Menuju konten utama

Ledakan Kasus Pelecehan Seksual di Parlemen Inggris

Kekuasaan membuat para pejabat laki-laki bertindak semena-mena kepada perempuan.

Ledakan Kasus Pelecehan Seksual di Parlemen Inggris
Kompleks pusat pemerintahan Inggris di Westminster. FOTO/REUTERS

tirto.id - Dunia internasional dalam beberapa waktu terakhir dikejutkan dengan kasus pelecehan seksual. Belum tuntas perkara yang dilakukan produser Hollywood Harvey Weinstein dan aktor kawakan Kevin Spacey, kali ini hal serupa datang dari Parlemen Inggris di Westminster: para politikus dan pejabat pemerinatahan baik dari Partai Buruh maupun Konservatif, terlibat pelecehan seksual.

Kejadian di Westminster membuat Perdana Menteri Inggris Theresa May turun tangan. Dalam pidatonya di acara Konfederasi Industri Inggris (CBI) pada 6 November lalu, May berjanji akan mengadakan penyelidikan secara profesional dan komprehensif sampai perkara tuntas.

“Setiap keluhan dan laporan yang disampaikan tanpa prasangka dari korban akan diselidiki dengan benar agar mereka dapat yakin bekerja di lingkungan yang aman,” tuturnya seperti dilansir BBC. “Saya bertekad melakukan hal ini untuk masa depan.”

Rencananya, May dijadwalkan bertemu dengan para pemimpin partai lain guna mendiskusikan penyusunan prosedur pengaduan kasus pelecehan seksual di Parlemen. May berpendapat, penyelesaian kasus ini semestinya menuntut komitmen lintas afiliasi politik.

Baca juga: Memahami Caregiver untuk Korban Kekerasan Seksual

“Apa yang telah terungkap dalam beberapa minggu terakhir sangat meresahkan dan memicu kegelisahan publik yang cukup signifikan,” jelasnya. “Perempuan dan laki-laki harus bisa terbebaskan dari ancaman maupun ketakutan akan pelecehan hingga intimidasi.”

May tak lupa menambahkan, “Tapi kita saat ini menghadapi situasi di mana para politis terlalu lama berkuasa dan menyalahgunakan wewenang sehingga membuat para korban sulit berbicara.”

Sementara pemimpin Partai Buruh Jeremy Corbyn menegaskan dalam kesempatan yang sama bahwa setiap orang mempunyai kewajiban untuk bertindak dan menentukan sikap atas kasus pelecehan seksual di Parlemen Inggris.

Corbyn mengatakan, “Penyalahgunaan wewenang, seksisme, serta kesesatan macam itu sayangnya tidak hanya terjadi di Hollywood dan lorong-lorong kekuasaan, tapi juga menyebar luas di sekolah, universitas, lingkungan kerja, surat kabar, televisi, di sekitar kita.” Ia menimpali bahwa semua pihak mempunyai peran penting untuk meningkatkan tindakan pencegahan atau penanggulangan seraya memberikan dukungan bagi para korban.

Juru Bicara House of Commons menilai tuduhan pelecehan seksual yang dilakukan para pejabat Westminster dengan karyawan mereka merupakan “tindakan menjijikkan.”

Pelaku Pelecehan Seksual: Para Pejabat Teras Inggris

The Independent melaporkan pemberitaan mengenai dugaan pelecehan seksual di Westminster bermula dari informasi yang tersebar di grup WhatsApp. Dalam grup tersebut, aktivis dan peneliti perempuan bertukar kabar dengan para asisten di kompleks Westminster terkait kasus pelecehan seksual yang dilakukan atasan mereka.

Para terduga kasus pelecehan seksual bukan sosok politikus sembarangan. Menteri Perdagangan Internasional Inggris, Mark Garner, misalnya, dituduh pernah melakukan pelecehan seksual terhadap sekretarisnya. Garner menyuruh korban membeli mainan seks serta memanggil sang sekretaris dengan sebutan tak pantas. Jawatan Kabinet (The Cabinet Offices) lantas melakukan investigasi dan menganggap Garner telah melanggar kode etik menteri (Ministerial Code).

Aksi serupa juga dilakukan sekretaris Menteri Pertahanan Sir Michael Fallon 15 tahun yang lalu. Fallon didakwa melakukan pelecehan seksual dengan meletakkan tangannya di atas lutut jurnalis Julia Hartley-Brewer. Sebagai bentuk pertanggungjawaban, Fallon memutuskan mundur dari jabatannya dan meminta maaf atas apa yang terjadi.

Baca juga: 'Saya Pun Mengalami Pelecehan Seksual' #MeToo

Kemudian, salah satu deputi May yang juga pejabat senior Westminster, Damian Green turut terseret dalam tuduhan pelecehan seksual. Green diduga melakukan pelecehan kepada aktivis perempuan Kate Maltby pada 2015 dengan meraba lututnya saat keduanya bertemu di sebuah pub Waterloo. Tak sekadar itu, Green mengirimkan pesan teks menggoda kepada Maltby. Dugaan pelecehan seksual juga turut menyeret para pejabat kementerian seperti Dominic Raab serta Rory Stewart.

Sedangkan tuduhan yang sama dilemparkan kepada anggota parlemen dari Partai Buruh. Kelvin Hopkins, diduga melakukan tindakan tidak senonoh terhadap seorang aktivis buruh pada 2004. Lalu, Clive Lewis juga diduga telah meraba-raba seorang perempuan dalam satu kesempatan.

Infografik pelecehan seksual di westminster

Di lain sisi, Partai Buruh juga meluncurkan penyelidikan independen setelah menerima laporan dari aktivis buruh Bex Bailey. Menurut pengakuan Bex, ia diperkosa dalam sebuah acara pesta pada 2011 oleh sejumlah anggota partai. Partai Buruh menganggap laporan yang diucapkan Bex sebagai “masalah serius.”

Nasib Partai Konservatif setali tiga uang. Pada Minggu lalu, anggota mereka Chris Pincher dituduh melakukan tindakan tak patut pada tahun 2001. Pincher lantas mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Selain Pincher, anggota partai yang lain, Charlie Elphicke turut terseret dalam pusaran tuduhan pelecehan seksual. Partai Konservatif lantas menskors keanggotaan dirinya. Elphicke menyusul ketiga rekannya (Stephen Crabb, Dan Poulter, Daniel Kawczynski) yang lebih dulu diperiksa komite disiplin atas tindakan mereka.

Pelecehan Seksual di Westminster Adalah Dampak Kekuasaan

Sejarawan Institute for Government yang berbasis di London, Catherine Haddon mengatakan segala bentuk skandal maupun pelecehan seksual tidak dapat diterima masyarakat Inggris. Bagi Catherine, apa yang berubah seiring berjalannya waktu adalah cara masyarakat dalam menanggapi isu tersebut. “Pada tahun 1960an sampai 1980an, mereka mungkin tak mengeluh dan justru menertawakan,” ungkapnya. “Akan tetapi sekarang masyarakat Inggris menilai segala wujud skandal dan pelecehan seksual sebagai hal yang tidak bisa diterima.”

Haddon menambahkan, meski masyarakat mulai memberikan perhatian lebih terhadap kasus pelecehan seksual yang melibatkan pejabat, namun perhatian tersebut masih terbentur dinamika politik di Westminster penuh patronase.

Baca juga: 'Pelecehan Seksual Banyak Terjadi Sebelum Era Dating Online'

“Anak-anak muda yang punya harapan tinggi datang ke parlemen. Mereka bekerja untuk para anggota parlemen. Tak bisa ditampik atasan para pemuda itu dapat memiliki pengaruh besar atas karir mereka di masa mendatang,” jelas Haddon. “Bentuk patronase politik masih tertanam kuat di lingkungan sekitar dan itu jelas berandil besar dalam kasus [pelecehan seksual] ini.”

Rainbow Murray, profesor politik asal Universitas Queen Mary London menjelaskan kasus pelecehan seksual yang terjadi di Westminster tidak bisa dilepaskan karena faktor “pria mempunyai kekuasaan lebih besar dari perempuan.” Laki-laki di Westminster membidik para perempuan (mulai dari staf anggota, anggota junior, serta pegawai magang) sebagai sasaran utama pelecehan seksual.

Di samping itu, Murray menekankan bahwa kekuatan politik di kantor serta budaya patriarki yang masih kental memberikan kesempatan lebih bagi para pejabat untuk bertindak semena-mena kepada perempuan. Menurut Murray, parlemen adalah ruang mereka; seks, perempuan, dan kesenangan bisa didapat dari sana. Terlebih, keberadaan perempuan dalam politik kerap diremehkan dan tidak diberi sedikitpun rasa hormat.

“Mungkin yang terpenting, pria melakukan ini [pelecehan seksual] karena mereka merasa bisa. Untuk para pejabat laki-laki hal tersebut dianggap “dapat diterima” dan pada akhirnya korban—dalam hal ini perempuan—dipaksa diam dan seolah memaafkan perilaku semacam itu,” tulis Murray lewat artikel berjudul “Westminster Harassment: This Is Not Just About Sex, It’s About Power.”

Menurut Murray, kasus-kasus ini lama terbongkar karena kepentingan serta loyalitas partai. Pada hakikatnya, pemilih tidak menyukai anggota parlemen yang melakukan pelecehan seksual. Apabila mereka terbukti melakukannya akan menjadi berita buruk bagi semua pihak. Walhasil, kritikan menderas dan membuat rasa hormat pemilih lenyap.

“Perempuan yang menjadi korban diminta untuk tetap diam. Jangan bikin ribut. Jangan mempermalukan partai. Cukup diam saja dan hindari satu lift bersama mereka,” sindir Murray.

Baca juga artikel terkait PELECEHAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari M Faisal Reza Irfan

tirto.id - Hukum
Reporter: M Faisal Reza Irfan
Penulis: M Faisal Reza Irfan
Editor: Windu Jusuf