Menuju konten utama
Ramadan 2023

Larangan Bukber Jokowi Demi Redam Pamer Harta Pejabat, Tepatkah?

Peneliti IAKMI sebut pelarangan bukber karena COVID-19 bertentangan dengan sifat alami virus yang tidak mengenal status manusia.

Larangan Bukber Jokowi Demi Redam Pamer Harta Pejabat, Tepatkah?
Presiden Joko Widodo memberikan arahan pada pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Jakarta, Rabu (25/1/2023).ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/tom.

tirto.id - Presiden Joko Widodo meminta para pejabat dan Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak melakukan kegiatan buka puasa bersama selama Ramadan 1444 H. Sekretaris Kabinet, Pramono Anung menjelaskan, alasan Jokowi melarang bukber karena saat ini ASN tengah menjadi sorotan tajam dari masyarakat.

Oleh karena itu, kata Pramono, Jokowi meminta kepada jajaran pemerintah dan ASN untuk berbuka puasa dengan mulai hidup yang sederhana dan tidak melakukan atau mengundang para pejabat melakukan buka puasa bersama.

“Sehingga dengan demikian intinya adalah, kesederhanaan yang selalu diberikan oleh contoh presiden, itu merupakan acuan yang utama,” tutur Pramono dalam pernyataan pers di akun YouTube Setpres, Kamis (23/3/2023).

Larangan tersebut tertuang dalam Surat Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023 perihal arahan terkait penyelenggaraan buka puasa bersama.

Selain karena agar gaya hidup sederhana, alasan Jokowi melarang karena penanganan Covid-19 saat ini dalam transisi dari pandemi menuju endemi sehingga masih diperlukan kehati-hatian.

Namun, Pramono mengatakan, larangan ini tidak berlaku untuk masyarakat umum. “Masyarakat umum masih diberi kebebasan untuk melakukan atau menyelenggarakan buka puasa bersama,” kata mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan itu.

Menuai Kritik dan Dinilai Keliru

Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansyah menilai, kebijakan Jokowi untuk melarang bukber demi meredam pamer harta para pejabat merupakan hal yang tidak tepat.

“Enggak tepat. Itu keliru. Enggak ada hubungannya itu antara bukber dengan pejabat pamer harta. Ya kalau pamer kan [watak] dari mereka saja," kata Trubus kepada reporter Tirto, Jumat (24/3/2023).

Melarang pejabat dan ASN dengan alasan agar tak mengumbar kemewahan tidak akan menyelesaikan akar masalahnya. Apalagi jika pamer kemewahan dari hasil korupsi.

“Ya yang dilarang itu harta yang didapat karena nyolong uang rakyat atau korupsi," tegasnya.

Menurut Trubus, pelarangan bukber tidak akan efektif, sebab mereka juga akan melakukannya dengan cara diam-diam. “Pasti ada saja mereka bukber diam-diam, tanpa dipublikasikan," ucapnya.

Ia pun mempertanyakan kepada pejabat yang juga menjadi anggota partai politik. Sebab, pastinya partai politik akan menggelar bukber dan mengundang pejabat-pejabat lainnya.

“Kalau mereka petinggi partai bukber yang jadi pejabat pasti pada bukber. Itu kebijakan nggak masuk akal, pemerintah nggak jelas," kata Trubus.

Trubus juga menyarankan jika pejabat dan ASN ingin melakukan bukber, maka sebaiknya tidak di tempat-tempat mewah seperti hotel, restoran, dan sejenisnya.

"Bukber nya di lapangan, tempat kuliner yang banyak UMKM, di sana lebih tepat," ujarnya.

Sementara itu, ekonom dan pakar kebijakan publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat menilai, alasan pemerintah minta pejabat-pegawai pemerintah tiadakan buka puasa bersama tak konsisten dengan narasi pemulihan ekonomi 2023. Karena perputaran uang cepat saat Ramadan menjadikan perekonomian menjadi lebih baik.

“Jika publik bisa melakukan kegiatan secara normal tentunya ini akan meringankan pemerintah dalam upaya pemulihan ekonomi," kata dia dalam keterangan tertulis, Jumat (24/3/2023).

Achmad Nur Hidayat justru menilai kebijakan tersebut malah hanya membuat sebagian umat muslim merasa didiskriminasi. Padahal tahun baru dan hari raya agama lain tidak ada imbauan serupa.

Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin menilai, kebijakan tersebut tidak arif dan tak adil. Ia menilai larangan itu justru terkesan tidak memahami makna dan hikmah dari prosesi buka puasa bersama saat Ramadan.

Padahal, kata Din, buka puasa bersama menjadi ajang meningkatkan silaturahmi dan positif bagi peningkatan kerja dan kinerja ASN.

Din sebut, alasan dilarang gelar buka puasa karena masih ada bahaya Covid-19 justru mengada-ada. Ia juga mempertanyakan Presiden Jokowi yang kerap menggelar berbagai keramaian belakangan ini.

“Bukankah presiden sendiri melanggar ucapannya sendiri dengan mengadakan acara pernikahan putranya yang mewah dan mengundang kerumunan? Begitu juga bukankah presiden terakhir ini sering berada di tengah kerumunan?" kata Din melalui keterangan tertulis, Jumat (24/3/2023).

Alasan COVID-19 Dinilai Tak Masuk Akal

Imbauan Jokowi agar pejabat dan ASN tak menggelar buka bersama anggota DPR RI dari Fraksi PPP, Achmad Baidowi. Ia menilai alasan COVID-19 sebagai dasar larangan buka bersama tidak masuk akal. Karena sebelumnya pemerintah kerap mengizinkan perhelatan acara dengan jumlah massa besar di masa transisi COVID-19.

Walaupun PPP dalam satu gerbong bersama Jokowi, tapi dia meminta buka bersama tetap diperbolehkan. Dengan catatan menggunakan uang pribadi, demi menghemat anggaran negara. Dia khawatir, surat edaran tersebut dapat membuat stigma bahwa pemerintah anti dengan acara umat Islam.

“Adanya surat edaran tersebut jangan sampai dianggap menghalangi acara-acara berkaitan dengan umat Islam," jelasnya.

Juru bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad Iqbal menganggap, kebijakan ini tidak konsisten dan kontraproduktif. PKS menilai buka puasa bersama adalah kegiatan yang positif dan bisa meningkatkan kebersamaan serta spiritualitas ASN dan pejabat negara.

“Ceramah Ramadan bisa memberikan pencerahan kepada ASN dan pejabat pemerintahan, apalagi saat ini lagi ramai isu pamer kemewahan, Ramadan saat yang tepat mereka mendapat wejangan dan tausiyah," kata Muhammad Iqbal.

Sementara itu, peneliti dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Mouhamad Bigwanto mengatakan, pelarangan bukber karena COVID-19 bertentangan dengan sifat alami virus yang tidak mengenal status manusia, baik pejabat maupun masyarakat umum.

"Kebijakan ini kan hanya untuk pejabat ASN saja. Kalau memang masa transisi [COVID-19] kenapa tidak untuk semua," kata Bigwanto kepada Tirto, Jumat (24/3/2023).

Pertanyaan lainnya, kata Bigwanto, mengapa hanya pada kegiatan buka puasa bersama saja terjadi pelarangan. Padahal pada kegiatan lainnya virus juga tetap bisa menyebar.

"Kalau hitungan pemerintah semua masyarakat sudah bisa beraktifitas dengan normal karena COVID-19 sudah terkendali, maka bebaskan semua kegiatan," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait BUKA BERSAMA atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz