Menuju konten utama

Larangan Ekspor Nikel Dikeluhkan, Luhut: Puluhan Tahun Ada Pabrik?

Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mempertanyakan realisasi pembangunan pabrik-pabrik pengolahan dan smelter bijih logam para perusahaan tambang di Indonesia.

Larangan Ekspor Nikel Dikeluhkan, Luhut: Puluhan Tahun Ada Pabrik?
Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Ketua Panitia Pelaksana Harian Pertemuan Tahunan IMF-World Bank Susiwijono dan Gubernur Bali I Wayan Koster menghadiri rapat koordinasi di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (4/10/2018). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf.

tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan mempertanyakan realisasi pembangunan pabrik-pabrik pengolahan dan smelter bijih logam perusahaan tambang di Indonesia.

Langkah pelarangan ekspor nikel ini pernah dikeluhkan oleh Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita dan sejumlah pengusaha tambang. Salah satunya karena larangan ini membuat ekspor Indonesia kehilangan nilai cukup besar.

"Pertanyaan saya dari kapan keluhan itu? Dari dulu. Antam itu saja 40% kerjanya ekspor. Dari sekian puluh tahun ada pabriknya tidak?" ucap Luhut di Nusa Dua, Bali dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto pada Kamis (22/8/2019).

Luhut menyatakan situasi itu menunjukkan bahwa pemerintah perlu mengambil tindakan. Salah satunya melalui pelarangan ekspor nikel yang sedianya akan dipercepat menjadi sebelum 2022 yang saat ini menunggu keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Luhut mengatakan manfaat yang diterima dari upaya mendorong hilirisasi ini cukup besar. Ia membandingkan bila hanya di ekspor nilai nikel hanya dibandrol 600-700 juta dolar AS. Padahal kalau dibuat menjadi menjadi stainless steel nilai ekspor yang saat ini mencapai 5,8 miliar dolar AS bisa naik jadi 12 miliar dolar AS.

"Kamu ekspor tadi nikel tadi itu hanya dapat 600-700 juta dolar AS. Sekarang kita buat added value tahun lalu kita sudah ekspor itu stainless steel 5,8 miliar dolar AS, tahun ini 7,3 miliar dolar AS dan tahun depan itu akan 12 miliar dolar AS," ucap Luhut.

Di samping stainless steel, Luhut menyatakan nikel potensial untuk dikembangkan menjadi baterai lithium karena mengandung kobalt yang dapat diekstrak. Ekstrak kobalt, kata Luhut, nantinya akan menjadi bahan material baterai litium dengan 70 persen dari stoknya ada di Indonesia.

"Jadi kita akan menjadi produser baterai litium yang mungkin terbesar di dunia. Artinya apa, kita jadi global player, kan nilai tambah. Jadi sekarang jangan karena dia ekspor sedikit-sedikit dan dapat sedikit, lantas dia korbankan satu planning terbesar," ucap Luhut.

Luhut mengatakan bahwa langkah ini dilakukan menyusul target pada tahun 2023 agar investasi mencapai 18-20 miliar dolar AS. Lalu ekspor, katanya, akan sampai angka 30-an miliar dolar AS.

Hal ini, kata Luhut, menjadi pertimbangannya mendorong hilirisasi sehingga ia memastikan tak ada kepentingan tertentu yang berusaha memanfaatkan situasi ini.

"Saya hanya melihat ini national interest, tidak ada kepentingan lain. Tidak ada ya. Tidak ada urusan lobby-lobby di sini. Saya ulangin ya tidak ada urusan lobby melobby. Urusannya logika, berpikir," ucap Luhut.

Baca juga artikel terkait EKSPOR NIKEL atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri