Menuju konten utama

LIPI: Banyak Remaja Ikut Gangster karena Masih Cari Jati Diri

Menurut Aulia, orang tua harus memberi dukungan kepada anak remaja agar tidak terjerumus ke dalam gangster. 

LIPI: Banyak Remaja Ikut Gangster karena Masih Cari Jati Diri
Ilustrasi Tawuran pelajar. FOTO/Istimewa

tirto.id - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai maraknya fenomena remaja yang ikut gangster karena mereka masih mencari jati diri. Hal itu disampaikan Peneliti Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, Aulia Hadi saat di Kantor LIPI, Jakarta Selatan, Rabu (15/5/2019).

"Masalah gangster terus minuman oplosan, itu bentuk tindakan-tindakan berisiko bagi remaja. Apalagi mereka lagi masa puber mencari jati diri, siapa sih saya? Dia akan mempertanyakan itu sebenarnya," ujar Aulia Hadi.

Alasan para remaja itu menjadi gangster dan mengonsumsi minuman beralkohol, kata dia, juga karena pengaruh teman sebayanya. Sebab, ketika sang anak mengonsumsi minunan keras dan menjadi anggota geng motor, mereka akan diakui oleh teman-temannya.

"Jadi mereka butuh pengakuan [sebagai anggota geng motor]. Itu bisa bentuk kenakalan remaja dalam mencari identitas dan peran keluarga yang kurang berfungsi dengan baik memberikan edukasi dan support," ucapnya.

Menurut Aulia, minimnya dukungan keluarga juga membuat sang anak mencari hal tersebut dengan teman sebayanya. Sehingga jika teman sebayanya berada dalam kelompok yang negatif, maka sang anak itu pun akan ikut mengonsumsi alkohol dan menjadi gangster.

Apabila orang tua tidak memiliki langkah konkret untuk mengantisipasi hal tersebut, kata dia, maka akan membuat sang anak terjerumus ke hal-hal yang negatif.

"Awalnya bermula dari coba-coba narkoba, terus miras, terus karena merasa kurang, akhirnya mencuri, terus jadi gangster. Itu kalau tidak ada edukasi dan sebagainya, otomatis punya ancaman untuk kriminal di ruang kota," kata Aulia.

"Menurut saya tantangan dan risikonya bisa jadi itu, menambah kriminal. Berbahaya untuk masa depan mereka ke depan," tambahnya.

Oleh karena itu, dirinya menyarankan kepada para orang tua untuk membangun komunikasi yang intensif bersama anak. Agar hal-hal yang tidak diinginkan tak terjadi.

"Itu jadi PR [Pekerjaan Rumah] bagi keluarga milenial dan perkotaan. Apalagi kelas menengah atas yang kurang banyak waktu, anak malah cenderung mengobrol dengan tetangga dibandingkan orang tuanya," pungkasnya.

Kemudian ia juga mengimbau agar para orang tua mulai mengarahkan anak-anaknya untuk nengikuti kegiatan-kegiatan yang positif.

"Lebih baik diarahkan untuk mengikuti komunitas kepemudaan, karang taruna. Itu tantangan kita buat [mengedukasi anak] lebih aktif," terangnya.

Baca juga artikel terkait LIPI atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Alexander Haryanto