Menuju konten utama

Liam Gallagher Menolak Membusuk dan Dilupakan

Tahun ini, si bocah bengal dari Manchester kembali dengan album yang dipuji para kritikus.

Liam Gallagher Menolak Membusuk dan Dilupakan
Liam Gallagher berpose untuk potret sambil mempromosikan album solonya "As You Were" di Santa Monica, California, A.S., 25 Juli 2017. REUTERS/Mario Anzuoni

tirto.id - "Apakah kamu masih bersenang-senang di Oasis?"

"Yeah, I'm rocking. Selama aku diperbolehkan melakukan tugasku, semua akan baik-baik saja. Aku senang. Tapi kalau aku tidak dibolehkan kerja, aku tidak senang. Noel adalah penulis lagu yang super-dahsyat, dan akan selalu begitu. Tapi nyanyi itu tugasku. Kalau dia mulai nyanyi dan bikin lagu, terus aku ngapain? Bikin teh?"

Sejarah Liam Gallagher adalah kisah tentang sirkus kehidupan. Ia tumbuh menjadi bocah bengal menjurus kriminal, dan sepertinya akan terus begitu. Hingga ia sadar bisa bernyanyi, dan membentuk band The Rain. Suatu hari, sang kakak, Noel, pulang dari tur Amerika sebagai kru band Inspiral Carpet. Ketika tahu sang adik jadi penyanyi band, Noel tertawa sembari meledek.

"Ha? Dia vokalisnya? He can't fucking sing."

Namun, ketika akhirnya mendengar Liam bernyanyi bersama The Rain, ia kaget melihat betapa bagusnya sang adik bernyanyi. Beberapa minggu kemudian, Liam mengajak Noel nge-jam. Di banyak kisah yang dituturkan, Noel dipaksa bergabung dan akhirnya membuat band ini menjadi Oasis lalu jadi terkenal. Liam tidak mau mengakui kisah itu.

"Yang sebenarnya terjadi adalah ia bersimpuh dan memohon, 'aku akan melakukan apapun, tapi tolong biarkan aku gabung band kalian'," ujar Liam, seperti bisa disaksikan di film dokumenter Supersonic (2016).

Memakai versi mana pun, akhirnya The Rain menjelma menjadi Oasis, dan menjadi salah satu band rock tersukses sepanjang masa. Album Definitely Maybe berisi tembang-tembang klasik. Mulai dari "Live Forever" yang anthemic, "Supersonic" yang mengguncang, juga "Cigarettes & Alcohol" yang membuat pendengarnya bingung: apakah ini adalah lagu bagi nihilis, atau lagu motivasi?

Di album kedua, (What's the Story) Morning Glory? Oasis sudah sampai pada titik yang membuat mereka bisa dengan percaya diri mendaku sebagai band terbaik dunia saat itu. Tak ada yang berani menyangkal. Di sana pula, bibit pertikaian antara Gallagher bersaudara yang sudah ada sejak mereka kecil, kembali tumbuh subur.

Para penggemar Oasis pasti tahu, di tubuh band itu Noel adalah sang pencipta lagu dan Liam adalah penyanyi. Nyaris semua lagu besar Oasis adalah ciptaan Noel. Dan di penggarapan album kedua, Noel mulai merasakan kalau suaranya boleh juga, dan menjadi penyanyi bisa menjadi magnet bagi para penggemar perempuan. Ia kemudian memaksa untuk bernyanyi.

Dalam keluhannya yang disampaikan di atas, Liam sadar betul bahwa sang kakak adalah pencipta lagu yang dahsyat. Ia adalah mesin bagi Oasis. Tapi, kata Liam ketus, menyanyi adalah bagiannya. Tapi ia adalah adik yang kerap mengalah pada sang kakak. Maka, walau berat hati, ia mempersilakan sang kakak bernyanyi.

Di Supersonic, penonton bisa melihat bagaimana terbelahnya pikiran Liam soal Noel. Di satu sisi, ia mengagumi sang kakak sebagai seorang penulis lagu. Tapi di sisi lain, ia membenci Noel yang arogan dan kerap menindasnya.

Salah satu momen yang menunjukkan betapa rapuhnya hubungan mereka berdua terjadi pada saat konser hari kedua di Maine Road, 1996. Saat lagu "Whatever", Liam berhenti bernyanyi di bagian awal lagu setelah berdebat dengan Noel soal cara bernyanyi. Setelah merepet, Liam akhirnya hanya duduk-duduk sembari merokok.

Baca juga: Kenapa Antar Saudara Kandung Saling Bertengkar

Tapi di lagu berikutnya, "Cast No Shadow", terjadilah salah satu hal paling monumental dalam karier mereka. Perpaduan suara Liam—yang kemungkinan besar masih emosional—dan Noel yang menjadi penyanyi latar di lagu itu membuat bulu kuduk merinding. Penampilan mereka di lagu itu dianggap sebagai salah satu yang terbaik dalam sejarah manggung Oasis. Liam mengganti lirik di bagian reff, seolah mengisahkan perasaannya.

