Menuju konten utama

Lika-liku Blok Mahakam Sebelum Jatuh ke Tangan Pertamina

Pertamina resmi mulai mengelola Blok Mahakam pada 1 Januari 2018.

Lika-liku Blok Mahakam Sebelum Jatuh ke Tangan Pertamina
Pekerja beraktivitas di Lapangan Senipah, Peciko dan South Mahakam (SPS) yang merupakan tempat pengolahan minyak dan gas bumi dari Blok Mahakam, Kutai Kartanegara, Rabu (27/12). Pertamina akan mengambil alih pengelolaan Blok Mahakam dari Total E&P Indonesie mulai 1 Januari 2018. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

tirto.id - Pertamina telah menyelesaikan masa transisi dan kini menjadi penguasa Blok Mahakam. Selama masa transisi, Pertamina mengaku sudah mengebor 14 sumur. "Pekerja sudah 98,2 persen sepakat gabung. Biaya pengeboran 23 persen lebih murah, 25 persen lebih cepat dari target. Ada penambahan cadangan 120 persen karena waktu ngebor dapat lapisan-lapisan baru."

Catatan di atas kertas itu disampaikan Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito kepada Tirto. Terhitung mulai 1 Januari 2018, Pertamina resmi mengambil alih kelola blok Mahakam dari Total E&P Indonesie (TEPI) dan Inpex Corporation yang sudah bercokol sejak 50 tahun lalu. Pengelolaan Blok Mahakam oleh Pertamina dilakukan lewat PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) yang merupakan anak perusahaan PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI). PHI merupakan entitas anak Pertamina. Mereka juga sudah menjalankan masa transisi di sepanjang tahun 2017.

“Investasi selama masa transisi kami sudah keluar sekitar $150 juta. Yang paling utama kami lakukan adalah menjaga produksi agar tidak turun,” kata Adiatma.

Jumlah produksi Mahakam per 29 Desember 2017 untuk gas sebesar 1.100 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dan minyak serta kondensat sebesar 48 ribu barel per hari. Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan realisasi produksi pada 2016, capaian tersebut terlihat menurun.

Di bawah kelola Total E&P, realisasi produksi gas pada 2016 bisa mencapai rata-rata 1.640 MMSCFD dan minyak serta kondensat 64 ribu barel per hari. Dalam rencana kerja Total E&P pada 2017 ditargetkan produksi harian minyak mentah dan kondensat bisa mencapai 53.000 barel.

Agar produksi sepanjang 2018 bisa meningkat lagi, Pertamina pun menargetkan rencana pengeboran sedikitnya 65 sumur. Perseroan juga telah menyiapkan dana investasi sekitar $700 juta yang berasal dari kas internal.

Selain itu, Pertamina juga diberi keistimewaan oleh pemerintah untuk menjual (share down) 39 persen porsi sahamnya kepada pihak lain. Sejauh ini Total E&P dan Inpex dikabarkan juga tengah menjajaki peluang tersebut. Hanya saja, hingga saat ini Pertamina belum juga memutuskan kepada siapa akan berbagi saham.

“Belum ada keputusan untuk itu. Jadi sekarang fokus dikelola dulu aja,” imbuh Adiatma.

Adapun perusahaan minyak asal Uni Emirat Arab, Mubadala Petroleum yang sempat menanyakan perihal Mahakam kepada Kementerian ESDM. Mubadala sendiri sudah berinvestasi di lapangan Ruby di Blok Sebuku dan berencana untuk berinvestasi di blok Andaman serta Natuna.

"Soal Mahakam mereka (Mubadala) juga sempat tanya. Kita sebagai Pemerintah bilang, ya silakan b to b ke Pertamina," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Ego Syahrial.

Wajar saja jika share down belum bisa dilakukan Pertamina. Sebab, untuk melangkah ke tahap itu, Pertamina harus terlebih dahulu memiliki nilai valuasi aset dari blok Mahakam. Nilai valuasi aset nantinya akan menentukan berapakah harga saham blok tersebut.

Nilai valuasi urung didapatkan lantaran aset yang ada masih dioperasikan oleh Total E&P hingga 31 Desember 2017. Dengan demikian, SKK Migas selaku pihak berwenang untuk melakukan perhitungan aset pun belum bisa menjalankan tugasnya itu.

Sejauh mana keandalan Pertamina mengelola blok migas?

Ini bukan kali pertama Pertamina mengambil alih kelola ladang migas. Pertamina sejauh ini sudah memiliki dua blok migas. Keduanya adalah blok Offshore North West Java (ONWJ) yang diakuisisi pada 2009 dan blok West Madura Offshore (WMO) yang diakuisisi pada 2011.

Lewat dua blok ini, Pertamina berhasil meningkatkan produksi dalam kurun waktu 4-5 tahun. Blok ONWJ meningkat 74 persen produksinya dari semula 23,1 juta barel perhari, menjadi 40,3 juta barel perhari. Begitupun blok WMO, produksinya mampu digenjot 48 persen menjadi 20,3 juta barel per hari dari semula hanya 13,7 juta barel.

Infografik blok mahakam kembali ke negara

Penantian Panjang

Kinerja Pertamina di Blok Mahakam masih dinantikan. Sebelum akhirnya jatuh ke tangan Pertamina, pengelolaan Blok Mahakam memang sempat menimbulkan polemik. Pemberitaan soal euforia alih kelola sudah ramai sejak dua tahun lalu, ketika Presiden Joko Widodo memutuskan untuk mengalihkan 100 persen hak pengelolaan blok tersebut kepada Pertamina.

Keputusan itu merupakan babak baru dari peliknya tarik ulur sikap pemerintah sejak 2008. Kala itu dengan dasar hukum UU Migas Nomor 22 Tahun 2001, Total E&P mengajukan permohonan perpanjangan kontrak pengelolaan blok Mahakam yang baru akan berakhir pada 2017. Perusahaan asal Perancis itu meminta perpanjangan hingga tahun 2037.

Semenjak itu, proses negosiasinya pun terus menimbulkan polemik. Silang pendapat terus bergulir dari tahun ke tahun di antara pejabat Kementerian dan lembaga terkait. Ada yang antusias blok Mahakam harus dikelola Pertamina, ada pula yang tak yakin akan kemampuan Pertamina.

Pada Juli 2013, Wakil Presiden Senior Total E&P Asia Pacific, Jean-Marie Gullermo sempat menemui Jero Wacik yang kala itu menjabat sebagai Menteri ESDM. Ia menawarkan masa transisi selama lima tahun pasca kontrak habis pada 2017. Selama masa transisi Total E&P akan membagi 30 persen saham blok Mahakam kepada Pertamina. Namun, hingga akhir masa Pemerintahan Presiden SBY tak kunjung mengambil keputusan terkait nasib blok Mahakam.

Pada Juni 2015, pemerintah akhirnya menetapkan Pertamina sebagai pengelola Blok Mahakam. Blok Mahakam merupakan produsen gas terbesar Indonesia yang kontribusi total produksi gas nasional sekitar 20%. Blok ini meliputi lapangan gas Peciko, Tunu, Tambora, Sisi Nubi dan South Mahakam. Selain itu termasuk juga lapangan minyak Bekapai dan Handil. Wilayah Kerja ini memiliki luas 2.738,51 km2 dan terletak di provinsi Kalimantan Timur serta merupakan wilayah kerja onshore dan offshore. WK Mahakam mulai berproduksi pertama kali pada tahun 1974.

TEPI dan Inpex Corporation menjadi operator pengelola Blok Mahakam sejak 1966 silam saat Kontrak Kerja Sama (KKS) WK Mahakam ditandatangani pada tanggal 6 Oktober 1966 dan berakhir tanggal 30 Maret 1997. Kontrak tersebut telah diperpanjang pada tanggal 11 Januari 1997 dan berakhir pada tanggal 31 Desember 2017.

Kini, blok Mahakam sudah kembali dikelola sepenuhnya oleh negara melalui Pertamina. Mampukah Pemerintah kembali mengulang hal serupa di sektor lain seperti tambang dengan mengambil alih kelola PT Freeport Indonesia?

Baca juga artikel terkait PERTAMINA atau tulisan lainnya dari Dano Akbar M Daeng

tirto.id - Bisnis
Reporter: Dano Akbar M Daeng
Penulis: Dano Akbar M Daeng
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti