meraih hasil sempurna; Liverpool berhasil mengandaskan perlawanan Cardiff City dengan skor 2-0, sementara City menang 1-0 atas tamunya Tottenham Hotspur.

Bermain di Anfield, Liverpool menang berkat gol dari Georginio Wijnaldum dan James Milner. Dua-duanya terjadi pada babak kedua melalui situasi bola mati. Setelah Wijnaldum menyantap umpan sepak pojok mendatar Trent Alexander-Arnold pada menit ke-57, Milner menambah keunggulan pada menit ke-81 melalui titik penalti akibat pelanggaran yang dilakukan terhadap Mohamed Salah.

Dibandingkan dengan musim lalu, dua gol Liverpool tersebut mampu menunjukkan salah satu alasan mengapa penampilan Liverpool pada musim ini mengalami peningkatan drastis: mereka lebih ahli dalam memanfaatkan bola-bola mati.

Menurut data dari Whoscored, Liverpool musim ini sudah mencetak 18 gol dari situasi bola mati dan 7 gol dari tendangan penalti. Sementara itu, pada musim lalu mereka hanya mampu mencetak 11 gol dari situasi bola mati dan 2 gol dari tendangan penalti.

Soal memanfaatkan bola-bola mati, Jurgen Klopp, pelatih Liverpool, tak sungkan memuji kinerja anak asuhnya. “Kami memanfaatkan set-piece [situasi bola-bola mati] dengan cara yang fantastis. Anak-anak sangat cerdas. Mereka dapat menggunakan pengalamannya saat melakukan tendangan sudut pada babak pertama,” tutur Klopp, dikutip dari Guardian.

“Keputusan itu [sepak pojok mendatar] bukan berawal dari tempat latihan; keputusan itu berasal dari ruang ganti saat turun minum. Mereka sendiri yang memutuskan. Aku menyukainya.”

Sementara itu, City bertanding melawan Tottenham Hotspur, lawan yang baru saja menyingkirkan mereka dari panggung Liga Champions Eropa. City menang lewat gol cepat yang dicetak oleh gelandang muda mereka, Phil Foden.

Pada menit ke-5, Bernardo Silva melakukan penetrasi di sisi kiri pertahanan Spurs, lalu mengirimkan umpan silang ke dalam kotak penalti Spurs. Umpan itu kemudian diteruskan Kun Aguero ke arah Foden yang berdiri tanpa kawalan, persis di depan gawang Spurs.

Hal yang menarik, itu adalah gol pertama Foden di Premier League. Mantan anak gawang Manchester City itu tentu tak bisa menutupi kebahagiaannya.

“Gol itu sangat berarti bagiku,” kata Foden. Ia kemudian menambahkan, “Aku senang membantu tim dan senang mendapatkan kemenangan. Pertandingan apa pun yang aku mainkan akan selalu membuatku bersemangat.”

Pertanyaannya: Dari dua tim tersebut, tim mana yang paling berpeluang untuk meraih gelar Premier League musim ini?

City Bisa Juara Asalkan Pep Guardiola Tidak “Macam-Macam”

Saat ini, Liverpool memang masih menjadi pemuncak klasemen sementara. Tampil sebanyak 35 kali, Liverpool berhasil mengumpulkan 88 angka. Meski begitu, City yang saat ini berada di peringkat kedua dengan perolehan 86 angka, punya kans besar untuk menyalip Liverpool: anak asuh Pep Guardiola tersebut baru bermain sebanyak 34 kali, satu pertandingan lebih sedikit daripada Liverpool.

Namun, untuk menjadi juara, City tentu mempunyai tantangan yang tidak mudah: selain harus mengalahkan lawan-lawannya, mereka juga harus mampu mengalahkan diri mereka sendiri.

Dalam empat pertandingan sisa, City akan menghadapi Manchester United [24/4/2019], Burnley [28/4/2019], Leicester City [6/5/2019], dan Brighton Albion [12/5/2019]. Di atas kertas, United jelas menjadi satu-satunya tim yang berpotensi menyulitkan City. Namun, empat laga itu penting karena City harus memenangi empat laga tersebut. Masalahnya, Pep Guardiola ternyata tidak hanya satu-dua kali melakukan kesalahan dalam pertandingan-pertandingan penting.

Contoh teranyar kesalahan yang dilakukan Guardiola pada leg pertama babak perempat-final Liga Champions Eropa beberapa waktu lalu. Menghadapi Tottenham Hotspur, Guardiola memainkan taktik konservatif yang sulit untuk dimengerti. City bertahan agak dalam, bermain direct, dengan komposisi pemain yang salah. City pun kalah dalam pertandingan tersebut.

Henry Winter, jurnalis senior The Times yang menonton langsung pertandingan itu menulis, “ [Kemenangan] Spurs dibantu oleh keputusan membingungkan Guardiola yang memilih menyimpan Kevin De Bruyne dan Leroy Sane di bangku cadangan hingga menit ke-89. Keputusan memainkan Riyad Mahrez daripada Sane [dan memastikan bahwa Raheem Sterling bermain di kiri] juga menjadi bukti sebuah kesalahan. Itu adalah penampilan aneh dari City, hampir tampak hati-hati, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Guardiola."

Itu artinya, jika Guardiola kembali berbuat “macam-macam” dalam sisa pertandingan liga nanti, selain United, Leicester, Brighton, dan Burnley juga mempunyai peluang untuk membuat kejutan saat menghadapi City.

Liverpool Berpeluang Besar Sapu Bersih Tiga Laga Sisa

Dari akhir Februari hingga awal Maret 2019, Liverpool telah menjalani 6 pertandingan liga. Liverpool hanya mampu meraih 2 kemenangan dan 4 kali hasil imbang. Dalam 4 pertandingan yang berlangsung imbang tersebut, Liverpool bahkan hanya mampu mencetak dua gol. Manchester City kemudian mendekat, dan taktik konservatif Jurgen Klopp lantas dijadikan sebagai kambing hitam.

Tidak seperti pada musim 2017-2018 lalu, Liverpool memang bermain dengan cara agak berbeda pada musim ini. Daripada terus-terusan mengandalkan counter-pressing, mereka tak jarang bertahan agak dalam.

Masalahnya, dibanding memainkan gelandang-gelandang yang mempunyai karakter menyerang, Klopp justru lebih senang mengandalkan tipe gelandang petarung di lini tengah. Alhasil, karena kurangnya suplai dari lini tengah, ketajaman Sadio Mane, Roberto Firmino, serta Mohamed Salah, tiga penyerang Liverpool, sempat mandek dari akhir Januari 2019 hingga awal Maret 2019 tersebut.

Secara garis besar, adaptasi yang dilakukan Klopp tersebut sebetulnya membuahkan hasil. Selain hanya sekali kalah pada musim ini, Liverpool juga mampu tampil lebih seimbang; mencetak 79 gol dan hanya kebobolan 20 gol dalam 35 pertandingan [musim lalu mereka mencetak 84 gol tapi kebobolan 46 gol dalam 38 pertandingan]. Soal suplai bola dari pemain tengah ke lini depan, Klopp menggantikannya dengan dua hal sekaligus: duet full-back yang aktif menyerang dan melalui bola-bola mati.

Soal kinerja dua full-back Liverpool, catatan statistik tentu bisa menjadi bukti. Menurut Whoscored, Andrew Robertson dan Trent Alexander-Arnold sudah mencatatkan 17 assist pada musim ini, terbanyak di antara pemain-pemain Liverpool lainnya. Sementara Robertson menyumbang 9 assist, Arnold mendulang 8 assist.

Dengan pendekatan tersebut, tanpa counter-pressing yang menjadi ciri khas mereka, penampilan Liverpool memang tak sedap dipandang mata. Tetapi, permainan mereka menjadi lebih efektif, membuat mereka bisa tetap berbuat sesuatu saat menguasai bola lebih banyak daripada lawan. Dan saat taktik itu mulai nyetel belakangan ini, anak asuh Jurgen Klopp tersebut semestinya dapat melewati hadangan Huddersfield [26/04], Newcastle [04/05], dan Wolves [12/05], tiga sisa lawan mereka di Premier League dengan mudah.

Baca juga artikel terkait LIGA INGGRIS atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Gilang Ramadhan