Menuju konten utama

Lambatnya Pengungkapan Kasus Kematian 9 Orang dalam Rusuh 22 Mei

Hingga kini, kepolisian belum mengungkap penyebab kematian 9 orang dalam kerusuhan 21-22 Mei serta siapa pelakunya. Bahkan, satu korban belum diketahui identitasnya.

Lambatnya Pengungkapan Kasus Kematian 9 Orang dalam Rusuh 22 Mei
Massa aksi melemparkan batu ke arah polisi. Bentrokan terjadi antara massa aksi dan polisi di depan gedung Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat (22/5/19). tirto/Bhagavad Sambadha

tirto.id - Jumlah korban meninggal akibat kerusuhan 21-22 Mei 2019 bertambah menjadi 9 orang. Hal itu disampaikan Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal M Iqbal saat konferensi pers di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/6/2019).

Namun, tiga pekan lebih berlalu, sebab kematian seluruh korban belum diketahui sejara jelas. Bahkan, tak ada penjelasan dari kepolisian mengenai siapa dan di mana korban terakhir meninggal.

Komnas HAM sebelumnya mendapati empat orang korban tewas rusuh 21-22 Mei akibat peluru tajam. Komnas HAM memperoleh keterangan langsung dari dokter dan korban yang masih dirawat.

"Ada yang diadukan meninggal karena kehabisan napas kena gas air mata," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara kepada reporter Tirto, Selasa (11/6/2019).

Komnas HAM baru mendapat temuan mengenai sebab kematian 5 korban meninggal saja. Sementara empat koran meninggal lainnya masih misterius. Beka mengatakan, Komnas HAM belum melihat seluruh jenazah korban.

"Yang lain itu mati belum dikonfirmasi. Kami harus berkunjung," ujar Beka.

Komnas HAM mengadakan penyelidikan sendiri dalam mendalami kasus ini. Di sisi lain, kepolisian juga membentuk tim pencari fakta (TPF) yang diketuai Irwasum Polri Komjen Moechgiyarto.

Komnas HAM sempat bertemu tim kepolisian, pada Selasa (11/6/2019). Beka mengatakan dalam pertemuan itu polisi tidak memaparkan mengenai penyebab kematian sembilan korban, apalagi dugaan pelakunya.

Menurut Beka, kepolisian hanya menduga seluruh korban sebagai perusuh tanpa dasar yang jelas.

"Belum banyak yang didiskusikan karena kepolisian juga masih bekerja menyusun kronologi dan sedang memproses penyidikan terhadap tersangka perusuh dan sebagainya," ujar Beka.

Meski dalam pertemuan itu sempat disinggung mengenai kaitan kepemilikan senjata api ilegal dan rencana pembunuhan pada 22 Mei dengan para korban meninggal, tapi Beka mengklaim informasi yang disampaikan kepolisian tak banyak.

"Itu sedikit didiskusikan. Karena mereka masih mengerjakan uji forensiknya. Jadi mereka belum bisa menyimpulkan," ujarnya. "Atas dasar hal itu, kami menunggu saja."

Beka belum memastikan kapan pengungkapan kasus kematian sipil dalam rusuh 21-22 Mei bisa diselesaikan. Ia hanya mengatakan hal ini akan secepatnya diselesaikan.

Beka juga belum bisa menyampaikan apakah ada dugaan kesalahan penanganan oleh aparat sehingga menimbulkan korban meninggal. "Saat ini kami belum bisa memberikan kesimpulan," ucapnya lagi.

Polisi Bungkam

Sementara itu, kepolisian hingga kini belum mau menyampaikan soal penyebab kematian sembilan orang sipil dalam rusuh 21-22 Mei. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Kombes Dedi Prasetyo menegaskan "belum bisa menjelaskan soal itu".

Dedi kemudian melemparkan kewenangan untuk menjawab hal itu kepada Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Kombes Asep Adi Saputra. Namun, saat dihubungi dari Selasa malam hingga Rabu (12/6/2019), Asep tak menjawab panggilan telepon maupun pesan singkat dari reporter Tirto.

Tak hanya itu, kepolisian pun belum mau mengungkap kasus korban salah tangkap dan dugaan penganiayaan oleh sejumlah aparat yang ditemukan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras).

Kepolisian hanya berjanji akan bekerja profesional dan mengusut kasus ini hingga tuntas.

"Kami akan seobjektif mungkin sedetail mungkin untuk investigasi seluruh rangkaian peristiwa bukan hanya fokus pada 9 yang diduga ini yang jadi korban," kata Kadiv Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/6/2019).

"Nanti ada waktunya setelah selesai Polri dan Komnas HAM akan sampikan ke publik," tambahnya.

Peneliti dari Kontras, Rivanlee Anandar mendesak kepolisian segera mengungkapkan kepada publik penyebab kematian sembilan korban rusuh 21-22 Mei serta siapa pelakunya. Ia menilai hal itu penting untuk segera dipublikasikan.

"Saat ini muncul disinformasi dari asumsi-asumsi masyarakat karena tidak adanya informasi yang resmi," kata Rivanlee kepada reporter Tirto pada Rabu (12/6/2019).

Rivanlee juga mengkritik klaim kepolisian yang menyatakan tak ada aparat yang menggunakan peluru tajam saat kerusuhan. Ia mengatakan kepolisian seharusnya bisa memetakan mana petugas yang memegang peluru tajam, peluru karet dan juga peluru hampa.

"Tapi masalahnya ada yang meninggal nih. Kita enggak tahu penyebabnya peluru tajam, peluru karet atau peluru hampa," ujarnya.

Kontras mengklaim telah melihat surat kematian dari tiga korban yang meninggal dalam kerusuhan tersebut. Rivanlee mengatakan dalam surat tertulis bahwa penyebab kematian adalah "cedera lainnya".

"Nah, ini tidak ditelusuri lebih lanjut apakah penyebabnya karena tertembak peluru tajam atau apa. Karena jika tidak ditelusuri, ini menjadi multitafsir. Bisa aja ini karena lemparan batu atau lainnya," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait AKSI 22 MEI atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel & Fadiyah Alaidrus
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Gilang Ramadhan