"When you take my soul, don't take my pride. You can take my soul, don't take my pride."

Baca juga: Dave Grohl & Foo Fighters yang Moncer Selepas Band Lama

Pride, harga diri, yang kemudian membuat Liam menolak untuk jadi catatan kaki dalam buku bernama Gallagher. Selepas Oasis bubar pada 2009 setelah membuat 7 album studio, Liam membentuk band Beady Eye. Ia berusaha lepas dari bayang-bayang sang kakak.

Beady Eye memang tak sesukses Oasis, tapi itu membuktikan Liam enggan berdiam diri dan membiarkan dilupakan orang. Perjalanannya tak mulus. Suara Liam memburuk, hasil dari gaya hidup yang ugal-ugalan. Salah satu yang terburuk, ironisnya, adalah di salah satu panggung terbesar Beady Eye, saat upacara penutupan Olimpiade London 2012.

"Suaranya mirip Squidward," kata salah seorang komentator di Youtube.

Infografik Liam Gallagher

Banyak orang menduga karier Liam sudah berakhir. Ia akan selalu dikenang sebagai vokalis Oasis, dan tak bisa sukses setelah band itu bubar. Yang terburuk: orang akan mengingatnya sebagai adik yang tak bisa apa-apa tanpa sang kakak. Noel jelas bisa menepuk dada sembari bilang: aku yang bikin lagu "Wonderwall" dan "Live Forever", kamu bikin apa?

Baca juga: Mereka Dominan di Band

Tapi ternyata harga diri yang membuat Liam enggan berhenti. Selepas Beady Eye bubar pada 2014, ia mencoba solo karier. Sembari beberapa kali ditanggap sebagai komentator tentang kelakuan kakaknya—semua orang suka ocehan Liam tentang kakaknya, selalu segar dan bisa jadi diksi baru dalam dunia ejek mengejek—ia mulai menulis lagu untuk karier solonya.

Hasilnya baru terlihat pada 2017 lewat album solo perdananya, As You Were. Album ini mengejutkan karena beberapa hal. Pertama, Liam kembali bisa bernyanyi—walau tak mengagetkan bagi mereka yang rutin menyimak konser-konser terbaru Liam. Kedua, album ini membuktikan kapasitas Liam sebagai penulis lirik yang mumpuni.

Musiknya memang terkesan retro. Liam tak ingin repot-repot mencari pengaruh musikal yang sedang tren, ia jelas bukan orang seperti itu. Musiknya tetap terikat kuat pada akar: rock n roll. Tengok "Wall of Glass" yang bisa dengan mudah memancingmu ikut bernyanyi. Memang ada beberapa efek-efek psikedelia dan loop di beberapa lagu, seperti "Greedy Soul" atau "Universal Gleam."

Album ini mendapat sambutan baik dari para penggemar maupun kritikus. Penulis musik Stephen Thomas menyebut album ini sebagai album bersih dan modern. Sedangkan Leonie Cooper dari NME menyebut album ini adalah album yang bisa lebih dari cukup untuk meledakkan panggung stadion besar, dan menampilkan sisi lembut Liam. Mau tak mau, banyak pula yang membandingkan Liam dengan sang abang. Kali ini, Liam yang menang.

"Di usia paruh bayanya sekarang, dia adalah penyanyi yang berbeda dan lebih matang ketimbang masa jayanya di Oasis dulu. Tapi ia masih punya kharisma. Dan tidak seperti sang kakaknya, Liam menggarap albumnya dengan penuh warna dan semangat, elemen yang tidak hanya menghasilkan album bagus ini, tapi membuat album ini sebagai album terbaik dari Gallagher bersaudara paska Oasis," tulis Thomas.

Sementara itu, sang kakak tak mau kalah. Bersama bandnya, Noel Gallagher's High Flying Bird, ia menghasilkan album ketiga bertajuk Who Built the Moon yang dirilis sebulan setelah kemunculan As You Were. Sama seperti album sang adik, album Who Built the Moon juga mendapat review yang bagus dari para kritikus.

Mereka memang menapaki jalan yang berbeda. Noel ibarat sudah mapan, antara lain berkat kemampuan menulis lagu yang lebih baik ketimbang Liam. Lagipula, kariernya setelah lepas dari Oasis lebih panjang dan stabil. Sedangkan sang adik masih baru ancang-ancang untuk berlari. Ia membuktikan bahwa ia masih bisa bernyanyi, menempuh jalan sebagai penyanyi serta pencipta lagu, dan kariernya tak membusuk di tempat.

Dan As You Were menjadi pembuktian bahwa Liam menolak untuk dilupakan.

Baca juga artikel terkait OASIS atau tulisan lainnya dari Nuran Wibisono

tirto.id - Musik
Reporter: Nuran Wibisono
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Maulida Sri Handayani

Artikel Terkait