Menuju konten utama

Lip Service Jokowi di Sidang Tahunan: Tetap Ingin Kritik Membangun

Jokowi klaim kritik yang membangun itu sangat penting, tapi pada kenyataannya masyarakat yang mengkritik pemerintah mendapatkan represi dari aparat.

Lip Service Jokowi di Sidang Tahunan: Tetap Ingin Kritik Membangun
Presiden Joko Widodo memberi salam saat menyampaikan pidato kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR Tahun 2021 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/8/2021). ANTARA FOTO/Sopian/Pool/wpa/aww.

tirto.id - Presiden Joko Widodo mengaku mendapatkan banyak kritik terhadap pemerintahannya saat ini, terutama dalam menangani pandemi COVID-19.

“Saya menyadari adanya kepenatan, kejenuhan, kelelahan, kesedihan, dan kesusahan selama pandemi

Covid-19 ini. Saya juga menyadari, begitu banyak kritikan kepada pemerintah, terutama terhadap hal-hal yang belum bisa kita selesaikan," kata Jokowi saat berpidato pada Sidang Tahunan MPR RI 2021 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (16/8/2021).

Jokowi mengklaim dirinya siap menerima kritik atas kebijakan yang diambilnya. Bahkan, Jokowi mengaku siap menjawab pelbagai kritik dengan penuh tanggung jawab.

"Kritik yang membangun itu sangat penting dan selalu kita jawab dengan pemenuhan tanggung jawab, sebagaimana yang diharapkan rakyat,” kata Jokowi.

Meski menerima banyak kritik, Jokowi tetap mengapresiasinya demi budaya demokrasi yang harus terus dibangun.

"Juga berterima kasih kepada anak bangsa yang menjadi bagian dari warga negara yang aktif dan terus ikut membangun budaya demokrasi," jelasnya.

Namun, apa yang diucapkan Jokowi tentang kritik berbeda dengan kenyataan yang ada saat ini.

Akhir-akhir ini, banyak individu hingga lembaga yang mengkritisi kebijakan pemerintah pada akhirnya harus menghadapi proses hukum dengan peraturan karet, yakni Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Salah satu orang yang jadi korban UU ITE setelah mengkritik pemerintah saat ini adalah Faisol Abod Batis, pada 17 Juli 2019. Dia dilaporkan ke polisi setelah mengkritik Jokowi ihwal konflik agraria dengan basis data di Instagram. Subdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri yang menangkap Faisol.

Penangkapan ini dikecam oleh Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform Erasmus Napitupulu. Dia menilai Faisol tak melanggar undang-undang apa pun, penangkapan ini seolah kembali membuktikan UU ITE digunakan untuk membungkam kritik.

"Jadi dari dahulu memang diarahkan bagaimana caranya untuk melindungi presiden. Itu yang bahaya sebenarnya," ujar Erasmus saat dihubungi Tirto, Kamis (18/7/2019).

Tak hanya itu, di tahun ini pun Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia menyematkan “King of Lips Service” kepada Jokowi.

Kritik itu disampaikan lewat akun Instagram BEM UI dengan menyematkan foto Joko Widodo mengenakan sebuah mahkota. Mereka mengkritik soal pelemahan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi, revisi UU ITE, dan represi terhadap demo mahasiswa.

Namun, BEM UI harus berurusan dengan pihak rektorat UI yang terkesan tak senang dengan kritik tersebut.

Terkini, berbagai coretan tembok di jalan seperti mural dan grafiti direspon aparat dengan menghapusnya, bahkan ada yang memburu senimannya.

Coretan-coretan tersebut dianggap menggangu estetika dan kenyamanan masyarakat. Padahal keberadaan mural menjadi tempat untuk menuangkan ekspresi dalam wujud visual untuk berbagai macam kebutuhan, mulai dari seremonial hingga protes.

Baca juga artikel terkait KRITIK JOKOWI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Politik
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto