Menuju konten utama
PK Baiq Nuril Ditolak MA

Kuasa Hukum Nuril: MA Lebih Pentingkan Institusi daripada Keadilan

Kuasa hukum Baiq Nuril, Aziz Fauzi menilai MA lebih mengedepankan institusi daripada keadilan bagi Nuril selaku korban pelecehan seksual.

Kuasa Hukum Nuril: MA Lebih Pentingkan Institusi daripada Keadilan
Terpidana kasus pelanggaran UU ITE Baiq Nuril menjawab sejumlah pertanyaan wartawan usai menjalani sidang perdana pemeriksaan berkas memori PK di Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Kamis (10/1/2019). ANTARA FOTO/Dhimas B. Pratama.

tirto.id - Pihak Baiq Nuril kecewa dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan Kembali (PK) Baiq Nuril. Kuasa hukum Baiq Nuril, Aziz Fauzi menilai MA lebih mengedepankan institusi daripada keadilan bagi Nuril selaku korban pelecehan seksual.

"Majelis Hakim Peninjauan Kembali di MA terkesan lebih berupaya melindungi institusi ketimbang membebaskan orang yang terbukti tidak bersalah, bahkan sebenarnya adalah korban sebagaimana putusan pengadilan tingkat pertama," kata Aziz dalam keterangan tertulis, Jumat (5/7/2019).

Kubu Nuril beralasan, Majelis Hakim Kasasi di MA sudah membuat putusan kontroversial, yang mendapat kritikan dari masyarakat luas karena memidanakan korban. Kuasa hukum berkeyakinan putusan itu secara jelas memuat kekeliruan nyata dari Majelis Hakim Kasasi di MA.

MA keliru dalam memaknai delik Pasal 27 ayat (1) UU ITE yang didakwakan kepada Ibu Nuril. Pasal itu tidak melarang perekaman percakapan, orang merekam percakapan itu tidak bisa dipidana memakai Pasal 27 ayat (1) UU ITE.

Larangan di pasal itu adalah menyebarkan informasi elektronik yang bermuatan kesusilaan, dengan catatan penyebarannya (distribusi, transmisi, atau membuat dapat diakses) harus dilakukan secara elektronik, dari perangkat elektronik ke perangkat elektronik lain atau sistem elektronik. Hal tersebut padahal tidak dilakukan Nuril sehingga MA dianggap tidak tepat.

"Ibu Nuril terbukti tidak pernah mentransfer secara elektronik rekaman itu. Oleh karenanya, putusan PK ini terkesan membenarkan kekeliruan yang terlanjur dibuat sebelumnya oleh MA di tingkat kasasi," kata Aziz.

Hingga saat ini, tim kuasa hukum belum menentukan sikap setelah peninjauan kembali ditolak. Tim masih perlu berpikir setelah putusan.

"Upaya selanjutnya masih kita pikirkan," kata Aziz.

Dalam perkara tersebut, Nuril merekam pembicaraan via ponsel antara Muslim dan Nuril ketika korban menelepon Nuril sekitar 1 (satu) tahun yang lalu. Sebab, Nuril merupakan korban pelecehan seksual yang dilakukan eks atasannya di SMA 7 Mataram, Muslim. Namun, Nuril justru dihukum.

Kasus berawal saat Nuril jengah dengan pelecehan verbal yang dilontarkan oleh Muslim. Nuril pun akhirnya merekam percakapan antara dirinya dengan Muslim. Percakapan tersebut kemudian ditransmisikan kepada Imam Mudawin, rekan Nuril. Rekaman tersebut kemudian diteruskan ke Dinas Pendidikan Mataram hingga membuat Muslim dimutasi. Mereka pun mengajukan PK pada awal 2019 lalu. Namun, pada Kamis (4/7/2019), hakim menolak permohonan peninjauan kembali Nuril.

Tidak terima ujaran direkam dan disebar Nuril, Muslim melapor ke kepolisian. Laporan tersebut diterima hingga akhirnya sampai di meja hijau. Namun, di tingkat pengadilan pertama, Nuril dinyatakan bebas. Jaksa tidak terima hingga akhirnya mengajukan kasasi ke MA. Di tingkat kasasi, hakim menyatakan Nuril bersalah dan divonis 6 bulan penjara.

Baca juga artikel terkait KASUS PELECEHAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri