Menuju konten utama
Final UEFA Nations League

Kunci Sukses Timnas Portugal Mengatasi Perlawanan Belanda

Portugal sukses mengalahkan Belanda di final UEFA Nations League berkat taktik cemerlang.

Kunci Sukses Timnas Portugal Mengatasi Perlawanan Belanda
Para pemain Portugal merayakan kemenangan setelah mengalahkan Belanda 1-0 dalam pertandingan sepak bola final Liga Bangsa-Bangsa UEFA di stadion Dragao di Porto, Portugal, Minggu, 9 Juni 2019. Armando Franca / AP

tirto.id - Cristiano Ronaldo pantas berbangga diri. Senin (10/6/2019) dini hari waktu Indonesia, peraih lima Ballon d'Or ini mencatatkan sejarah sebagai orang pertama yang mengangkat trofi UEFA Nations League (UNL)--'kompetisi pemanasan' antarnegara benua Eropa.

Timnas Portugal yang ia kapteni keluar sebagai juara setelah mengungguli Belanda 1-0 pada partai puncak yang berlangsung di Estadio Do Dragao, Porto. Satu-satunya gol Selecao das Quinas tercipta lewat kaki Gonçalo Guedes.

"Ini adalah edisi pertama turnamen. Saya yakin kompetisi ini akan jadi sesuatu yang bersejarah. Seluruh negara di Eropa tampil di sini, dan memenangkan edisi pertama rasanya menyenangkan," kata pelatih Portugal, Fernando Santos.

Tidak hanya mencetak sejarah, kemenangan ini juga menguntungkan Portugal karena mereka berhak mendapat tiket otomatis tampil di putaran final Piala Eropa 2020. Kesuksesan menuntaskan turnamen yang memakai sistem promosi dan degradasi tersebut juga bikin Portugal semakin dekat dengan ambisinya mempertahankan status kampiun Piala Eropa yang mereka miliki sejak 2016.

Kisah heroik Portugal di turnamen ini sepintas tidak jauh berbeda dari keberhasilan mereka meraih gelar Piala Eropa tiga tahun silam. Jika kala itu di final mereka menundukkan tim bertabur bintang muda macam Perancis, kali ini lawan mereka adalah Belanda, tim yang diisi pemuda berbakat macam Virgil van Dijk, Matthijs de Ligt, sampai Frenkie de Jong.

'Mem-pressing Ruang' untuk Mematikan Kreativitas de Jong

Dalam laga itu Portugal maupun Belanda sebetulnya tidak melakukan perubahan berarti dibanding yang mereka tampilkan ketika semifinal.

Selain mengandalkan bek José Fonte sebagai pengganti Pepe yang absen akibat cedera, serta kembali memasang gelandang Danilo yang baru pulih, Portugal sekadar merotasi João Félix dengan Guedes.

Di sisi lain, pelatih Belanda, Ronald Koeman, bahkan mengandalkan starting line-up yang sama persis dengan yang dia pakai ketika Der Oranje membungkam Inggris 3-1. Koeman juga menginstruksikan anak asuhnya untuk memulai laga dengan pendekatan andalannya. Berpijak pada skema 4-3-3, de Jong yang tampil memukau saat melawan Inggris jadi pengendali tempo pertandingan.

Sayang, kali ini de Jong gagal memberikan kontribusi berarti. Skuat Portugal tahu betul betapa berbahayanya pemain yang baru direkrut Barcelona tersebut. Dan mereka mengantisipasinya dengan pendekatan yang apik.

Setelah 15 menit, saat kehilangan bola Portugal cenderung mengubah formasi mereka jadi 4-2-3-1. Ronaldo kerap berdiri di posisi paling depan untuk berjaga agar pemain Belanda--termasuk de Jong--tak banyak mengumpan ke belakang saat build-up. Bernardo Silva, Guedes, dan Bruno Fernandes juga mengantisipasi agar de Jong tidak mengumpan ke samping dengan cara berdiri sejajar. Sedangkan William Carvalho, gelandang jangkar, punya tugas menutup ruang umpan de Jong ke arah depan.

"Kami tahu bahwa jika kami menghambat kebebasannya [de Jong], kami bisa dapat keuntungan. Saya menginstruksikan para pemain mengendalikan bola dengan baik dan selalu waspada dengan ruang yang bisa dimiliki de Jong," ungkap Santos.

Satu gelandang Belanda lain, Marten de Roon, juga tak luput dari perhatian Santos. Sang pelatih selalu menginstruksikan para pemain menerapkan zona marking dan menutup ruang setiap de Jong ataupun de Roon berada di sekitar mereka.

Hasilnya mengejutkan. Jika saat melawan Inggris de Jong jadi pemain dengan jumlah sentuhan dan umpan akurat terbanyak, di final dia tak banyak berkutik. Dia hanya membukukan 70 umpan dan dua umpan kunci. Pemain yang lahir pada 12 May 1997 ini bahkan tak sekali pun melewati pemain lawan dengan dribel.

Permainan Belanda secara umum jadi tidak berkembang. Kendati menang dalam ball possession (57:43) serta jumlah umpan (568:447), Der Oranje cuma menghasilkan empat tembakan, kalah telak dari Portugal yang mengkreasi total 18 tembakan.

Striker dan Fullback Belanda Gagal Menyulitkan

Kemenangan Portugal juga tidak lepas dari performa buruk sebagian penggawa Belanda, selain memang mampu menghambat kreativitas lawan.

Sektor penyerangan dan fullback adalah dua titik yang paling terlihat timpang dibanding mewahnya komposisi pemain belakang dan tengah Der Oranje. Pelatih Ronald Koeman pun mengakui hal tersebut.

"Kami sebenarnya ingin terus mengalirkan bola ke depan. Tapi kami tidak cukup bagus," kata Koeman setelah pertandingan. "Mereka terlihat bagus di depan. Barangkali kami kalah dalam hal kreativitas permainan menyerang."

Statistik membuktikan pengakuan ini. Memphis Depay, Ryan Babel, dan Steven Bergwijn yang jadi trisula andalan Koeman sejak menit pertama tak menunjukkan ancaman berarti. Sepanjang pertandingan, dari 68 sentuhan yang ditorehkan Depay, enam di antaranya terjadi di kotak penalti. Namun dari jumlah penguasaan bola itu, Depay hanya mampu melepaskan sekali tembakan.

Bergwijn dan Babel malah punya rapor lebih mengenaskan. Bermain sebagai winger kanan, dua dari 39 sentuhan Bergwijn terjadi di kotak penalti lawan, namun tak berujung satu pun tembakan. Babel, yang tampil di sayap kiri, bahkan tak sekali pun menyentuh bola di kotak penalti lawan. Di luar kotak penalti, penggawa Fulham itu juga cuma menyentuh bola 13 kali, paling sedikit ketimbang pemain Belanda mana pun yang diplot sebagai starter.

Fullback kanan Belanda, Denzer Dumfries, juga gagal jadi penambah daya serang dengan baik. Formasi Belanda berubah jadi 3-4-3 beberapa kali saat menyerang, dengan Dumfries sebagai wingback kanan. Namun, penempatan posisi dan pengendalian bola pemain asal PSV Eindhoven itu begitu buruk.

65 kali menyentuh bola--empat di antaranya di kotak penalti--Dumfries tak menghasilkan satu pun umpan kunci atau tembakan. Yang lebih mengenaskan, akurasi umpan Dumfries hanya 71 persen, terpaut jauh dari dua fullback Portugal, Raphaël Guerreiro (85 persen) dan Nélson Semedo (93 persen) serta fullback kiri Belanda, Daley Blind (91 persen).

Cepat dan Dinamis

Buruknya kualitas serangan Belanda dimaksimalkan oleh Portugal dengan bermain direct.

Pilihan Portugal untuk bermain menyerang tanpa berbelit-belit terlihat dari distribusi serangan mereka. Ronaldo dan kawan-kawan lebih banyak menyerang lewat sayap kiri, sisi yang sama dengan serangan-serangan gagal Belanda, yakni sebanyak 46 persen. Artinya, Portugal cenderung jarang menggeser bola secara horizontal dari kiri ke kanan ataupun sebaliknya.

Metode ini berujung manis. Gol tunggal Portugal tercipta dari sisi ini. Berawal dari aksi Silva mengutak-atik si kulit bundar di sayap kiri, umpan cutback-nya disambar Guedes dengan sepakan keras yang memperdaya kiper Jasper Cillessen.

Kendati demikian, skema Portugal tidak mungkin berbuah manis tanpa disertai kemampuan empat pemain terdepannya. Ronaldo, Silva, Guedes, dan Fernandes tampil konsisten selama 90 menit. Keempatnya saling bahu membahu dan kerap bertukar posisi.

Ronaldo, meski kerap beroperasi sebagai pemain terdepan, begitu menguasai bola dia acap bergerak melebar untuk memberi ruang agar Guedes dapat melakukan penetrasi. Guedes, yang tak dipercaya sebagai starter saat semifinal membayar lunas kesempatan tersebut. Fernandes tak kalah versatile. Beberapa kali dia berganti peran dari penyerang ke gelandang, pun sebaliknya guna menutup pergerakan de Jong.

"Saya sampai tidak bisa menciptakan ruang yang cukup antara lini pertahanan dan lini tengah," ujar de Jong, mengakui kesulitannya berhadapan dengan Fernandes.

Satu nama lain, Bernardo Silva, tak perlu dipertanyakan kontribusinya. Gol Guedes barangkali tidak bakal tercipta jika bukan karena kelihaiannya memancing dua bek Belanda--termasuk van Dijk--untuk mendekat dan membuka ruang tembak.

Aksi brilian yang ditutup dengan asis menawan itu menutup episode membahagiakan Silva. Sepanjang perhelatan UEFA Nations League, penggawa Manchester City itu merupakan pencipta peluang terbanyak (16 kali), pemenang take-on terbanyak (15 kali), dan pelaku tekel terbanyak (11 kali). Maka, tidak heran jika setelah final dia diganjar dengan penghargaan pemain terbaik kompetisi (MVP).

"Saya sangat bangga [dengan gelar pemain terbaik], tapi yang terpenting adalah kemenangan Portugal," kata Silva.

Terlepas bahwa Portugal sudah mencetak sejarah, Silva, Ronaldo, dan para penggawa lain mungkin belum puas. Maklum, UNL hanyalah 'panggung pemanasan' untuk perhelatan akbar Piala Eropa 2020. Namun setidaknya pencapaian ini membuat mereka semakin diperhitungkan tim-tim unggulan lain.

Baca juga artikel terkait UEFA NATIONS LEAGUE atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Rio Apinino