Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

Kurva COVID-19 Terus Menanjak & Nakes Meninggal, Apa Sikap Kita?

Tenaga kesehatan yang terus berjatuhan dan tingginya kasus Corona di Indonesia memantik tagar #IndonesiaTerserah.

Kurva COVID-19 Terus Menanjak & Nakes Meninggal, Apa Sikap Kita?
Petugas medis dari tim Satgas COVID-19 Kabupaten Simeulue yang membawa dua pasien terkonfirmasi positif menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap saat tiba di RSU Zainal Abidin, Banda Aceh, Aceh, Rabu (13/5/2020). ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/aww.

tirto.id - Perawat RS Royal Surabaya, Ari Puspita Sari meninggal saat tengah menjalani perawatan di RSAL dr Ramelan Surabaya, Jawa Timur, Senin (18/5/2020). Ia belum pasti terinfeksi virus SARS-CoV-2, tetapi gejala klinisnya menunjukkan adanya paparan virus. Status terakhirnya adalah pasien dalam pengawasan (PDP).

Kabar meninggalnya Ari telah mengetuk simpati masyarakat sepanjang hari. Ia dikabarkan mengandung seorang janin bayi berusia lima bulan yang ikut meninggal bersama ibunya. Keduanya telah dimakamkan kemarin.

Ari Puspita Sari merupakan seorang perawat berdedikasi. Ia adalah mahasiswa perawat didikan STIKES RKZ Surabaya dan selama dua tahun mengabdi di RS Royal. Pada usianya yang masih muda, Puspita Sari meninggal dalam perjuangan melawan Corona. Pelepasan jenazahnya diiringi oleh sejawat tenaga kesehatan dengan sikap hormat.

Meninggalnya Sari menambah daftar panjang tenaga kesehatan yang gugur dalam menjalankan tugas selama pandemi COVID-19 berlangsung di Indonesia.

Berdasar pendataan DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) ada 20 perawat yang meninggal, termasuk Ari Puspita Sari. Statusnya beragam, dari positif COVID-19, negatif, hingga PDP.

Kronologi Meninggalnya Ari Puspita Sari

Ketua Satgas COVID-19 PPNI Jawa Timur, AV Sri Suhardiningsih mengatakan, hasil tes swab Ari Puspita Sari belum keluar, tapi gejala klinis menunjukkan pasien dengan Corona.

“Almarhumah sedang mengandung sekitar 22 minggu atau sekitar 5 bulan,” kata Suhardiningsih kepada Tirto, kemarin.

Meninggalnya Puspita Sari diawali demam tinggi dengan suhu di atas 37 derajat pada 5 Mei. Sejak saat itu, ia tak kerja dan istirahat di rumah. Tiga hari kemudian, pada 8 Mei, Puspita mengalami diare parah. Ia dirawat di RS Royal karena menderita dehidrasi.

Dua hari kemudian, tiba-tiba Puspita sesak nafas. Hasil rontgen bagian thorax, Puspita diketahui terkena radang paru-paru (pneumonia). Saat itu, kondisi Sari memburuk. Ia lalu dirujuk ke RSAL dr Ramelan pada 13 Mei 2020.

Pada saat proses pemindahan seseorang merekamnya. Video itu viral kemarin. Dalam waktu tak lama setelah video pemindahan yang viral, disusul kabar duka, Puspita Sari meninggal.

“13 Mei, kondisi Puspita memburuk, lalu dirujuk ke RSAL karena perlu perawatan darurat di ICU dan ventilator. Setelah 4 hari dirawat di ICU, ia meninggal di RSAL,” katanya.

Puspita Sari telah menjalani dua kali tes swab COVID-10 baik saat dirawat di RS Royal maupun RSAL dr Ramelan pada Mei ini. Kedua tes swab belum diketahui hasilnya hingga ia mengembuskan nafas terakhir. Dari waktu gejala awal hingga meninggal, Puspita Sari menjalani 13 hari perawatan dengan gejala Corona.

“Kasihan sudah 20 perawat meninggal. Mohon masyarakat lebih disiplin untuk berperilaku sehat. Di rumah saja, pakai masker dan selalu jaga jarak,” ujar Suhardiningsih.

Kurva COVID-19 Terus Menanjak

Persebaran virus Corona di Indonesia belum menunjukkan tanda mereda. Negara tetangga di ASEAN telah lebih dahulu mereda. Kurva kasus Corona aktif di Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam mulai turun hingga melandai.

Pada 18 Mei, ada total 18.010 kasus positif dengan 4.324 oranga dinyatakan sembuh dan 1.191 meninggal. Artinya masih ada 12.495 kasus COVID-19 aktif.

Dari jumlah itu, tingkat fatalitas kematian (case fatality rate/CFR) adalah 6,61 persen, lebih tinggi dari CFR total kasus COVID-19 di dunia 6,56 per 18 Mei, menurut data pengumpul Coronavirus Worldometers.

Rasio tes Corona Indonesia per 1,000 penduduk juga masih berkisar 0,5, lebih rendah dari rasio Zimbabwe berkisar 0,7.

Pada 18 Mei, tes PCR di Indonesia bertambah 2.695 menjadi 190.660, masih jauh dari target yang dicanangkan Presiden Joko Widodo yakni 10.000 tes per hari.

Tingginya kasus Corona dan korban meninggal yang terus berjatuhan, terutama dari kalangan tenaga kesehatan, sempat memantik sikap di media sosial dari kalangan medis. Tagar #IndonesiaTerserah mengudara lebih dari 11 jam saat dilihat pada 18 Mei pukul 20.30 dengan lebih dari 38.000 cuitan di Twitter.

Ketua Gugus Tugas Penanganan COVID-19, Doni Monardo ikut bicara menyikapi sikap warganet. Ia tak ingin korban dari kalangan medis terus bertambah, karena mereka adalah ujung tombak perlawanan COVID-19.

Rasio dokter di Indonesia juga dipandang masih rendah dibanding ratusan juta penduduk Indonesia. Menurut dia, total dokter di Indonesia kurang dari 200.000. Rasio dokter paru yang menangani Corona lebih rendah, ada 1.976 orang yang berarti satu dokter paru menangani 245.000 warga.

“Kehilangan dokter maka ini kerugian yang besar bagi bangsa kita,” kata Doni, kemarin.

Fakta bahwa COVID-19 di Indonesia terus menanjak disikapi serius oleh koalisi masyarakat sipil dalam organisasi LaporCovid-19. Mereka menyatakan, pemerintah Indonesia agar memperbanyak tes PCR dan mempercepat proses pelaporan, penelusuran kontak dengan pasien positif, dan penegakan karantina selama minimal 14 hari pada orang yang terinfeksi.

“Pemerintah harus memastikan sistem kesehatan di semua daerah memadai untuk perawatan pasien COVID-19. Tanpa dipenuhinya syarat ini, PSBB seharusnya belum bisa dilonggarkan,” sebut pernyataan LaporCovid-19.

“Keputusan untuk transisi menuju new normal dengan membuka kembali aktivitas ekonomi harus didasari pada indikator yang terukur dengan data-data yang bisa dipercaya secara ilmiah dan transparan,” lanjut pernyataan itu.

Dengan kata lain, untuk sekarang imbauan untuk “hidup berdamai dengan virus Corona” yang disampaikan Presiden Joko Widodo mustahil terwujud.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA INDONESIA atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Zakki Amali
Editor: Abdul Aziz