Menuju konten utama

Lahan Basah Bisnis Senjata Api Ilegal Prajurit TNI-Polri di Papua

Penjualan senjata api ke kelompok bersenjata di Papua jadi lahan basah bagi aparat TNI-Polri menggeruk cuan gede.

Lahan Basah Bisnis Senjata Api Ilegal Prajurit TNI-Polri di Papua
Komandan Pomdam XVI/Pattimura, Kolonel CPM Johni P.J Pelupessy mengatakan, Praka MS, oknum anggota Yon Infanteri 733 Masariku terancam dipecat dari kedinasan karena diduga terlibat penjualan 600 butir amunisi. (23/2) (daniel leonard)

tirto.id - Perang ilegal antara aparat keamanan Indonesia dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) mengungkap fakta penjualan senjata api. Bukan kali ini saja aparat TNI dan Polri menjual senjata dan amunisi kepada kelompok bersenjata di Papua. Tetapi dalam kasus ini, jaringan penyuplai logistik perang ke TPNPB melibatkan anggota aktif dari dua institusi keamanan sekaligus.

Dua anggota Polri berpangkat brigadir polisi dua SHP alias S dan MRA bertugas di Polres Kota Ambol dan Pulau-Pulau Lease, Provinsi Maluku, telah ditetapkan sebagai tersangka penjualan senpi bersama Praka MS dari Batalyon Infanteri 733 Masariku/Raider Kodam XVI/Pattimura.

Pengungkapan ketiga aparat itu berawal dari WT alias J (34) warga Nabire, Provinsi Papua Barat yang ditangkap pada 10 Februari 2021 saat berada di Bintuni. Polisi menyelidiki cara J memperoleh senjata api. J mengaku ke polisi bahwa senjata diperoleh dari Ambon. Berbekal keterangan J, Polda Maluku dan Kodam XVI/Pattimura menggelar penyelidikan bersama. Hasilnya ditangkap tiga pelaku dari unsur aparat dan tiga lainnya dari sipil. Keenam pelaku dijerat Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1951. Ancaman hukuman maksimal pidana mati atau penjara seumur hidup dan minimal 20 tahun penjara.

Kabid Humas Polda Papua, Kombes Adam Erwindi mengatakan WT alias J merupakan perantara penjualan senjata ke kelompok bersenjata di Papua.

“(Penjual ditangkap) oleh Polda Ambon. Kami tangkap perantaranya,” ujar Adam saat dihubungi Tirto, Senin (22/2/2021).

Polisi menyita barang bukti dari J berupa satu senpi jenis revolver, satu senpi laras panjang rakitan tipe senapan serbu SS1, 7 amunisi revolver kaliber 3,8 mm, 600 peluru kaliber 5,56 mm dan satu magazine. J punya jaringan luas di kalangan aparat. Ia mengumpulkan barang masing-masing dari S berupa senpi laras panjang; revolver dan amunisinya dari MRA; dan ratusan amunisi dihargai Rp1,5 juta didapatkan dari Praka MS.

Membawa barang ilegal melalui laut dari Ambon ke Teluk Bintuni, J berusaha mengelabui petugas. Senjata ditutup kain. Tetapi aparat telah diberitahu akan ada penyelundupan. Aparat menguntit J setibanya di pelabuhan. Sebelum sampai daerah tujuan di Nabire, polisi sudah menangkapnya. J ditahan di Polres Bintuni.

Lahan Basah

Polisi menyimpulkan penjualan senjata sebatas motif ekonomi. Keuntungan berlipat ganda dari penjualan senpi memikat para pelaku. Kapolresta Ambon dan Pulau-Pulau Lease, Kombes Leo SN Simatupang mengatakan, S mengelak menjual senjata ke kelompok bersenjata di Papua, namun mengakui dua kali menjual senjata api rakitan kepada J.

“Dia membeli senpi rakitan laras panjang jenis SS1 dari masyarakat seharga Rp6 juta lalu dijual kepada WT seharga Rp20 juta," kata Kombes Leo menjelaskan motif Bripda S berdagang senjata ilegal, Selasa (23/2/2021).

Penangkapan pelaku dari anggota TNI melibatkan polisi militer. Komandan Pomdam XVI/Pattimura, Kolonel CPM Johni P.J Pelupessy mencurigai ada keterlibatan anggota TNI lain.

"Tadi malam baru kami amankan jadi masih dilakukan pengembangan pemeriksaan apakah ada keterlibatan anggota lain terkait kepemilikan ratusan butir amunisi tersebut," kata Kolonel CPM Johni.

Komandan Pomdam Pattimura ini mengaku curiga dengan jumlah amunisi yang begitu banyak tidak mungkin dimiliki sendiri oleh tersangka Praka MS.

"Dari setiap kali kegiatan menembak, Praka MS mengaku mengumpulkan amunisi sebanyak 200 butir selama beberapa tahun serta tidak melibatkan rekan-rekannya, tetapi perlu diselidiki lagi 400 butir amunisi yang lain itu milik anggota yang mana," ujarnya.

Sanksi pidana menanti ketiga aparat tersebut. Johni menyebut, Praka MS selain didakwa penjualan senjata, juga akan dipecat dari kedinasan. Sedangkan dua polisi lain, kini menghadapi penyelidikan internal dari Divisi Propam Polri. Keduanya terancam hukuman pidana dan sanksi etik maksimal pemberhentian tidak dengan hormat. Para aparat juga dikecam keras oleh para legislator di Senayan karena telah membahayakan nyawa banyak orang di Papua yang bisa saja tertembak dari peluru yang dipasok.

Juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom mengakui praktik jual-beli dengan aparat TNI-Polri sudah berlangsung lama. Berapa pun biayanya, Sebby mengklaim langsung membayar tanpa menawar. Mereka pernah membeli senjata per pucuk Rp250 juta-Rp300 juta dan sebiji amunisi Rp100 ribu.

“Ya, benar. Harga bervariasi. Prinsipnya, TPNPB butuh senjata dan anggota TNI-Polri butuh uang, itu saja,” kata Sebby kepada Tirto, 14 November 2020.

Menanggapi bisnis senjata ilegal yang melibatkan polisi, Kapolda Papua, Irjen Paulus Waterpaw menegaskan cepat atau lambat jaringan akan terbongkar. Setelah penangkapan dua polisi di Ambon, Paulus menyebut akan terus membongkar jaringan untuk memutus rantai pasok senjata ke kelompok bersenjata.

Baca juga artikel terkait KONFLIK PAPUA

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Zakki Amali
Editor: Rio Apinino