tirto.id - Lagu "Hymne Guru: Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" acapkali bergema setiap tanggal 25 November, tepat saat peringatan Hari Guru Nasional. Lagu itu diciptakan oleh Sartono sebagai upaya untuk menghargai jasa para guru, terlebih dalam memajukan pendidikan di Indonesia.
Sartono adalah seorang mantan guru seni musik di sekolah yayasan swasta di Kota Madiun, Jawa Timur. Ia mempelajari musik secara otodidak tanpa mengenyam pendidikan soal musik, demikian seperti dilansir dari buku Kumpulan Lagu Wajib Nasional, Tradisional, & Anak Populer (2017) oleh Hani Widiatmoko, Dicky Maulana.
Pria kelahiran Madiun, 29 Mei 1936 ini tercatat sebagai satu-satunya guru seni musik di wilayah Madiun yang bisa membaca not balok, setidaknya dalam rentang tahun 1978. Karena keterbatasan alat musik saat itu, lagu Hymne Guru ia ciptakan dengan bersiul sambil menuliskan nadanya ke dalam kertas.
Sejarah Hari Guru Nasional
Penetapan Hari Guru Nasional sendiri tidak lepas dari hari lahir Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada 25 November 1945. Cikal bakal itu terjadi sekitar tahun 1912. Saat itu, guru-guru pribumi pada zaman Belanda membuat organisasi perjuangan bernama Persatuan Hindia Belanda (PGHB) yang terdiri dari: para guru bantu, guru desa, kepala sekolah dan penilik sekolah.
Dikutip laman resmi pgri.or.id, tujuan utama organisasi PGHB adalah memperjuangkan nasib para anggotanya. Perjuangan ini tidak mudah karena mereka berasal dari status sosial dan latar belakang pendidikan berbeda.
Seiring berjalannya waktu, lahir pula organisasi guru baru seperti Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Ambachtsschool (PGAS), Perserikatan Normaalschool (PNS), Hogere Kweekschool Bond (HKSB).
Kemudian, lahir organisasi guru yang bercorak keagamaan, kebangsaan atau lainnya seperti Christelijke Onderwijs Vereneging (COV), Katolieke Onderwijsbond (KOB), Vereneging Van Muloleerkrachten (VVM), dan Nederlands Indische Onderwijs Genootschap (NIOG) yang beranggotakan semua guru tanpa membedakan golongan agama.
Oleh karena terjadi ketimpangan antara guru pribumi dan guru Belanda, maka organisasi-organisasi tersebut sadar kalau mereka harus memperjuangkan persamaan hak dan posisinya. Perjuangan itu mendapat titik terang, kepala HIS yang dulunya selalu diberikan kepada orang Belanda, mulai diperbolehkan untuk dijabat oleh guru pribumi.
Para guru pribumi semakin berani bersikap menginjak tahun 1932 dengan mengubah nama nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan nama itu mengejutkan pihak Belanda karena ada kata "Indonesia" dan mereka tidak suka dengan itu karena dinilai mencerminkan semangat kebangsaan.
Kendati demikian, PGI sempat berada dalam masa mencekam karena Jepang melarang semua organisasi, bahkan menutup sekolah sehingga membikin Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak bisa beraktivitas lagi.
Namun, titik terang itu terjadi pada tanggal 24-25 November 1945. Mereka menggelar Kongres Guru Indonesia di Surakarta dan bersepakat untuk menghapus segala perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama dan suku.
Kongres itu pun sepakat mendirikan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada tanggal 25 November 1945. Bahkan, lewat Keputusan Presiden Nomor 78 tahun 1994, pemerintah Indonesia menerapkan dan memperingati Hari Guru Nasional setiap tanggal 25 November.
Lirik Lagu Hymne Guru: Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
Terpujilah Wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup
Dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir
Di dalam hatiku
Sebagai prasasti terimakasihku
Tuk pengabdianmu
Terpujilah wahai ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir didalam hatiku
Sebagai prasasti terimakasihku
Tuk pengabdianmu
Engkau bagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa
Editor: Iswara N Raditya