Menuju konten utama

Libur Panjang Bikin Rekor Peningkatan Kasus Corona Berulang

Libur panjang memicu mobilitas warga. Dalam kasus terdahulu, itu sama saja mempercepat peningkatan kasus.

Libur Panjang Bikin Rekor Peningkatan Kasus Corona Berulang
Warga melintas di depan mural berisi ajakan melawan corona di Jalan Pahlawan Komarudin RW 03, Cakung Barat, Jakarta Timur, Sabtu (17/10/20). ANTARA FOTO/Suwandy/hp.

tirto.id - Libur panjang hampir tiba. Rabu, 29 Oktober 2020, adalah hari peringatan maulid Nabi Muhammad saw. Berdasarkan SKB 3 Menteri, pemerintah pun menetapkan cuti bersama pada Selasa 28 Oktober dan Jumat 30 Oktober. Tanggal merah itu ditambah dengan libur akhir pekan. Praktis, hari kerja pekan depan hanya dua hari.

Presiden Joko Widodo lantas mewanti-wanti agar libur panjang "jangan sampai berdampak pada kenaikan kasus COVID-19." Dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (19/10/2020), ia mengatakan ini dengan merujuk libur panjang terakhir yang mengakibatkan "kenaikan [kasus Corona] yang agak tinggi."

Libur panjang yang dimaksud adalah perayaan 17 Agustus-tahun baru Islam pada 20 Agustus dan libur hari raya Idulfitri.

Pada 20 Agustus, ada 144.945 kasus kumulatif COVID-19 di Indonesia, bertambah 12.129 dari pekan sebelumnya (14/8/2020). Sepekan berselang dari libur panjang (27/8/2020), kasus COVID-19 bertambah 15.220 menjadi 160.165. Pada 3 September, dua pekan setelah libur panjang, jumlah kasus mencapai 180.646 alias bertambah 20.481 dari pekan sebelumnya.

Sepanjang dua pekan itu, tiga kali rekor kasus harian terpecahkan. Pada 27 Agustus, terdapat 2.657 kasus baru--terbanyak sejak COVID-19 diumumkan masuk ke Indonesia untuk pertama kali. Rekor ini pecah keesokan harinya dengan 3.003 kasus baru. Rekor itu pun tak bertahan lama sebab pada 29 Agustus ditemukan lagi 3.308 kasus baru.

Pada Idulfitri 13 Mei, jumlah kasus positif di Indonesia mencapai 14.749, bertambah 2.678 dari pekan sebelumnya. Sepekan selepas Idulfitri (20/5/2020), kasus COVID-19 mencapai 18.496 atau bertambah 3.747 dari pekan sebelumnya. Tren peningkatan itu bertahan hingga pekan berikutnya dengan penambahan 4.669, dengan total kasus menjadi 23.165.

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan secara teori penularan virus itu memang disebabkan mobilitas dan interaksi. "Sudah ada dua contoh itu untuk pandemi Covid yang memberikan dasar sangat kuat kecurigaan terhadap potensi meningkatnya kasus,” kata Dicky kepada reporter Tirto, Rabu (20/10/2020).

Sejumlah strategi pun disiapkan pemerintah untuk mengantisipasi hal ini. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengimbau warga yang berdomisili di zona merah untuk tetap di rumah. Kedua, masyarakat yang ingin bepergian ke luar kota harus melakukan tes PCR dan dalam status negatif. Ia ingin agar tidak ada penularan kasus dari daerah ke daerah lain.

Ketiga, mendorong kembali program pertahanan daerah dari COVID-19 seperti kampung sehat dan kelurahan sehat. Tito juga kembali mengajak masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan.

Terakhir, soal mekanisme pembukaan tempat wisata. "Tempat-tempat wisata ini harus betul-betul dibicarakan oleh kepala daerah, dengan forkopimda, pengelola tempat wisata [agar] tidak terjadi kerumunan masif," kata Tito, Senin (19/10/2020).

Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito pernah memaparkan hasil riset yang menunjukkan pengurangan laju mobilitas saat pandemi terbukti berefek pada pengurangan angka penularan COVID-19 secara signifikan.

Salah satu riset yang dipaparkan adalah Effect of Human Mobility Restriction on The Spread of COVID-19 in Shenzhen China Modelling Study Using Mobile Phone Data. Hasil riset di Cina itu menyimpulkan pengurangan mobilitas warga dalam kota sebanyak 20 persen dapat melandaikan kurva kasus sebesar 33 persen.

Lalu, pengurangan mobilitas di dalam kota sebanyak 40 persen dapat melandaikan kurva kasus sebesar 66 persen. Bahka pengurangan mobilitas dalam kota sebanyak 60 persen dapat melandaikan kurva 91 persen.

Wiku menjabarkan pula hasil penelitian yang menyigi data dari 130 negara bertajuk Stay at Home Works to Fight Again COVID-19 International Evidance from Google Mobility. Riset tersebut menemukan bahwa peningkatan 1 persen saja jumlah warga yang berdiam di rumah bisa mengurangi 70 kasus penularan COVID-19 dan tujuh kematian pasien Corona secara mingguan.

Bahkan, 1 persen pengurangan mobilitas warga menggunakan transportasi umum di terminal, stasiun, dan bandara dapat mengurangi 33 kasus penularan dan empat kematian mingguan.

Sedangkan 1 persen pengurangan kunjungan masyarakat ke pertokoan ritel dan tempat rekreasi dapat mengurangi 25 kasus penularan dan tiga kematian pasien secara mingguan.

Masih berdasarkan studi yang sama, pengurangan kedatangan karyawan ke tempat kerja sebesar 1 persen dapat pula mengurangi 18 kasus penularan dan dua kematian periode mingguan.

"Bisa dibayangkan berapa banyak nyawa yang bisa dilindungi dan diselamatkan dengan pengurangan kunjungan tadi," kata Wiku.

Namun menurut epidemiolog dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Mouhamad Bigwanto, masyarakat akan dapat bepergian karena sudah jenuh, apalagi imbauan tak disertai pembatasan.

Strategi ini menurutnya tidak akan efektif mengingat imbauan serupa tanpa kebijakan pembatasan juga disampaikan pemerintah menjelang libur panjang tahun baru Islam. "Ada kemungkinan terjadi hal yang sama," kata Bigwanto kepada reporter Tirto, Selasa (20/10/2020).

Demikian juga kewajiban menyertakan surat hasil tes COVID-19 sebelum bepergian. Itu tidak efektif karena surat bukan jaminan orang tidak akan tertular beberapa saat setelah tes dan membawanya ke daerah.

Namun persyaratan seperti itu tetap perlu karena setidaknya "bisa membantu menekan peningkatan mobilitas yang enggak perlu."

Baca juga artikel terkait LIBUR PANJANG atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino