Menuju konten utama

KUHP Dinilai Minim Bicara soal Beri Perlindungan bagi Korban

KUHP saat ini dinilai masih minim memberikan perlindungan kepada korban, kata Direktur Eksekutif Kemitraan Laode M. Syarif.

KUHP Dinilai Minim Bicara soal Beri Perlindungan bagi Korban
Sejumlah mahasiswa dari beberapa universitas berunjuk rasa terkait pengesahan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di kawasan patung Arjuna Wijaya, Jakarta, Selasa (21/6/2022). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa.

tirto.id - Direktur Eksekutif Kemitraan Laode M. Syarif mengatakan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) saat ini masih minim memberikan perlindungan kepada korban.

Hal tersebut ia sampaikan dalam seminar bertajuk "Kontekstualisasi Implementasi Keadilan Restoratif di Indonesia" di Jakarta, Rabu (6/7/2022).

"Restorative justice apakah diatur oleh KUHP misalnya. KUHP dulu dibuat kebanyakan fokusnya adalah untuk memberikan ruang yang adil bagi tersangka atau terdakwa. Mengapa dia harus dilindungi? Karena dia berhadapan dengan negara yang memiliki kekuasaan dan kewenangan. Tapi KUHP terus terang sangat sedikit berbicara tentang bagaimana dengan korban? [soal] kemaslahatan korban. Sehingga ini memang perlu kita bicarakan bersama," kata Laode.

Selain itu, Laode juga mengatakan bahwa masalah keadilan restoratif lainnya di Indonesia adalah belum adanya standar yang sama di tengah penegak hukum. Sekalipun hal tersebut telah dijadikan prioritas dalam upaya penegakan hukum

"Restorative Justice telah dijadikan sebagai prioritas oleh pemerintah RI sehingga di kepolisian, Kejaksaan, MA, restorative justice ini jadi perhatian utama. Namun demikian pada saat yang sama kita belum memiliki standar yang sama. Oleh karena itu, maka perlu kita mendiskusikannya," jelasnya.

Menurut Laode, tidak adanya standar yang sama antar penegak hukum tersebut akan mengakibatkan terjadinya kesenjangan dalam upaya penegakan hukum baik di kepolisian, di kejaksaan, di MA dan kemudian bermuara ke lapas.

Selain itu, Laode juga menyebut bahwa penegakan hukum restoratif di Indonesia juga masih terkendala belum adanya persamaan persepsi baik antar sesama masyarakat dengan penegak hukum maupun antar penegak hukum sendiri. Ia mencontohkan hal tersebut dengan menceritakan pengalamannya sewaktu masih menjabat sebagai Komisioner KPK.

"Ketika saya di KPK pada waktu itu belum memiliki standar yang berhubungan dengan tanggung jawab pidana korporasi, kejaksaan telah memiliki peraturan kejaksaan, tetapi kepolisian belum, KPK bahkan enggak berani menuntut kasus pun, karena menganggap itu belum ada," katanya.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh secara resmi telah menerima draf atau naskah tentang RUU KUHP dan RUU tentang Pemasyarakatan yang telah disempurnakan.

"Komisi III DPR RI menerima naskah RUU tentang KUHP dan RUU tentang Pemasyarakatan yang telah disempurnakan," kata Pangeran dalam Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward O.S Hiariej di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/7/2022).

Pemerintah dan DPR sepakat untuk tetap membahas kedua rancangan undang-undang sebelum diserahkan ke pembicaraan tingkat selanjutnya.

Berdasarkan hasil diskusi publik yang telah diselenggarakan di 12 kota di Indonesia. Tim Pembahasan RUU KUHP telah mengkaji dan menyesuaikan isu krusial RUU KUHP yang meliputi:

1. Hukum yang hidup dalam masyarakat (Living Law)

2. Pidana mati

3. Penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden

4. Menyatakan diri dapat melakukan tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib

5. Dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin.

6. Contempt of court

7. Unggas yang merusak kebun yang ditaburi benih

8. Advokat yang curang

9. Penodaan agama

10. Penganiayaan hewan

11. Alat pencegah kehamilan dan pengguguran kandungan

12. Penggelandangan

13. Penggunaan kandungan

14. Tindak pidana kesusilaan/ tubuh

a. Perzinaan

b. Kohabitasi

c. Perkosaan

Baca juga artikel terkait KUHP atau tulisan lainnya dari Fatimatuz Zahra

tirto.id - Politik
Reporter: Fatimatuz Zahra
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Maya Saputri