Menuju konten utama

Lion Air Jatuh & Asuransi Kecelakaan Pesawat yang Tak Bisa Cair

Saat ada kecelakaan, secara otomatis penumpang pesawat akan menerima santunan kecelakaan dari Jasa Raharja, termasuk korban Lion Air JT-610.

Lion Air Jatuh & Asuransi Kecelakaan Pesawat yang Tak Bisa Cair
Customer Service Lion Air di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Indonesia Senin, 29 Oktober 2018. Pesawat Lion Air JT-610 jatuh ke laut beberapa menit setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta. AP Photo / Tatan Syuflana

tirto.id - Pesawat Lion Air bernomor JT-610 Jakarta-Pangkal Pinang jatuh Senin pagi (29/10) di Perairan Karawang, Jawa Barat. Sebagian puing-puing pesawat Boeing 737 MAX 8 dan jasad korban sudah ditemukan. Jumlah korban mencapai 178 penumpang dewasa, satu anak-anak, dua bayi dan 8 orang kru pesawat termasuk pilot, co-pilot, pramugari serta teknisi.

Para korban meninggalkan luka kesedihan bagi para keluarga yang ditinggalkan. Musibah memang tak bisa dihindari, tapi ada hak-hak korban pasca kecelakaan nahas tersebut. Apa yang bisa diperjuangkan para ahli waris dari korban kecelakaan pesawat?

Ada beberapa ketentuan yang mengatur masalah santunan dan ganti rugi yang diterima korban kecelakaan pesawat. Maskapai penerbangan merupakan pihak pertama yang harus bertanggung jawab atas korban kecelakaan. Ini karena, maskapai penerbangan secara yuridis memiliki tanggung jawab untuk memberikan kompensasi kepada para korban. Ketentuan ini berlaku secara internasional melalui Montreal Convention 1999 (PDF).

Artikel 21 yang tercantum dalam dokumen penting tentang tanggung jawab maskapai penerbangan internasional atau Essential Documents on International Air Carrier Liability (PDF) mengatur tentang kompensasi dalam kasus kematian atau cidera penumpang. Ketentuan ini menyebut, maskapai bertanggung jawab atas kerusakan yang diderita dalam kasus kematian atau cidera fisik penumpang, maka diberikan ganti rugi 100 ribu special drawing rights.

Spesial Drawing Rights (SDR) merupakan aset cadangan mata uang asing pelengkap yang ditetapkan dan dikelola oleh Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF). SDR awalnya didefinisikan setara dengan 0,88 gram emas murni, yang pada saat itu juga setara dengan satu dolar AS. Dengan begitu, penggantian korban kecelakaan pesawat maksimal senilai 100 ribu dolar AS atau setara dengan Rp1,5 miliar (dengan kurs $1 = Rp15.000).

Sebagai salah satu negara yang meratifikasi Montreal Convention 1999, Indonesia juga mengatur ketentuan tentang penerbangan melalui Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009. Pasal 141 Ayat 1 UU Penerbangan (PDF) menetapkan pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.

Produk turunannya adalah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara (PDF). Pasal 3 Huruf a Permenhub itu mengatur, jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat udara karena akibat kecelakaan pesawat udara atau kejadian yang semata-mata ada hubungannya dengan pengangkutan udara diberikan ganti kerugian sebesar Rp1,25 miliar per penumpang.

“Pihak pertama yang bertanggung jawab terhadap korban kecelakaan pesawat adalah maskapai penerbangan. Makanya maskapai penerbangan harus memiliki asuransi penerbangan untuk para penumpangnya,” jelas Gerry Soejatman, pengamat penerbangan dari CommunicAvia kepada Tirto.

Selain dari maskapai, penumpang pesawat yang menjadi korban kecelakaan juga berhak menerima ‘santunan’ dari perusahaan asuransi Jasa Raharja. Ini sebagaimana tertuang dalam ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 15 Tahun 2017 Tentang Besar Santunan dan Iuran Wajib Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Alat Angkutan Penumpang Umum di Darat, Sungai/Danau, Feri/Penyeberangan, Laut, dan Udara (PDF). Pasal 3 Ayat 2 Huruf a Permenkeu mengatur bahwa ahli waris dari penumpang yang meninggal dunia berhak atas santunan sebesar Rp50 juta rupiah.

Santunan tersebut didapat dari iuran wajib Jasa Raharja (IWJR). Sejak tahun 2001, penumpang pesawat udara dikenakan biaya senilai Rp5 ribu per orang dari tiket pesawat yang dibelinya. Besaran iuran tersebut sesuai dengan Pasal 8 PMK Nomor 15 tahun 2017. IWJR menjadi salah satu komponen penyusun harga tiket pesawat udara. Dengan begitu, jika diakumulasikan, maka total dana ganti rugi dan santunan yang diterima keluarga korban kecelakaan pesawat sejumlah Rp1,3 miliar per orang.

“Semurah-murahnya harga tiket yang dibeli oleh penumpang pesawat, terdapat IWJR di dalamnya. Sehingga, jika mengalami kecelakaan, secara otomatis penumpang pesawat akan menerima santunan kecelakaan dari Jasa Raharja,” jelas Gerry.

Infografik Asuransi kecelakaan pesawat

Lamanya penyelesaian klaim kecelakaan penerbangan menurut Dadang Sukresna, Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia periode 2018-2021, tergantung dari kelengkapan dokumen yang dibutuhkan. Serta, laporan resmi terkait kecelakaan penerbangan. Ia menjelaskan, santunan dan ganti rugi akan diberikan kepada ahli waris yang dilengkapi dengan pernyataan atau surat keterangan ahli waris. Selain itu, keterangan mengenai ahli waris tersebut harus dibuktikan di pengadilan.

“Pada prinsipnya, semua penumpang mempunyai hak santunan. Pihak yang menerima santunan harus dapat membuktikan dirinya adalah ahli waris. Tanpa adanya bukti dimaksud, maka hak santunan akan ditahan,” kata Dadang.

Nah, Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) (PDF) menyebutkan yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama.

Bila keluarga sedarah dan suami atau isteri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.

Berdasarkan Pasal 852a KUHPerdata, ahli waris berdasarkan hubungan darah terdapat empat golongan. Pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah meliputi anak-anak beserta keturunan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan atau yang hidup paling lama. Kedua, keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orangtua dan saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka.

Ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas dari pewaris. Keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam. “Ahli waris korban kecelakaan pesawat selain ke bawah, bisa juga ke atas dan ke samping. Tapi ini harus dibuktikan dengan hubungan darah,” jelas Gerry.

Jika korban kecelakaan pesawat tidak memiliki ahli waris, maka pembayaran santunan dan ganti rugi kecelakaan bisa ditangguhkan. Ini seperti yang terjadi pada salah seorang korban kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 dengan nomor penerbangan RA 36801, yang terjadi pada 9 Mei 2012 silam. Korban bernama Femi Adi Soempeno dinyatakan tidak mendapat santunan dari negara karena yang bersangkutan dinilai tidak memiliki ahli waris.

Direktur Utama PT Jasa Raharja saat itu Diding S. Anwar, saat itu menyatakan, UU Nomor 33 tahun 1964 tentang pertanggungan wajib kecelakaan mengatur bahwa ahli waris dari kecelakaan pesawat adalah suami atau istri sah yang ditinggalkan, anak yang sah yang ditinggalkan, serta orangtua kandung korban.

“Untuk kasus almarhuman Femi, beliau tidak memiliki keempat kriteria ahli waris itu. Sehingga kami anggap tidak memiliki ahli waris,” jelas Diding melansir Kontan.

Gerry Soejatman bilang, kasus Sukhoi tidak bisa dijadikan contoh untuk kasus kecelakaan pesawat lainnya. Ini karena, jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 tersebut terjadi saat pelaksanaan joyflight atau penerbangan non-komersial. Ini karena saat itu Sukhoi sedang melakukan demo terbang lantaran ingin memasarkan pesawat berteknologi barunya.

“Atas kejadian Sukhoi itu, santunan dan juga ganti rugi lebih kepada rasa kemanusiaan. Seluruh penumpang Sukhoi kan tidak memiliki tiket pesawat karena penerbangan tidak bersifat komersil. Jadi itu adalah kasus yang berbeda,” jelas Gerry.

Sementara itu menurut Gerry, seluruh penumpang Lion Air JT-610 yang jatuh di perairan Tanjung Karawang berhak atas santunan dan juga ganti rugi karena merupakan peserta penerbangan komersil.

Di samping santunan dan ganti rugi, penumpang pesawat juga bisa mendapatkan perlindungan asuransi perjalanan tambahan atau asuransi penerbangan. Ini bisa didapat dengan membeli polis yang banyak dijual secara terpisah melalui agen maupun gerai asuransi di bandara.

Situs Lion Air juga menawarkan pembelian asuransi perjalanan secara online. Ada dua jenis asuransi perjalanan yang tersedia; sekali perjalanan dan pulang pergi. Preminya pun cukup terjangkau. Untuk premi asuransi sekali jalan dengan rute domestik, penumpang hanya dikenakan biaya sebesar Rp18.500. Sedangkan premi asuransi sekali jalan untuk rute penerbangan internasional hanya sebesar Rp26.500.

Nominal premi menjadi lebih besar untuk perjalanan pulang pergi. Rute domestik membebankan nominal Rp45 ribu untuk asuransi selama 1-7 hari. Sedangkan untuk penerbangan pulang pergi dengan durasi waktu 8-15 hari, dibebankan premi senilai Rp55 ribu. Nominal Rp85 ribu dibebankan untuk biaya asuransi pulang pergi rute domestik kurun waktu 16-30 hari.

Untuk penerbangan pulang pergi rute internasional selama 1-7 hari, penumpang bisa membayar asuransi tambahan senilai Rp55 ribu. Jika penerbangan berlangsung selama 8-15 hari, maka premi yang harus dibayarkan senilai Rp85 ribu. Nominal Rp125 ribu dibebankan untuk biaya asuransi pulang pergi rute internasional dengan durasi waktu 16-30 hari.

Manfaatnya, keluarga penumpang maupun ahli waris dapat mengklaim senilai Rp500 juta jika terjadi kecelakaan untuk asuransi perjalanan sekali jalan. Sedangkan untuk pulang pergi maksimum senilai Rp350 juta. Ini belum ditambah dengan dana senilai masing-masing Rp250 juta bagi pemilik asuransi perjalanan pulang pergi untuk biaya medis terkait kecelakaan dan juga evakuasi darurat medis.

Data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menyebutkan pangsa pasar lini bisnis asuransi penerbangan masih minim, sekitar 1,7 persen terhadap total bisnis asuransi umum. Mungilnya kontribusi lini bisnis ini karena asuransi penerbangan merupakan risiko yang spesifik. Sepanjang paruh pertama 2018, AAUI mencatat perolehan premi lini bisnis asuransi penerbangan dan satelit sebesar Rp561,02 miliar.

Baca juga artikel terkait LION AIR JATUH atau tulisan lainnya dari Dea Chadiza Syafina

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Dea Chadiza Syafina
Editor: Suhendra