Menuju konten utama

Laba Pertamina di Bawah Rp5 Triliun pada Semester I 2018

Laba bersih Pertamina masih di bawah Rp5 triliun, paruh pertama tahun ini. Target laba bersih Pertamina, yang mencapai Rp32 triliun pada 2018, kemungkinan besar direvisi.

Laba Pertamina di Bawah Rp5 Triliun pada Semester I 2018
Dua petugas melakukan proses bongkar "bridger" avtur di Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Halim Perdanakusumah, Jakarta, Jumat (25/5/2018). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar.

tirto.id - Capaian laba bersih PT Pertamina (Persero) pada Semester I tahun ini masih jauh dari target yang dipatok untuk periode tahun 2018.

Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno menyatakan laba bersih Pertamina pada semester I/2018 tidak sampai Rp5 triliun. Sementara Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2018 menargetkan Pertamina meraup laba bersih sebesar Rp32 triliun pada tahun ini.

"Di semester I enggak sampai Rp5 triliun, jadi jauhlah dengan prognosanya. Ini kan berubah terus, ICP [Indonesia Crude Price] berubah, kursnya berubah," ujar Harry di Kompleks DPR, Jakarta, pada Kamis (6/9/2018).

Harry tidak memerinci angka persis laba bersih Pertamina pada paruh pertama tahun ini. Dia cuma menjelaskan salah satu pemicu rendahnya laba BUMN migas tersebut.

"[Rendahnya laba Pertamina] Karena harga minyak mentah naik. Kompensasi ke hilirnya enggak cukup," ujar Harry.

Oleh karena itu, menurut dia, ada rencana target laba Pertamina pada tahun ini akan direvisi. Namun, angka revisi itu belum ditentukan. "Belum, masih dihitung," ujar Harry.

Salah satu pertimbangan dalam revisi itu, kata Harry ialah dampak Permen ESDM Nomor 40 Tahun 2018, yang mengisntruksikan kenaikan subsidi solar dari Rp500 per liter menjadi maksimal Rp2000 per liter. Aturan itu diundangkan sejak 21 Agustus 2018.

"Itu yang mau kita hitung [dampaknya]," ujar Harry.

Dalam APBN 2018, pemerintah menganggarkan subsidi BBM hanya Rp500 per liter dengan volume distribusi mencapai 15,62 kilo liter (Kl). Besaran subsidi itu ditetapkan dengan asumsi kurs rupiah pada level Rp13.800 per dolar AS dan ICP 48 dolar AS per barel. Asumsi tersebut berbeda jauh dari kondisi saat ini ketika rupiah terus melemah hingga level hampir Rp15.000 per dolar AS dan harga minyak yang mencapai kisaran 68-70 dolar AS per barel.

Baca juga artikel terkait LABA PERTAMINA atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom