Menuju konten utama

Kronologi Pengeroyokan Anak SMA yang Menewaskan Ari di Kebayoran

Ari Haryanto tewas setelah dikeroyok 11 Anak SMA. Ia mengembuskan napas terakhir ketika usianya baru 15 tahun lebih 358 hari.

Kronologi Pengeroyokan Anak SMA yang Menewaskan Ari di Kebayoran
Ilustrasi Tawuran pelajar. FOTO/Istimewa

tirto.id - Sabtu 8 September mendatang seharusnya jadi momen membahagiakan buat Ari Haryanto. Ia harusnya bisa makan enak, atau berkumpul bersama keluarga, kawan, atau minimal mendapat banyak ucapan selamat dan doa-doa. Hari itu, Ari akan menginjak usia 16 tahun.

Akan tetapi, itu tidak mungkin terjadi. Siswa kelas 10 SMA Muhammadiyah 15 Slipi, Jakarta Barat itu bernasib tragis pada Sabtu (1/9/18) pagi buta pukul setengah empat. Ia dikeroyok, dibacok, dan disiram air keras oleh sekelompok siswa.

Ari mengembuskan napas terakhir ketika usianya baru 15 tahun lebih 358 hari.

Menurut Laporan Segera (Lapga) Polsek Kebayoran Lama, penganiayaan terjadi di putaran depan lampu merah apartemen The Belezza Suite, Jalan Jenderal Soepono, Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Ada luka menganga di bagian kepala depan dan luka robek di bagian belakangnya. Terdapat pula luka tusuk di dada dan luka bacok di jari tangan kiri.

Ari di Mata Kerabat

Rumah Alila (58) tak terlalu besar. Jika masuk ke dalam Kompleks DPR RI, di Jalan Kebon Jeruk Raya, Jakarta Barat, rumah Ella—begitu ia kerap disapa—langsung berada di bibir kanan Jalan Haji Shidiq. Di dekat jendela depan rumah, terdapat boks kecil bertuliskan "Ketua RW 02"—jabatan yang diampu suaminya.

Ella punya warung sembako. Berdiri persis di depa rumah. Di warung itulah Ari masih sempat belanja dan duduk-duduk, semalam sebelum nyawanya melayang.

"Satu malam sebelumnya, Ari masih belanja di warung saya. Duh.. umur enggak ada yang tahu," kata Ella kepada saya, Selasa (4/9/18) siang.

Ella tahu Ari meninggal pada Sabtu pagi, beberapa jam setelah kejadian. Ia bercerita kala itu sedang menyapu halaman rumah seperti pagi-pagi biasa. Tiba-tiba datang Ketua RT 04, mengabarkan berita duka itu.

"Bu Ella, si Ari, anaknya Pak Suherman, meninggal," Ella mengulang perkataan sang ketua RT.

Ella jelas kaget, apalagi kabar meninggalnya Ari masih simpang siur: antara dibegal atau tawuran antarpelajar. Ella tak percaya alasan kedua, sebab, menurutnya, Ari adalah anak baik-baik. "Selalu nyapa orang-orang. Tiap lewat rumah saya selalu nyapa suami saya."

Rumah Ella dan Ari tak begitu jauh, hanya dipisahkan lima rumah saja.

Hanya Mamat, pamannya Ari, yang mau bicara kepada saya. Ia mengatakan orangtua Ari masih syok dan tak ingin bertemu siapa pun, termasuk wartawan. Ketika saya datang, menurut Mamat, ayah Ari baru saja siuman setelah pingsan.

Ari Haryanto merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Kakak lelakinya sudah berkeluarga, kakak perempuannya masih studi di salah satu perguruan tinggi dan adiknya masih kelas dua Sekolah Dasar (SD). Sepenuturan Mamat, Ari dikenal oleh keluarga sebagai sosok yang pendiam dan relijius. Oleh karena itu, Mamat kaget mengetahui kalau Ari meninggal mungkin karena tawuran.

"Ari itu sukanya ngaji. Dia hampir enggak pernah keluar rumah malam-malam. Sekalinya keluar, begini nasibnya."

Hari Sabtu yang Brutal

Menurut keterangan teman sekolah Ari, Rohan Shanaf—yang juga menjadi saksi di kepolisian—ia bersama Ari, Chaerul dan Raffi baru saja pulang dari daerah Bulungan, Blok M, Jakarta Selatan, untuk sekadar ngopi sejak Jumat (31/8/18) pukul sembilan malam. Ketika pulang, mereka berempat dibuntuti sekitar 11 orang yang menggunakan sepeda motor dan membawa senjata tajam.

Sesampai di putaran ITC Permata Hijau, Ari bersama Rohan ditendang para pelaku sehingga keduanya terjatuh. Rohan bisa menyelamatkan diri, tapi Ari tidak. Ari dikerubungi semua pelaku. Di sanalah aksi brutal terjadi. Kejadian itu tepat pukul 03.30 WIB. Rohan jelas tak punya pilihan, satu-satunya yang mungkin dilakukan adalah melarikan diri.

Beberapa saat kemudian, setelah situasi sudah dirasa aman, Rohan kembali ke TKP. Di sana dia menemukan kawannya sudah bersimbah darah. Keadaannya mengenaskan.

"Pas saya balik lagi, wajah Ari seperti mengeluarkan asap. Ada pecahan kaca juga di sekitar wajahnya," kata Rohan, Selasa (4/9/18) sore saat saya temui di sekolahnya. Ia menduga wajah Ari siram air keras yang dimaksukkan ke botol kecil kecokelatan—seperti botol minuman energi.

Ari langsung dilarikan ke RS Medika Permata Hijau pada pukul 04.00 WIB. Dibantu Kevin, seorang saksi yang tak sengaja melintasi TKP saat kejadian.

"Motor [Kevin] sudah kayak mandi darah," kata Rohan.

Di atas motor itu, Rohan menduga kawannya sudah tak bernyawa karena Ari sudah tidak merespons sama sekali. Namun, Rohan tetap membawa Ari ke rumah sakit.

Rohan Shanaf, yang sudah berteman dengan Ari sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP), mengaku langsung menuju Kebon Jeruk bersama Chaerul dan Raffi untuk memberi tahu orangtua Ari. Pukul setengah enam, ketiganya tiba di rumah orangtua Ari. Rohan menggedor pintu, tapi tak ada yang keluar. Pintu terus digedor, dan akhirnya keluar ibu Ari. Rohan tak lagi mampu menggambarkan ekspresi ibu Ari ketika itu.

"Udah dibilang ini anak jangan keluar, masih aja keluar," kata ibu Ari menurut keterangan Rohan.

Rohan memutuskan untuk pulang ke rumah karena ada acara keluarga. Chaerul dan Raffi mengantarkan Suherman, ayahada Ari, ke rumah sakit.

"Saya dapat cerita dari dua teman saya, ketika bapaknya melihat jenazah Ari, hanya melihat sebentar dan langsung menangis, duduk di tangga," kata Rohan.

Pukul tujuh pagi, Rohan, Raffi, dan Chaerul dimintai keterangan oleh pihak Polsek Kebayoran Lama, termasuk olah TKP. Ketiganya menginap di kantor polisi pada Sabtu siang sampai Minggu malam, ketika para pelaku sudah ditangkap.

Rohan mengenali 11 pelaku pemukulan dan pembacokan Ari. Menurutnya mereka semua berasal dari beberapa sekolah di Jakarta Selatan.

Ari Haryanto dimakamkan pada Sabtu sore bakda asar. Informasi itu saya dapatkan dari Mamat, pamannya Ari. Ari dimakamkan di salah satu TPU di Kebon Jeruk.

Rohan dan kedua temannya tak diizinkan ikut memakamkan Ari karena masih ditahan di kepolisian.

"Kami bertiga minta izin untuk ikut memakamkan juga enggak boleh, padahal itu pemakaman teman saya," kata Rohan.

Dia tidak tahu apa motif 11 orang itu memburu dan membunuh temannya. Akan tetapi menurutnya ini karena pada motor mereka ada stiker bertuliskan "SMA Muhammadiyah 15 Slipi", dan itu cukup jadi motif sekolah lain buat menyerang. Konyol, tapi memang begitu kenyataannya selama ini.

"Kami enggak tahu apa-apa," kata Rohan.

Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Pol Indra Jafar, punya keterangan yang berbeda. Ia mengatakan kedua belah pihak sebelumnya telah bertikai di media sosial. Pertikaian berlanjut hingga mereka berjanji bertemu pada Sabtu itu.

Terlepas dari mana yang benar dan seberapa apa pun hukuman yang bakal ditimpakan pada para pelaku, toh nyawa Ari tak bakal kembali.

Baca juga artikel terkait KASUS PENGEROYOKAN atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino