Menuju konten utama

Kronologi Kericuhan Kanjuruhan: Alasan Polisi Lepas Gas Air Mata

Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta menjelaskan kronologi dan penyebab polisi menembakkan gas air mata saat kericuhan suporter di Stadion Kanjuruhan.

Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk lapangan usai pertandingan sepak bola BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/tom.

tirto.id - Kericuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang menewaskan 127 orang usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022) malam.

Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta dalam jumpa pers di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (2/10/2022) menjelaskan kronologi kericuhan tersebut.

Kericuhan terjadi usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 3-2 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10). Kekalahan itu merupakan yang pertama bagi Arema FC sejak 23 tahun terakhir.

Menurut data pihak kepolisian, dari 127 orang yang meninggal dunia tersebut, dua di antaranya merupakan anggota Polri.

"Dalam kejadian itu, telah meninggal 127 orang, dua di antaranya adalah anggota Polri," kata Nico.

Korban yang dilaporkan meninggal dunia di Stadion Kanjuruhan, Malang, sebanyak 34 orang. Sisanya, meninggal saat mendapatkan pertolongan di sejumlah rumah sakit setempat.

Hingga Minggu (2/10/2022) pukul 06.30 WIB, terdapat kurang lebih 180 orang yang masih menjalani perawatan di sejumlah rumah sakit tersebut.

Selain korban meninggal dunia, tercatat ada 13 unit kendaraan yang mengalami kerusakan, 10 di antaranya merupakan kendaraan Polri.

"Masih ada 180 orang yang masih dalam perawatan. Dari 40 ribu penonton, tidak semua anarkis. Hanya sebagian, sekitar 3.000 penonton turun ke lapangan," tambahnya.

Kronologi Kericuhan Kanjuruhan

Menurut Irjen Pol Nico Afinta, awalnya pertandingan di Stadion Kanjuruhan tersebut berjalan dengan lancar. Namun, setelah permainan berakhir, sejumlah pendukung Arema FC merasa kecewa dan beberapa di antaranya turun ke lapangan untuk mencari pemain dan ofisial.

Lalu petugas pengamanan melakukan upaya pencegahan dengan melakukan pengalihan agar para suporter tersebut tidak turun ke lapangan dan mengejar pemain. Dalam prosesnya, akhirnya petugas melakukan tembakan gas air mata.

Alasan polisi melakukan penembakan gas air mata tersebut karena para pendukung tim berjuluk Singo Edan yang tidak puas dan turun ke lapangan telah melakukan tindakan anarkis dan membahayakan keselamatan para pemain dan ofisial.

KERICUHAN USAI PERTANDINGAN AREMA MELAWAN PERSEBAYA

Sebuah mobil terbalik akibat kericuhan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jatim, Minggu (2/10/2022). Sebanyak 127 orang dilaporkan meninggal dunia dalam kerusuhan tersebut. ANTARA FOTO/Vicki Febrianto/Zk

"Karena gas air mata itu, mereka pergi keluar ke satu titik, di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan dan dalam proses penumpukan itu terjadi sesak nafas, kekurangan oksigen," katanya.

Sementara itu, Bupati Malang M. Sanusi menyatakan seluruh biaya pengobatan para suporter yang saat ini menjalani perawatan di sejumlah rumah sakit akan ditanggung sepenuhnya oleh Pemerintah Kabupaten Malang.

"Kami mengerahkan seluruh ambulans untuk proses evakuasi dari Stadion Kanjuruhan. Untuk yang sehat dan dirawat, biaya semua yang menanggung Kabupaten Malang," kata Sanusi.

Kerusuhan suporter ini disinyalir tercatat sebagai salah satu tragedi dengan korban jiwa di atas 100 orang dan termasuk terbanyak kedua di dunia. Kericuhan suporter dengan korban jiwa paling banyak terjadi saat laga tim nasional Peru vs Argentina untuk kualifikasi Olimpiade Musim Panas 1964.

Peristiwa itu, menurut BBC, merupakan salah satu tragedi terparah dalam sejarah sepak bola dunia. Kericuhan suporter sepak bola di Estadio Nacional di Lima, Peru ini merenggut nyawa sekitar 328 orang. Sementara 500 lainnya terluka.

Baca juga artikel terkait KERUSUHAN KANJURUHAN

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Editor: Maya Saputri