Menuju konten utama

Lembaga Legislatif Dipersepsikan Paling Banyak Lakukan TPPU

Data Komisi Pemberantasan Korupsi justru menyatakan pelaku korupsi banyak terjadi di kementerian/lembaga negara. Bukan di legislatif.

Lembaga Legislatif Dipersepsikan Paling Banyak Lakukan TPPU
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) bersama Jaksa Agung Muhammad Prasetyo (kedua kiri), Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin (kedua kanan), Dirjen Bea Cukai Kemenkeu Heru Pambudi (kanan) dan Jampidsus Arminsyah melakukan konferensi pers terkait tindak pidana kepabeanan di Kemenkeu, Jakarta, Kamis (2/11/2017). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merilis hasil survei tentang Indeks Persepsi Publik Aktivitas Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) 2017. Hasilnya dari survei terhadap 11.040 responden yang tersebar di 34 provinsi, responden menilai legislatif sebagai lembaga yang dinilai paling banyak tinggi melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

“Pemahaman publik terhadap pelaku utama TPPU (tindak pidana pencucian uang) adalah pejabat legislatif (7.57), pejabat eksekutif (7.42), pejabat yudikatif (7.21), pengurus/anggota Parpol (6.20) dan pengusaha/wiraswasta (5.86),” kata anggota tim ahli Badan Pusat Statistik Ali Said di kantor PPATK, Jakarta, Selasa (19/12).

Ali mengungkapkan indeks pemahaman publik terhadap TPPU meningkat dari 5.52 pada 2016 menjadi 5.57 pada 2017. Sedangkan indeks persepsi pencegahan dan pemberantasan TTPT naik signifikan dari 4.89 pada 2016 menjadi 5.06 pada 2017. Secara keseluruhan indeks persepsi terhadap TPPU dan TTPT naik sebesar 0,10 dari 5.21 menjadi 5.31.

“Nilai IPP-TPPU sebesar 5.57 tercatat lebih tinggi dibanding nilai IPP-TPPT yang tercatat sebesar 5.06. Yang menandakan bahwa pemahaman masyarakat terhadap karateristik, regulasi, risiko TPPU dan TPPT di Indonesia sudah cukup baik,” paparnya.

Ada tiga variabel yang turut membentuk rendahnya peningkatan persepsi masyarakat terhadap TPPU dibandingkan TPPT. Pertama, belum efektifnya upaya penegakan hukum Indonesia (7.42). Kedua, minimnya teladan yang baik dari politikus dan pejabat publik (7.41). Ketiga, belum efektifnya pengawasan pelaksanaan aturan dalam pencegahan dan pemberantasan pencucian uang (7.18).

Dalam hasil survei tersebut, ditemukan pula tiga karakteristik perbuatan TPPU yakni membeli aset properti (7.04), disimpan di tempat tersembunyi (6.93), dan membeli kendaraan bermotor (6.93).

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Kiagus Ahmad Badaruddin menjelaskan suvei ini menggambarkan harapan masyarakat terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pindana pencucian uang maupun pendanaan terorisme. Ia berharap pengawasan masyarakat bisa meningkat.

“Hasil penilaian persepsi ini sekaligus menjadi petunjuk secara tidak langsung mengenai apa yang diharapkan oleh masyarakat terhadap iklim pengawasan dan penegakan hukum di Indonesia. Dinamika ini khususnya dalam penanganan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme,” kata Kiagus.

Persepsi publik bahwa legislatif merupakan lembaga yang paling banyak melakukan TPPU menarik dicermati. Berdasarkan statistik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diteliti tim riset Tirto instansi terjadinya tindak pidana korupsi, kasus paling banyak ditemukan pada lingkungan Kementerian/Lembaga. Pada 2004, hanya ada satu kasus korupsi yang terjadi di lingkungan ini, akan tetapi jumlahnya bertambah menjadi 27 kasus pada 2017. Pada 2013, tercatat ada 46 tindak pidana korupsi yang terjadi di Pemerintah Pusat. Tingginya perkara korupsi di lingkungan ini dikarenakan besarnya kewenangan yang mereka miliki. Kementerian/Lembaga berhak untuk menyusun program, kebijakan, hingga anggaran kegiatan yang menjadi pedoman untuk instansi di bawahnya.

Pada lingkungan DPR/DPRD, tindak pidana korupsi yang terjadi berjumlah 63 kasus. Namun, meski kasus yang ditemukan di lingkungan ini tidak sebanyak instansi lainnya, masyarakat Indonesia lebih beranggapan bahwa lembaga legislatif seperti DPR/DPRD merupakan institusi yang paling tinggi melakukan korupsi. Hal ini terlihat dari survei Transparency International, yang menyebutkan 54 persen masyarakat menganggap bahwa DPR adalah institusi paling korup di Indonesia. Sedangkan, 50 persen masyarakat menganggap bahwa Pemerintah Pusat yang korupsi. Hanya 32 persen masyarakat yang beranggapan bahwa Presiden/Kantor Kepresidenan melakukan korupsi.

Detail hasi riset Tirto bisa dibaca di sini: Korupsi di Kementerian dan Lembaga Tak Kalah Dahsyat dari DPR

Baca juga artikel terkait TPPU atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Jay Akbar