Menuju konten utama

Langkah Penertiban Prostitusi Kalijodo Dinilai Kurang Tepat

Sosiolog mengatakan, kembalinya beroperasinya PSK di kawasan Kalijodo menandakan bahwa pendekatan yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta menghilangkan prostitusi di Kalijodo kurang tepat.

Langkah Penertiban Prostitusi Kalijodo Dinilai Kurang Tepat
Warga kembali tinggal di kawasan kolong tol Pluit-Tomang, yang berada di Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara. tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Bangunan liar dan rumah-rumah bedeng kembali berdiri di kolong tol Pluit-Tomang tepatnya di Jalan Kepanduan 1, Penjaringan, Jakarta Utara. Tempat yang berdekatan dengan bekas lokalisasi Kalijodo itu kini menjadi sorotan karena kembalinya praktek prostitusi.

Di kolong tol tersebut terdapat 16 bangunan yang dipergunakan untuk warung remang-remang yang menjajakan minuman keras dan Pekerja Seks Komersial (PSK). Sebagian dari pekerja seks tersebut, kata Camat Penjaringan, Muhammad Andri, adalah mereka yang dulunya juga bekerja di lokalisasi Kalijodo.

Menanggapi hal itu, Sosiolog dari Universitas Nasional, Nia Elviana mengatakan, kembalinya pekerja seks komersial di kawasan Kalijodo itu menandakan bahwa pendekatan yang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk menghilangkan prostitusi di Kalijodo kurang tepat dan tidak holistik.

Ia mengatakan apa yang dilakukan Pemprov dengan menggusur kawasan tersebut dan menjadikannya Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) tidak bisa langsung mengubah cara berpikir dan perilaku para pekerja seks. Sebab, kebanyakan dari mereka adalah warga yang tidak berpendidikan dan kemampuan untuk bersaing dalam pekerjaan lain.

Apalagi, imbuhnya, pemerintah tidak menyediakan lapangan pekerjaan lain untuk para PSK tersebut.

"Seharusnya pendekatan yang dilakukan harus holistik. Sosialisasi dulu, terus adanya training untuk skill mereka nanti setelah penutupan. Dan lahan pekerjaan mereka nanti juga disediakan. Tidak hanya asal tutup atau gusur," kata dia.

Tak hanya itu, ia juga menilai, penggusuran Kalijodo juga bisa bersifat politis dan bertendensi menaikan elektabilitas para pengambil kebijakan. Hal itu tak hanya ia temui di Jakarta melainkan juga di banyak daerah di Indonesia.

Lantaran itu lah, kata dia, aspek pemberdayaan seringkali kurang diperhatikan dan justru malah diabaikan.

"Saya melihatnya beberapa kasus di berbagai daerah tentang penutupan prostitusi tendensinya hanya untuk menaikan elektabilitas pengambil kebijakan. Bukan pada bagaimana mengeliminir akar masalah atau penyebab prostitusi tersebut," katanya.

Seperti diketahui, kawasan lokalisasi Kalijodo digusur oleh Pemprov DKI pada Februari 2016 ketika Basuki Tjahja Purnama (Ahok) masih menjabat gubernur aktif DKI Jakarta. Namun sebagian dari pekerja seks masih bertahan dan kini kembali di rumah-rumah bedeng di kawasan yang tak jauh dari tempat tersebut yakni kolong Tol Pluit-Tomang.

Senin lalu (5/6/2017) Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, mengatakan akan menurunkan petugas gabungan Satpol PP dan kepolisian untuk menertibkan rumah-rumah bedeng tersebut.

Ia khawatir, jika tidak dibongkar, bangunan semi permanen di kolong Tol Prof. Dr. Sedyatmo tersebut nantinya akan digunakan untuk kegiatan prostitusi. Penertiban akan mulai dilakukan minggu depan dan ditargetkan selesai sebelum Lebaran.

"Karena imbauan terus menerus sudah, dan itu enggak patuh. Kemudian kan kalau itu digunakan kembali dan dibiarkan, nanti permanen dan akan dijadikan, tanda kutip ya, prostitusi lagi," ungkap Djarot di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (5/6/2017).

Baca juga artikel terkait PENERTIBAN KALIJODO atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto