Menuju konten utama

Larangan Penjualan Rokok Eceran Harus Dibarengi dengan Sanksi

PJKS-UI menilai, upaya pemerintah melakukan pelarangan penjualan rokok batangan atau ketengan sebagai langkah positif dalam pengendalian konsumsi rokok.

Larangan Penjualan Rokok Eceran Harus Dibarengi dengan Sanksi
Pedagang menunjukkan cukai rokok yang di jual di Jakarta, Sabtu (5/11/2022). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/YU

tirto.id - Pusat Kajian Jamian Sosial Universitas Indonesia (PJKS-UI) menilai, upaya pemerintah melakukan pelarangan penjualan rokok batangan atau ketengan sebagai langkah positif dalam pengendalian konsumsi rokok. Namun kebijakan ini pun perlu dibarengi dengan pemberian sanksi.

Tim Riset PKJS-UI, Risky Kusuma Hartono mengatakan, selama ini pemerintah hanya memberikan imbauan saja seperti halnya Peraturan Pemerintah Nomor 102/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Dalam beleid itu, pemerintah melarang menjual rokok pada anak dan ibu hamil.

"Tapi tidak ada sanksinya berupa karangan saja. Kalau di luar negeri itu ada sanksinya. Diharapkan peraturan nanti ada sanksinya," kata dia saat dihubungi Tirto, Selasa (27/12/2022).

Dia mencontohkan, seperti halnya di Singapura. Setiap warga negara Indonesia ketahuan merokok melalui CCTV, ketika ia pulang ke negaranya otoritas setempat akan menahannya terlebih dahulu akibat ketahuan merokok.

Risky menambahkan, selama ini pengendalian konsumsi rokok seperti Kawasan Tanpa Rokok (KTR), kenaikan cukai rokok, dan evaluasi monitoring kurang efektif untuk menekan jumlah perokok, terutama anak. Karena biasanya, di wilayah-wilayah sekolah banyak warung-warung menjual rokok ketengan dan memperbolehkan berutang.

"Semuanya tidak akan efektif atau kurang efektif kalau rokoknya dijual ketengan. Itu semakin affordability buat anak-anak," imbuhnya.

Menurutnya, sudah waktunya kebijakan tersebut diimplementasikan. Karena Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 yang salah satu targetnya adalah menurunkan prevalensi perokok anak menjadi 8,7 persen pada 2024.

Dalam kurun sepuluh tahun terakhir telah terjadi peningkatan jumlah perokok anak usia 10-18 tahun. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan, bahkan dapat dikategorikan kondisi darurat perokok anak.

Data Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) 2018 menyebutkan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun naik dari 7,2 persen (2013) menjadi 9,1 persen pada 2018. Padahal RPJMN 2014-2019 menargetkan perokok anak harus turun menjadi 5,4 persen pada 2019.

Sementara berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah prevalensi perokok pada usia sama atau lebih dari 15 tahun pada 2022 sebesar 28,26 persen. Jumlah ini turun 70 bps dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 28,96 persen.

Sementara prevalensi perokok anak, atau usia sama atau di bawah 18 tahun, sebesar 3,44 persen. Angka ini menurun 25 bps dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 3,69 persen.

Angka ini juga memperkuat tren penurunan prevelensi perokok anak yang telah terjadi sejak 2018 yaitu sebesar 9,65 persen, kemudian 2019 sebesar 3,87 persen, dan 2020 sebesar 3,81 persen.

"Jadi 2024 sedikit lagi, maka ini momentum pas untuk rencana pelarangan rokok ketengan itu bisa terwujudkan di 2023," pungkas dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan alasan pemerintah berencana melarangan penjualan rokok batangan. Aksi tersebut dilakukan dalam upaya menjaga kesehatan publik.

"Itu kan kan untuk menjaga kesehatan masyarakat kita semuanya," kata Jokowi di Pasar Pujasera, Subang, Selasa (27/12/2022).

Jokowi mengklaim bahwa aksi pelarangan jual rokok sudah mulai dilakukan di negara-negara lain. Pemerintah membolehkan, tetapi tidak untuk rokok batangan.

"Di beberapa negara justru sudah dilarang tidak boleh. kita kan masih tapi untuk yang batangan tidak," kata Jokowi.

Kabar Jokowi melarang penjualan rokok batangan terungkap dalam lampiran Keputusan Presiden Nomor 25 tahun 2022 yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 23 Desember 2022 lalu sebagaimana dinukil dari JDIH setneg.

"Menetapkan Rancangan Peraturan Pemerintah sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Presiden ini sebagai Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023," Bunyi diktum kesatu Keppres tersebut sebagaimana dilihat, Selasa (27/12/2022).

Baca juga artikel terkait ROKOK KETENGAN atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang