Menuju konten utama

Kronologi Demo Tolak Otsus Papua: Massa Dibubarkan Paksa Aparat

Aksi Front Mahasiswa dan Rakyat Papua dari Universitas Cenderawasih yang berdemo menolak otsus Papua jilid II dibubarkan paksa aparat kepolisian.

Kronologi Demo Tolak Otsus Papua: Massa Dibubarkan Paksa Aparat
Ilustrasi demonstrasi. tirto.id/iStockphoto.

tirto.id - Front Mahasiswa dan Rakyat Papua dari Universitas Cenderawasih berdemonstrasi menolak Otonomi Khusus Papua Jilid II. Kampus Abepura dan Kampus Waena universitas itu dijadikan lokasi aksi pada 28 September 2020.

Pada pukul 09.00, mahasiswa mulai berkumpul dan berorasi menolak otsus, serta menyerukan referendum. “Aksi di Kampus Uncen Waena mendapat penjagaan ketat oleh aparat gabungan Polri dan TNI. Aparat membatasi demo dengan melarang mahasiswa melanjutkan aksi dan memaksa untuk bubar,” ujar Direktur Perkumpulan Advokat HAM Papua Gustaf Kawer, dalam keterangan tertulis, Senin (29/9/2020).

Sekira pukul 10.50, aparat membubarkan paksa demonstran. Petugas memukul mahasiswa, hingga akhirnya mahasiswa melempar batu sebagai bentuk balasan. Lantas aparat mulai mengeluarkan tembakan peringatan dan mengejar massa. Usai menyelamatkan diri, massa kembali berkumpul lagi dan menduduki ruas jalan di samping Fakultas Hukum Uncen Bawah.

Ketika membubarkan paksa, polisi menangkap tiga mahasiswa yang merupakan penanggung jawab aksi yaitu Ayus Heluka, Salmon Tipagau dan Kristian Tegei. “Polisi juga memukul dua mahasiswa hingga terluka yaitu Yabet Lukas Degei dan Selius Wanimbo,” sambung Gustaf.

Yebet Lukas dipukul di kepala belakang hingga kepalanya berdarah, sedangkan Selius Wanimbo dipukul dengan popor senjata di badannya hingga terluka. Gustaf bilang ketiganya ditangkap kemudian dibawa ke Polsek Abepura, mereka ditahan sekitar satu jam dan dibebaskan setelah perwakilan mahasiswa, pihak kampus dan pendamping hukum bernegosiasi dengan kepolisian, serta bersepakat tidak melanjutkan unjuk rasa.

Massa dan aparat bubar sekira pukul 12.10. Perwakilan mahasiswa pun telah mengirimkan surat pemberitahuan aksi kepada polisi pada 22 September. “Bahkan korlap aksi telah bertemu langsung dengan Kasat Intelkam menjelaskan secara lengkap rencana aksi, rute dan perlengkapan yang akan digunakan. Kasat pun telah meminta nomor telepon korlap,” kata Gustaf.

Empat hari kemudian polisi merilis tidak diterbitkannya surat tanda terima pemberitahuan demonstrasi, lalu menyerahkannya kepada korlap. Pada 26 September, Kasat Intelkam bertemu dengan Presiden Mahasiswa Uncen meminta aksi tidak dilaksanakan. Berdasar negosiasi tersebut, pihak Polres Jayapura yang diwakili Kasat Reskrim bersepakat agar aksi dapat berlangsung di dalam lingkungan Uncen.

Gustaf menyatakan pembubaran aksi merupakan tindakan kejahatan karena dianggap melanggar Pasal 18 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Kepolisian disebut tidak taat prosedur pengendalian aksi damai sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa.

Selain itu, polisi diduga telah melanggar Pasal 7 ayat (1) huruf b dan g Peraturan Kapolri tentang Pedoman Pengendalian Massa; Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 6 huruf b Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas POLRI; Pasal 18 ayat ( 1) Undang-Undang Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum; Pasal 25 Undang-Undang HAM; Pasal 19 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik; dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945.

“Polisi sebagai penegak hukum mestinya wajib taat dengan menegakkan hukum sesuai aturan, profesional dengan bertindak tepat dan terukur. Bukan melanggar dengan dalil penegakan hukum,” jelas Gustaf.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Ahmad Musthofa Kamal mengklaim tidak ada penangkapan pun pembubaran. “Mereka kami giring untuk bubarkan diri,” ucap dia ketika dikonfirmasi, Senin.

Baca juga artikel terkait AKSI TOLAK OTSUS PAPUA JILID II atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri