Menuju konten utama

Lini Pertahanan Arsenal yang Buruk dan Memalukan

Unai Emery sejauh ini gagal membuat Arsenal bermain secara adaptif. Mengapa demikian?

Lini Pertahanan Arsenal yang Buruk dan Memalukan
Pelatih Arsenal Unai Emery tersenyum sebelum pertandingan sepak bola Liga Primer Inggris. AP Photo / Tim Ireland

tirto.id - Lima gol Liverpool yang bersarang ke gawang Arsenal pada Desember 2018 membuat Tony Cascarino, kolumnis The Times, berpikir bahwa pemain belakang Arsenal sama sekali tak bisa bertahan.

Dalam pertandingan yang berlangsung di Anfield tersebut, gol-gol The Reds terjadi bukan karena serangan dahsyat, melainkan akibat keteledoran tembok pertahanan The Gunners. Cascarino menyebut: “Pemain-pemain belakang Arsenal tidak bisa bertahan sebagai satu kesatuan.”

Sepanjang 20 tahun berkarier sebagai penyerang dalam sepakbola profesional, Cascarino melihat masalah itu lewat keputusan-keputusan janggal Unai Emery, pelatih Arsenal, di sepanjang pertandingan.

Saat pelatih berkebangsaan Spanyol tersebut mengganti Shkodran Mustafi dengan Laurent Koscielny, sekaligus mengubah skema empat bek Arsenal menjadi tiga bek sejajar, Cascarino menganggap “Emery tahu bahwa ia tidak dapat memercayai apa yang sedang dilakukan oleh para pemainnya.”

Sementara terkait pergerakan Sokratis, Cascarino menulis: “Bek asal Yunani itu selalu menghajar Salah dan mengakibatkan penalti, yang berhasil dieksekusi Salah, dan membuat Liverpool unggul 4-1. Ia bertahan secara gegabah dan cara itu jelas tidak cocok dilakukan dalam sepakbola modern.”

Selain Sokratis, penampilan buruk bek-bek Arsenal lainnya juga tak luput dari pengamatan Cascarino: Stephan Lichtsteiner mempunyai andil besar terhadap gol pertama Liverpool, Mustafi tak berdaya saat Firmino mencetak gol keduanya, dan Kolasinac, tanpa maksud yang jelas, mendorong Dejan Lovren di dalam kotak penaltinya sendiri.

Cascarino lantas menutup analisisnya dengan pedas:

“Aku memang tidak yakin dengan kualitas Bernd Leno, penjaga gawang Arsenal. Tapi aku merasa kasihan kepadanya saat melihat kualitas orang-orang yang berdiri persis di depannya.”

Penyakit Lini Pertahanan

Sebagai pelatih, Emery meyakini bahwa adaptasi merupakan hal penting untuk tetap tampil kompetitif. Dan demi sebuah kemenangan, ia tak masalah apabila timnya tampil dominan ala strategi Pep Guardiola atau memperketat pertahanan layaknya racikan taktik Diego Simeone.

Maka, saat mulai melatih Arsenal pada musim panas 2018, Emery langsung mengubah pendekatan Arsene Wenger yang sudah mengakar di klub tersebut selama dua dekade lamanya. Mereka akan melakukan pendekatan taktik yang paling tepat untuk menghantam kelemahan lawan di dalam setiap pertandingan.

Namun, buruknya kinerja Arsenal dalam bertahan ternyata membuat pendekatan Emery berantakan. The Gunners bisa bermain menyerang dan tampil dominan di sepanjang pertandingan, tapi tetap kebobolan. Sementara ketika bermain bertahan dan mengandalkan serangan balik cepat, mereka juga kebobolan.

Arsenal bahkan hampir selalu kebobolan kendati pun bermain dengan ragam formasi: 4-3-3, 4-2-3-1, 4-4-2 berlian, hingga 3-5-2.

Alhasil, Arsenal akhirnya menutup Premier League musim 2018-2019 dengan kurang memuaskan. Mereka hanya bercokol di peringkat ke-5 dengan raihan 70 angka, di bawah Manchester City, Liverpool, Tottenham Hostpur, dan Chelsea.

Hitung-hitungan statistiknya seperti ini: Arsenal kebobolan 51 gol di Premier League, terburuk di antara tim-tim peringkat lima besar lainnya. Dan, rataan kebobolan The Gunners juga mencapai 1,3 gol per laga, lebih buruk dari, katakanlah, Chelsea yang rataan kebobolannya hanya mencapai 1 gol per laga.

Seakan membenarkan pendapat Cascarino, Emery lantas menyorot kinerja lini belakang Arsenal dengan segera melakukan cuci gudang pada musim panas 2019. Sementara Laurent Koschielny, Carl Jenkinson, hingga Nacho Monreal dilego, Emery memboyong David Luiz, William Saliba, serta Kieran Tierney.

Namun, alih-alih membaik, penampilan Arsenal dalam bertahan justru semakin berantakan. Di Premier League musim ini, The Gunners bahkan sudah kebobolan 8 gol hanya dalam 5 laga. Itu artinya: secara rata-rata gawang Leno kebobolan 1,6 gol per laga, jauh lebih buruk daripada musim sebelumnya.

Dan, apa boleh bikin, hampir semua gol terjadi karena kesalahan pemain-pemain belakang. Cascarino pun kembali mengkritik lini pertahanan Arsenal. Untuk David Luiz, misalnya, ia mengatakan:

“Arsenal membutuhkan bek baru pada musim panas ini, seorang yang mampu bermain tenang dan mempunyai kualitas kepemimpinan – dan mereka justru mengeluarkan 8 juta paun untuk David Luiz, seorang pemain yang tidak bisa mewakili semua kualitas itu.”

Kritik Cascarino tersebut jelas ada benarnya. Akan tetapi, saat melihat Emery yang adaptif tak kunjung mampu memperbaiki kinerja Arsenal dalam bertahan, masalah mereka tentu tak sesederhana itu.

Luiz, yang sudah bermain dalam empat pertandingan bareng Arsenal, memang melakukan kesalahan saat Arsenal bermain imbang 2-2 melawan Watford pada 15 September 2019. Saat The Gunners kalah 3-1 dari Liverpool akhir Agustus 2019, Luiz juga tampil layaknya bek amatiran.

Menariknya, catatan bertahan Luiz bersama Arsenal ternyata lebih apik daripada saat bermain bersama Chelsea pada musim 2018-2019.

Bersama The Blues, Luiz rata-rata melakukan 1,1 kali tekel, 1 intercept, dan 0,9 pelanggaran di dalam setiap pertandingan. Bersama Arsenal, jumlah tekel dan pelanggaran Luiz menurun menjadi 1 kali dan 0,8 kali per laga, sedangkan intersepnya naik pesat menjadi 1,8 per laga.

Ketika The Gunners bertandang ke Vicarage Road markas Watford, ada pula catatan "ajaib": tuan rumah berhasil melakukan 31 kali tembakan. Ya, Anda tidak salah membaca: 31 tembakan.

Asal tahu saja, itu merupakan jumlah tembakan terbanyak yang pernah didapat Arsenal sejak Opta mulai mengepul data statistik pada musim 2003-2004 alias 16 tahun lalu!

Peran Semenjana Granit Xhaka

Pada tahun 2011, Sid Lowe, jurnalis Guardian, pernah mewawancarai Juanma Lillo, sosok yang dianggap sebagai “otak sepak bola Spanyol”, Bapak Formasi 4-3-2-1, sekaligus mentor Pep Guardiola. Dalam wawancara yang tayang di Blizzard itu, Lowe sempat bertanya:

“Bagaimana cara Anda dalam mengatur tim? Sederhananya, jika Anda pergi ke sebuah klub dan berpikir: siapa bek kanan saya, siapa bek kiri saya, siapa gelandang tengah saya, dan sebagainya?”

Lillo menjawab pertanyaan itu secara filosofis. Menurutnya, ia terbiasa bergabung bersama klub yang sudah dalam kondisi 80%, sehingga ia tidak bisa mengatur klub itu secara leluasa. Sebab itu, ia harus mempelajari para pemain yang tersedia, bukan sebaliknya, termasuk memberi petunjuk terkait pendekatannya.

“Jika Anda berkata, ‘Mari kita melakukan evaluasi terhadap bek kanan,’ maka saya akan menjawab, ‘tapi siapa yang bermain di sampingnya? Siapa yang berada di depannya? Siapa pemain yang paling dekat dengannya?'”

Secara teoritis, pendekatan Lillo tersebut dapat digunakan untuk mengulik masalah Arsenal dalam bertahan.

Saat Arsenal bermain imbang 2-2 melawan Spurs di Emirates (01/09/2019), Emery memilih bermain direct dengan mengandalkan formasi 4-3-3: ketika menyerang, mereka hanya mengandalkan tiga pemain depannya, sedangkan tiga gelandang petarung yang dipilih akan lebih banyak bertugas dalam membantu pertahanan.

Pendekatan Arsenal tersebut, pada akhirnya, tidak berjalan lancar.

Michael Cox, analis sepakbola The Athletic, menilai bahwa Arsenal tidak bermain secara kohesif dalam pertandingan itu. Penyebabnya: Alexandre Lacazette, yang ditugaskan berperan layaknya Roberto Firmino dalam pertandingan itu, gagal menghubungkan serangan Arsenal.

Namun, kegagalan Lacazette sebagai false nine ternyata bukan sorotan utama dalam pertandingan itu. Adalah peran Granit Xhaka di depan garis pertahanan Arsenal yang begitu kacau sehingga menyebabkan mereka kebobolan dua kali.

Gol pertama Spurs, misalnya, berawal ketika Xhaka kalah duel udara dengan Harry Kane, dan memaksa Skoratis untuk melapisnya. Sementara itu, gol kedua The Lilywhites juga berawal dari pelanggaran Xhaka terhadap Son di dalam kotak penalti Arsenal.

Khusus keteledoran Xhaka yang kedua, Garry Neville dan Greme Souness yang kini berkarier sebagai pundit di televisi, sampai mengeluarkan komentar pedas. Neville mengatakan Xhaka “gila”. Sedangkan Souness menyebutnya “memalukan”.

Lalu Neville kembali menambahkan: “Xhaka adalah pemain berpengalaman yang tampak seperti pemain tidak berpengalaman. Aku selalu melihat Xhaka selalu melakukan hal yang sama dalam setiap minggu, setiap musim.”

Cahrlie Eccleshare dari Telegraph turut berpendapat bahwa dua kesalahan Xhaka tadi bisa jadi alasan utama mengapa lini pertahanan Arsenal bisa dengan mudah dieksploitasi oleh lawan. Selain sering membuat pemain The Gunners berada dalam posisi dilematis, gelandang berkebangsaan Swiss tersebut juga terlalu “liar” untuk berdiri persis di depan pertahanan.

Pandangan Eccleshare itu bukannya tidak berdasar. Menurut Whoscored, Xhaka sejauh ini sudah melakukan 11 kali pelanggaran--hampir tiga kali lipat lebih banyak di antara pemain-pemain Arsenal lainnya--dan hanya melakukan 3 kali intersep, berada jauh di bawah Matteo Guendouzi (10), Ainsley Maitland-Niles (10), dan David Luiz (7).

Adapun catatan Xhaka, yang sudah 4 kali membela Arsenal di Premier League musim ini, juga lebih buruk dari catatan Rodri dan Fabinho, gelandang bertahan Manchester City serta Liverpool.

Rodri hanya melakukan 8 kali pelanggaran dan berhasil melakukan 4 intersep dalam 5 pertandingan, sedangkan Fabinho hanya melakukan 5 pelanggaran dan berhasil melakukan 5 intersep, juga dalam 5 pertandingan.

Infografik Pertahanan Bapuk Arsenal

Infografik Pertahanan Bapuk Arsenal. tirto.id/Quita

Penampilan bagus kedua pemain tersebut jelas sangat berpengaruh terhadap penampilan timnya dalam bertahan. Sementara rataan tembakan ke arah gawang City sejauh ini hanya mencapai 6,2 kali per laga, rataan tembakan ke arah gawang Liverpool juga hanya mencapai 10 kali dalam setiap laga.

Di sisi lain, Arsenal harus menerima 19,2 percobaan tembakan ke arah gawang dalam setiap laga. Terburuk di antara tim-tim Premier League lainnya.

Eccleshare lalu memberi saran menarik: “Satu-satunya cara Arsenal untuk membatasi Xhaka dalam menghancurkan dirinya sendiri adalah dengan memberinya pendamping yang efektif, seperti anak-anak saat melakukan perjalanan sekolah.”

Saran Eccleshare itu sebenarnya sudah dicoba Emery ketika Arsenal bertanding melawan Spurs. Kala itu Xhaka diapit oleh oleh Lucas Torriera dan Matteo Guedonzui, dua gelandang dengan kemampuan bertahan di atas rata-rata. Namun, Xhaka tetap saja bermain semaunya.

Maka, berdasarkan teori Juanmal Lillo, ketika pertahanan Arsenal terus disalahkan, penampilan Xhaka, tentu saja, juga patut dikutuk habis-habisan.

Baca juga artikel terkait SEPAKBOLA INGGRIS atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Eddward S Kennedy