Menuju konten utama

Larangan dan Mitos Pelat Nomor Kendaraan

Pelat nomor kendaraan tidak hanya berguna sebagai kode registrasi administrasi, di baliknya tersirat beragam ekspresi.

Larangan dan Mitos Pelat Nomor Kendaraan
Ilustrasi plat nomor kendaraan. ANTARA FOTO

tirto.id - Shannon Morgan dibuat kesal oleh pelayanan Komisi Kendaraan Bermotor (MVC) New Jersey, Amerika Serikat (AS). Pada November 2013, lewat situs web MVC, warga New Jersey tersebut mengisi tujuh karakter, yakni "8THEIST", sebagai pelat nomor baru kendaraannya. Namun, secara otomatis situs web MVC menolak permohonan kombinasi nomor pelat itu dengan dalih "pelat yang diminta dianggap tidak pantas".

Morgan - yang mengaku sebagai seorang ateis – pun penasaran. Dia memasukkan karakter "BAPTIST". Hasilnya, karakter tersebut diloloskan oleh situs web MVC. Tidak terima dengan hal tersebut, Morgan mengajukan gugatan hukum terhadap kewenangan MVC menolak pelat nomor kendaraan yang “menyinggung selera baik dan kesopanan."

Baca juga: Merawat Kendaraan yang Rutin Terjebak Macet

Pelat nomor kendaraan memang kerap dijadikan wahana mengekspresikan diri bagi pemilik kendaraan. Gitaris band Padi yang dikenal dengan nama panggung Piyu memiliki sebuah mobil dengan plat nomor “P 1 YU”. Eks Menteri Agama Suryadharma Ali punya mobil dengan plat “B 1 PPP”. Melalui plat nomornya, Suryadharma menunjukkan bahwa dia orang nomor 1 di Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 pemilik kendaraan bermotor di Indonesia diperbolehkan memilih kombinasi angka dan huruf pelatnya masing-masing. Namun, pemilik kendaraan harus merogoh kocek yang tidak sedikit untuk mendapat hak "spesial" itu.

Untuk memiliki sebuah pelat nomor dengan kombinasi satu angka diikuti huruf di belakangnya, pemilik kendaraan dikenakan tarif sebesar Rp 15 juta. Dengan uang Rp5 juta, pemilik kendaraan dapat memilih kombinasi empat angka diikuti huruf di belakangnya.

Namun, dalam beberapa kasus, pemilik kendaraan memasang pelat nomor yang tidak sesuai ketentuan. Baru-baru ini beredar sebuah video yang memperlihatkan sepeda motor berpelat nomor Thailand sedang melaju di sebuah jalan. Menariknya, mesin beroda roda yang ditumpangi oleh dua orang itu berada, bukan di Bangkok atau pun di Chiang Mai, tetapi di Puwokerto, Jawa Tengah, Indonesia. Tak pelak, video itu pun menjadi viral. Pihak kepolisian setempat akhirnya melakukan penyelidikan.

Setelah survei dilakukan di beberapa titik. Penyelidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Banyumas berbuah hasil. Dua pengendara sepeda motor itu adalah CPY dan AD. Keduanya adalah pelajar kelas 10 sekolah menengah kejuruan di wilayah setempat. Mereka pun ditilang karena menggunakan pelat nomor kendaraan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pelat Nomor yang Ofensif dan Simbol Nazi

Tidak sulit mendapatkan pelat nomor kendaraan seperti di atas. Cukup dengan mengetik “pelat nomor Thailand” pada mesin pencarian Google, akan bermunculan banyak toko daring di Indonesia menawarkan berbagai macam variasi produk tersebut. Pembuatan variasi pelat nomor pun dengan mudah ditemui di pinggir-pinggir jalan. Banyak pemilik kendaraan nekat mengganti pelatnya, meski itu melanggar peraturan.

“Yang jelas untuk TNKB yang dipakai di Indonesia harus sesuai dengan spek yang telah dkeluarkan oleh polisi. Masyarakat harus mengeluarkan TNKB yang dikeluarkan oleh pihak kepolisian. Tidak boleh mengubah-ubah, misalnya melonggarkan jarak pada angkanya.”

Pernyataan tersebut dilontarkan oleh Dirlantas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto kepada Tirto, Kamis (12/10/2017). Peraturan mengenai pelat nomor kendaraan di Indonesia termaktub dalam Pasal 1 (10) Perkapolri 5/2012. Aturan tersebut menjelaskan bahwa pelat nomor kendaraan (yang secara resmi disebut Tanda Nomor Kendaraan Bermotor [TNKB]) adalah tanda registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai bukti legitimasi pengoperasian kendaraan bermotor.

Menurut pasal tersebut, bentuk pelat nomor bisa berupa pelat atau bahan lain dengan spesifikasi tertentu yang diterbitkan Polri. Pelat tersebut berisi kode wilayah, nomor registrasi, serta masa berlaku dan dipasang pada kendaraan bermotor.

Baca juga: Sengkarut Pengadaan Pelat Kendaraan Bermotor

Sejumlah negara bahkan memiliki aturan yang lebih ketat mengenai angka dan huruf yang boleh digunakan dalam pelat nomor kendaraan. Pada Agustus 2017, lembaga Driver and Vehicle Licensing Agency (DVLA) Inggris melarang 67 kombinasi nomor pelat kendaraan karena bersifat ofensif atau memalukan kelompok tertentu.

Beberapa kombinasi 4 huruf yang dilarang tercantum pada pelat nomor kendaran tersebut antara lain BL04 JOB, JE** HAD, *J11 HAD, BO11 OC*, *G** ODS, *R** APE.

Selain huruf, angka juga menyimpan kode tersendiri dalam pelat nomor. Menurut laporan BBC, angka 6 dapat terlihat seperti G atau S. Sementara angka 7 dapat dibaca sebagai huruf “T” atau bahkan huruf “L”. Sedangkan angka 67 dalam beberapa kasus dapat dibaca sebagai huruf F dan R.

Jika dalam pelat nomor muncul tercantum “MU67 DER”, kombinasi angka dan huruf tersebut bisa dibaca “Murder” yang berarti pembunuh.

"Banyak orang senang menampilkan pelat nomor yang bersifat pribadi dan sebagian besar nomor tersebut tersedia. Namun kami menahan kombinasi yang dapat menyebabkan pelanggaran, rasa malu atau kemalangan,” kata salah seorang juru bicara DVLA, seperti dilansir dari The Guardian.

Infografik Pelat nomor

Larangan sejenis juga diterapkan oleh pemerintah Austria pada 2015. Ia melarang penggunaan angka-angka tertentu dalam pelat nomor karena dinilai menyimpan kode NAZI, seperti WAW (White Aryan War), 420 (20 April/Hari lahir Hitler), dan 1919 (kode untuk paramiliter NAZI SS, karena S adalah huruf ke-19 di alfabet). Angka 88 juga termasuk yang dilarang karena mencerminkan "Heil Hitler".

Secara keseluruhan, Kementerian Perhubungan Austria sudah menerbitkan daftar larangan dari 30 kode dan angka. Tidak semuanya terkait dengan neo-Nazi.

"Sudah dilarang untuk memiliki nomor pelat Nazi yang jelas, sejak pembayaran untuk pemilihan nomor dimulai tahun 1989. Namun, kami mengamati kelompok ekstrem kanan bergerak dari yang jelas menjadi yang lebih terselubung," ujar juru bicara Kementerian Perhubungan Austria kepada BBC.

Pelat nomor dipilih sebagai ekspresi diri. Terkadang, pelat nomor juga dihubungkan dengan klenik. Sekitar tahun 2011, di Afghanistan pernah beredar mitos angka "39" dalam pelat nomornya disinyalir membawa sial. Ahmad Shafi dan Najib Sharifi dalam artikelnya “Forget Unlucky 13. In Afghanistan, Beware 39” menjelaskan orang-orang Afghanistan menerjemahkan angka “39” sebagai morda-gow yang berarti sapi mati. Dua kata itu jamak digunakan untuk menyebut prostitusi.

Baca juga: Mitos-Mitos di Sekitar Makam Keramat

“Baru-baru ini saya membeli mobil Toyota baru. Setiap kali saya berkendara ke rumah saya di Kabul, anak-anak memanggil saya ‘39’,” ujar Arif Zahir kepada NPR, “Ini karena pelat nomor saya yang angkanya 39.” Zahir juga mengatakan harga mobilnya sebesar 16 ribu dolar AS, namun karena faktor "39" tersebut harganya turun hingga setengahnya.

Baca juga artikel terkait KENDARAAN BERMOTOR atau tulisan lainnya dari Husein Abdulsalam

tirto.id - Hukum
Reporter: Husein Abdulsalam
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti