Menuju konten utama

Lewat Terowongan Seikan, Kereta Cepat Menembus Selat Tsugaru

Terowongan Seikan menguhubungkan Pulau Honshu dengan Pulau Hokkaido di Jepang.

Lewat Terowongan Seikan, Kereta Cepat Menembus Selat Tsugaru
Header Mozaik Imigran Terowongan Seikan. tirto.id/Ecun

tirto.id - Pada pertengahan 1976 para pekerja konstruksi bergegas menahan gelombang air yang merangsek ke dalam lokasi pembangunan Terowongan Seikan. Mereka tengah membangun di titik yang terletak sekitar 3 mil (4,8 km) di ujung utara yang menuju Pulau Hokkaido.

Esoknya media melaporkan kegagalan mereka menahan tekanan air yang menghasilkan semburan 40 ton per menit. Meski bisa dikendalikan menjadi 20 ton per menit, kegagalan ini benar-benar berisiko membuat pekerjaan yang telah berjalan selama empat tahun berakhir sia-sia.

Terowongan Seikan atau Seikan Tonneru adalah terowongan bawah laut yang menghubungkan Pulau Honshu dengan Pulau Hokkaido. Terowongan dengan panjang 53,5 kilometer ini sempat menjadi terowongan bawah laut terpanjang di dunia ketika dibuka pada Maret 1988.

Dari jarak tersebut, 23,3 Kilometer di antaranya terletak di bawah Selat Tsugaru. Bentangan selat di barat laut Samudra Pasifik itu mencapai 40 kilometer yang merupakan pertemuan arus panas (Kuroshio) dengan arus dingin (Oyashio).

Ketika pembangunan terowongan pertama kali direncanakan pada 1950-an, transportasi utama yang menghubungkan kedua pulau itu hanya kapal feri. Masalahnya, dengan mengandalkan feri, jalur tersebut terpaksa harus tutup rata-rata 80 hari dalam setahun akibat cuaca buruk.

Di sisi lain meskipun feri bisa beroperasi, perjalanan dari Tokyo menuju Sapporo, ibu kota Hokkaido, sangat melelahkan karena memerlukan waktu sekitar 16 jam.

Selain itu, Pemerintah Jepang tidak ingin mengulangi kecelakaan yang terjadi pada 1954. Kala itu, angin topan menenggelamkan kapal Tōya Maru hingga menewaskan lebih dari 1000 jiwa.

Menembus Selat Tsugaru

Penggalian dimulai di kedua ujung terowongan. Pada Agustus 1982, pintu masuk menuju terowongan utama dibuat. Proses penggalian akhirnya bertemu di tengah pada Januari 1983.

Proyek ini menelan anggaran sebesar 2,8 miliar dolar AS, lebih besar dari rencana awal. Di kemudian hari, media mencatat anggaran sebenarnya mencapai 7 miliar dolar AS.

Selain kebutuhan untuk melibatkan 3000 orang pekerja sekaligus, bengkaknya biaya pembangunan terutama disebabkan oleh perencanaan yang terlalu rumit, berbagai penundaan, serta teknologi mutakhir yang harus digunakan.

Dalam proses pembukaan jalur dan kerangka material terowongan saja mereka memerlukan biaya besar untuk 3.300 ton bahan peledak serta 1.168 ribu ton bahan-bahan logam.

Bengkaknya anggaran bukan satu-satunya masalah. Krisis minyak pada 1970-an membuat banyak rencana harus ditinjau ulang. Salah satunya menunda penyelesaian terowongan yang semula direncanakan pada 1979. Selain itu, Jepang kala itu juga harus menghadapi buruknya manajemen perkeretaapian nasional.

Jalur kereta api di terowongan yang dibangun oleh Nihon Tetsudō Gurūpu--perusahaan kereta nasional Jepang--akhirnya baru selesai pada 1988. Mundur satu dekade dari rencana semula.

Lewat Terowongan Seikan durasi perjalanan Tokyo-Hokkaido dipangkas hingga 70 persen.

Dengan dibukanya jalur ini, kondisi penduduk Hokkaido yang sebelumnya kesulitan mendapatkan akses pendidikan dan ekonomi menjadi lebih inklusif dan terhubung dengan pulau utama Jepang.

“Kami terpaksa diisolasi dalam hal pendidikan, budaya, dan ekonomi. Selat Tsugaru telah menjadi tembok besar yang memisahkan kami dari seluruh negeri. Terowongan ini menembus tembok itu,” kata Hiroshi Kawata, pimpinan Kamar Dagang dan Industri di Hakodate, dikutip dari The New York Times.

Terbenam karena Pesawat Udara

Setelah proyek Terowongan Seikan selesai, dunia penerbangan domestik Jepang sudah mengalami kemajuan pesat. Perjalanan pesawat menjadi lebih praktis dan murah. Hal ini berdampak langsung pada merosotnya jumlah penumpang kereta yang melalui Terowongan Seikan.

Salah satu penyebab menurunnya minat penumpang karena ongkos perjalanan udara sudah hampir setara dengan perjalanan kereta bawah laut. Maka itu, Terowongan Seikan akhirnya lebih banyak dilalui kereta yang membawa barang-barang pertanian.

Menyadari kondisi ini, perusahaan kereta api Jepang berencana meningkatkan kapasitas dan kapabilitas jalur Seikan. Pada 2005, kereta cepat Shinkansen direncanakan akan melalui jalur tersebut.

Infografik Mozaik Imigran Terowongan Seikan

Infografik Mozaik Imigran Terowongan Seikan. tirto.id/Ecun

Akan tetapi, rencana ini diikuti beberapa masalah besar. Pertama, Shinkansen memerlukan rel yang lebih lebar dari kereta lain. Kedua, untuk melalui jalur ini, Shinkansen yang berkecepatan mencapai 199 mil (320 km) per jam akan selalu tertahan oleh kereta-kereta barang yang punya kecepatan maksimal hanya 110 kilometer per jam.

Salah satu analisa teknis menyebutkan jika Shinkansen berpapasan dengan kereta barang dari arah yang berlawanan, tekanan udara yang dihasilkan bisa menjadi sangat berbahaya.

Para pekerja konstruksi akhirnya berhasil menemukan jalan tengah. Hingga kini, setiap hari sekitar 50 kereta barang dan 30 Shinkansen melewati Terowongan Seikan. Mereka membawa lebih dari 2 juta ton kargo per tahun.

Di dalam terowongan, Shinkansen harus menurunkan kecepatannya hingga 87 mil (140 km) per jam. Kapasitas sistem listrik juga menjadi salah satu faktor penting yang harus ditingkatkan. Untuk itu, mereka menambah daya dari 20 kilovolt menjadi 25 kilovolt.

Pada 2016, status Seikan sebagai terowongan bawah laut terpanjang di dunia dikalahkan oleh Dasar Gotthard Tunnel di Swiss.

Baca juga artikel terkait TEROWONGAN atau tulisan lainnya dari Tyson Tirta

tirto.id - Teknologi
Kontributor: Tyson Tirta
Penulis: Tyson Tirta
Editor: Irfan Teguh Pribadi