Menuju konten utama
Penghentian Pengiriman PMI

KSP Sebut Indonesia-Malaysia akan Cari Titik Temu Soal Masalah PMI

KSP memastikan Indonesia dan Malaysia akan mencari titik temu dalam upaya penempatan dan perlindungan PMI yang ingin bekerja di Malaysia.

KSP Sebut Indonesia-Malaysia akan Cari Titik Temu Soal Masalah PMI
Petugas medis melakukan tes cepat antigen COVID-19 terhadap seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari Malaysia di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Rabu (5/5/2021). ANTARA FOTO/Agus Alfian/jhw/wsj.

tirto.id - Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Fadjar Dwi Wisnuwardhani memastikan, pemerintah Indonesia dan Malaysia akan mencari titik temu dalam upaya penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI) yang ingin bekerja di Malaysia.

Keputusan ini tidak lepas dari sikap Indonesia yang menghentikan pengiriman PMI ke Malaysia per 13 Juli 2022 akibat Malaysia melakukan pelanggaran MoU ketenagakerjaan lewat sistem Maid Online (SMO).

“Pada prinsipnya MoU antar dua negara harus dihormati dan dilaksanakan. Pelanggaran ini mencederai itikad baik pemimpin kedua negara, yakni Presiden RI dan Perdana Menteri Malaysia," tegas Fadjar, di Jakarta, Minggu (24/7/2022).

Fadjar mengaku pemerintah menyayangkan Malaysia masih menggunakan SMO padahal sudah sepakat untuk menggunakan Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) atau One Channel System. Penggunaan SPSK adalah bagian dari persetujuan MoU yang ditandatangani kedua negara pada Juli 2022. SMO yang dikelola Kementerian Dalam Negeri Malaysia justru membuat visa kunjungan berubah menjadi visa kerja untuk semua pekerja, termasuk pekerja Indonesia. Hal itu membuat PMI rentan dan Indonesia sulit dalam mengelola data.

"Sistem ini dinilai pihak Indonesia membuat perlindungan pekerja migran semakin rentan dan Pemerintah RI tidak memiliki data PMI," terangnya.

Ia juga menegaskan Indonesia sulit untuk mengadvokasi PMI yang mengalami masalah seperti penahanan paspor oleh majikan, pemotongan gaji, dan tidak adanya kontrak kerja.

“Karena aspek penegakan hukum yang lemah bagi pekerja asing yang tidak resmi di Malaysia," tuturnya.

Fadjar mengakui, Malaysia termasuk negara yang terpenting dalam penempatan PMI. Tercatat ada 1,6 juta PMI prosedural di Malaysia yang bekerja di sektor perkebunan, pabrik, dan domestik, yakni sebagai pekerja rumah tangga (PRT).

Mengutip data Bank Indonesia (BI), Fadjar menyebut, total kiriman uang PMI dari Malaysia sebelum pandemi berkisar 3 miliar dolar AS atau setara Rp40 triliun per tahun. Dengan angka tersebut, PMI membantu stabilitas dan pembangunan ekonomi Indonesia.

Atas dasar itu, kata Fadjar, Kantor Staf Presiden mendorong agar proses penyelesaian masalah penempatan PMI di Malaysia dapat dilakukan secepatnya, karena akan menguatkan aspek perlindungan dan meningkatkan peluang kebekerjaan bagi banyak calon PMI.

Ia pun meyakini, pihak Malaysia punya itikad untuk menghormati MoU. Hal itu, jelas Fadjar, ditunjukkan dengan sikap Perdana Menteri Malaysia, yang telah memerintahkan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Sumber Manusia, untuk menyelesaikan persoalan penempatan PMI di Malaysia.

Fadjar berharap Kemnaker dan Kemlu mengkomunikasikan keputusan penghentian sementara kepada berbagai pihak di dalam negeri, terutama calon PMI (CPMI) yang akan berangkat ke Malaysia.

"Agar CPMI tidak salah persepsi atas keputusan pemerintah. Bahwa apa yang dilakukan pemerintah ini semata-mata demi melindungi PMI," tutup Fadjar.

Baca juga artikel terkait PEKERJA MIGRAN INDONESIA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz