Menuju konten utama
Miroso

Legit Geplak Gula Jawa, Kudapan Khas dari Bantul

Pengolahan geplak gula Jawa secara umum terhitung sederhana. Bahan bakunya hanya menggunakan kelapa, gula Jawa, dan tepung ketan.

Legit Geplak Gula Jawa, Kudapan Khas dari Bantul
Header Miroso Geplak Gula Jawa yang Bikin Kangen. tirto.id/Tino

tirto.id - Ketika saya masih kecil, di era 1990-an, geplak dikenal sebagai salah satu oleh-oleh khas Yogyakarta. Makanan ini berbahan utama parutan kelapa dan gula, lalu diberi pewarna dan dibentuk bulatan-bulatan. Warnanya yang terang dan harganya yang murah meriah membuat geplak ini menarik perhatian banyak wisatawan, dan berujung jadi buah tangan favorit.

Hingga kini, kalau kamu mampir di berbagai pusat oleh-oleh dan pasar modern, geplak warna-warni merah-kuning-hijau ini masih bisa dijumpai, dikemas dalam plastik atau mika, seperti kudapan-kudapan modern lainnya.

Namun, di balik keberadaan geplak warna-warni itu, rupanya tak banyak orang yang mengenal atau menyadari keberadaan geplak yang "asli", sang pendahulu, yaitu geplak gula Jawa. Berbeda dengan keturunannya yang berbentuk bulat, dengan warna lebih ngejreng dan mencolok mata, geplak gula Jawa ini berbeda 180 derajat.

Warnanya coklat dan bentuknya lonjong, biasanya dijual di pasar-pasar tradisional dalam bungkusan mika dan jenama yang tercetak di potongan kertas. Penampilan yang sederhana.

Saya sendiri baru tiga tahun ini menyadari adanya varian geplak yang konon merupakan cikal bakal geplak yang dikenal saat ini. Saat itu, sebungkus geplak coklat berbentuk lonjong saya terima dari saudara yang baru saja pulang dari Bantul. Sebagai oleh-oleh, tentunya.

“Ya iki geplak sing asli, ki… geplak e Bantul, enak legit gurih ora gur legi thok (Ya ini geplak yang asli… geplaknya Bantul, enak legit nggak cuma manis saja),” ujar saudara saya.

Geplak gula Jawa merupakan varian geplak yang memiliki ciri khas bentuk serta citarasa yang berbeda dari geplak pada umumnya. Bentuknya lonjong, memanjang dan punya garis-garis di sisinya. Selain bentuknya yang berbeda, geplak gula Jawa juga disajikan dengan ‘bedak’ berupa tepung yang ‘menyelimuti’ si geplak ini. Sekilas mengingatkan saya pada kudapan gemblong ketan yang juga pakai ‘bedak’ putih di sajiannya.

Kemunculan geplak sendiri di Jawa dituturkan telah ada saat era Mataram Islam. Menurut beberapa sumber tulisan, geplak gula Jawa ini dikatakan punya kaitan dengan kisah Pangeran Pekik, adik ipar Sultan Agung Mataram.

Dalam Serat Centhini jilid VI, geplak disebut-sebut sebagai salah satu suguhan dalam pernikahan di era kerajaan Mataram Islam. Pada penulisannya, tidak disebutkan secara lugas bahwa penganan ini adalah geplak namun penjabarannya sangat mirip dengan geplak, yaitu ‘gulo klopo kang acithak moto kucing’ (gula kelapa yang dicetak seperti mata kucing), yang mengacu pada bentuk geplak gula jawa saat ini.

Ini ada kaitannya dengan keberlimpahan gula Jawa yang dibuat dari nira kelapa pada waktu itu. Wilayah pesisir selatan Yogyakarta kala itu, khususnya di area Bantul, menjadi salah satu penghasil kelapa yang cukup besar. Tak hanya itu, Banyumas pada tahun 1657 memiliki produksi gula kelapa besar-besaran, yang kemungkinannya dipasarkan ke wilayah sekitar hingga ke Yogyakarta.

Infografik Miroso Geplak Gula Jawa yang Bikin Kangen

Infografik Miroso Geplak Gula Jawa yang Bikin Kangen. tirto.id/Tino

Sampai saat ini, proses pengolahan geplak gula Jawa masih dilakukan secara tradisional, menggunakan tungku kayu karena panasnya yang cenderung stabil. Selain itu, waktu pengolahannya yang cukup lama menjadi pertimbangan kenapa tungku kayu bakar masih dipertahankan.

Pengolahan geplak gula Jawa secara umum terhitung sederhana. Bahan bakunya pun tak sulit, hanya menggunakan kelapa, gula Jawa, dan tepung ketan. Gula jawa dipanaskan dengan diberikan sedikit air, setelah gula Jawa cair. Setelah gula mengental seperti ‘juruh’ baru dimasukkan parutan kelapa dan diaduk hingga matang selama 30-45 menit.

Sesaat sebelum adonan matang, tepung beras ketan ditambahkan agar mudah dibentuk dan lebih lengket. Setelah diaduk rata, adonan diangkat dan bisa langsung dicetak atau didiamkan serta disimpan dalam rak di suhu ruang. Adonan geplak matang bisa bertahan hingga seminggu lebih di rak dalam suhu ruang. Apabila masuk ke lemari es, geplak bisa tahan hingga sebulan.

Meski kalah terkenal dibanding dengan saudaranya si geplak warna-warni, geplak gula Jawa ini masih mudah ditemui di pasar-pasar tradisional, terutama di kawasan Pundong, Bantul. Di kawasan ini, masyarakat masih mengonsumsi geplak gula Jawa ini dalam kesehariannya. Seperti generasi-generasi sebelumnya, geplak gula Jawa biasanya disandingkan dengan wedang paitan (kopi atau teh). Selain itu, masyarakat Pundong juga masih kerap membeli geplak gula Jawa ini untuk dijadikan oleh-oleh ketika berkunjung ke sanak saudaranya.

Keberadaan geplak gula Jawa pada hakikatnya merupakan jenis kudapan tradisional yang mampu melewati perubahan zaman. Paling tidak, ia masih memiliki posisi yang cukup kuat di rumahnya sendiri, di Pundong. Dapat dilihat, makanan ini mampu bertahan sekian abad, walaupun pada perkembangannya ada berbagai varian baru yang muncul guna menyiasati selera masa kini.

Besar harapannya, semoga penganan ini tak lantas hilang dan kehilangan dirinya di tengah gempuran penganan modern. Untuk memperkenalkan geplak gula Jawa pada khayalak luas, dibutuhkan usaha ekstra. Namun hal ini perlu dilakukan agar generasi masa kini menyadari bahwa ada makanan ini dan masih dapat kita nikmati.

Panjang umur penganan tradisional kita!

Baca juga artikel terkait MIROSO atau tulisan lainnya dari Lina Maharani

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Lina Maharani
Editor: Nuran Wibisono