Menuju konten utama

Kronik 15 Februari 1911: Sejarah Lahirnya Latief Hendraningrat

Latief Hendraningrat adalah salah seorang petugas pengibar Merah-Putih pertama dalam sejarah Indonesia. Namun, karier militernya seolah dihabisi setelah pengaruh Sukarno melemah.

Raden Mas Abdul Latief Hendraningrat. Foto/istimewa

tirto.id - Sejarah mencatat, Abdul Latief Hendraningrat adalah petugas pengibar bendera Sang Saka Merah Putih dalam Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Latief lahir di Jakarta tanggal 15 Februari 1911, tepat 108 tahun lalu.

Sebelum Indonesia merdeka, Latief Hendraningrat turut dalam kegiatan semi-militer yang digalakkan pemerintah pendudukan Jepang. Ia mula-mula bergabung dengan Pusat Latihan Pemuda (Seinen Kunrenshoo), kemudian menjadi prajurit Pembela Tanah Air (PETA).

Latief termasuk golongan muda yang mendukung Indonesia merdeka tanpa harus menunggu persetujuan dari Jepang. Ia bertugas meyakinkan Sukarno dan Mohammad Hatta untuk segera menyatakan proklamasi kemerdekaan, serta penanggungjawab keamanan peristiwa bersejarah tersebut.

Berikut ini jejak sejarah Latief Hendraningrat dalam kronik:

1911

Dilahirkan di Jakarta tanggal 15 Februari 1911 dengan nama lengkap Raden Mas Abdul Latief Hendraningrat. Ia berdarah ningrat Jawa dari pasangan Raden Mas Mochamad Said Hendraningrat dan Raden Ajeng Haerani. Ayah Latief adalah seorang demang atau wedana di wilayah Jatinegara.

Sang ibunda wafat ketika Latief baru berumur satu tahun. Ayahnya menikah lagi dengan perempuan asal Garut. Latief kemudian punya tiga adik tiri, yaitu Rukmini, Rukmito Hendraningrat, dan Siti Salamah. Latief masih berkerabat dengan Ishak Tjokrohadisurjo, tokoh pergerakan yang turut mendirikan PNI bersama Sukarno.

_________________________________

1930-1939

Sejak muda, Latief Hendraningrat sudah turut dalam pergerakan nasional. Ia adalah anggota Perkumpulan Indonesia Moeda dan Soerjawirawan, laskar kepanduan organ Partai Indonesia Raya (Parindra) yang dirintis Dr. Soetomo-salah seorang pendiri Boedi Oetomo-pada 1930.

Latief juga pernah berprofesi sebagai pengajar dengan menjadi guru bahasa Inggris di Perguruan Rakyat dan sekolah milik Muhammadiyah di Batavia (Jakarta). Pada 1939, Latief Hendraningrat memimpin rombongan kesenian ke Amerika Serikat untuk berpartisipasi dalam pameran New York World’s Fair.

_________________________________

1942-1944

Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia yang berlangsung sejak 1942, Latief Hendraningrat mulai tertarik dengan bidang ketentaraan. Ia kemudian bergiat di Pusat Latihan Pemuda (Seinen Kunrenshoo) bentukan pemerintah Dai Nippon.

Ketika PETA dibentuk pada 3 Oktober 1943, Latief Hendraningrat langsung mendaftarkan diri dan diterima. Kariernya cukup bagus. Pangkat terakhir Latief adalah chudancho (komandan kompi), satu tingkat di bawah daidanco (komandan batalyon) yang merupakan pangkat tertinggi untuk orang Indonesia di PETA.

_________________________________

1945

Bersama-sama para pemuda, Latief Hendraningrat mendesak Sukarno dan Hatta untuk segera menyatakan proklamasi kemerdekaan Indonesia setelah Jepang kalah dari Sekutu. Namun, Sukarno-Hatta rupanya masih ingin menunggu persetujuan Jepang.

Peristiwa Rengasdengklok bisa terlaksana berkat izin Latief. Ia adalah orang yang bertanggungjawab atas keamanan Jakarta. Ia menggantikan tugas atasannya, Kasman Singodimejo, yang sedang berada di Bandung.

Latief bertugas memastikan kelancaran proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945. Ia mengawal Sukarno-Hatta ke lokasi pembacaan teks proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat. Selain itu, Latief juga bertindak sebagai pengibar Sang Saka Merah Putih bersama Suhud Sastro Kusumo.

_________________________________

1946-1949

Selama masa revolusi fisik seiring ingin berkuasanya kembali Belanda di Indonesia, Latief Hendraningrat terlibat dalam perang mempertahankan kemerdekaan. Ia pernah menjadi Komandan Militer Kota (KMK) di Yogyakarta yang saat itu menjadi ibukota RI.

Latief berhubungan baik dengan Panglima Besar Jenderal Soedirman dan turut merumuskan taktik gerilya selama masa-masa genting itu. Ia juga ikut merencanakan Serangan Umum 1 Maret 1949 yang menghasilkan penyerahan kedaulatan penuh untuk Indonesia.

_________________________________

1950-1956

Setelah Indonesia benar-benar menjadi negara berdaulat, Latief Hendraningrat sempat melanjutkan karier di TNI Angkatan Darat. Sejak 1952, ia ditugaskan ke luar negeri sebagai atase militer Kedubes RI di Manila (Filipina) kemudian dipindahkan ke Washington (Amerika Serikat) hingga 1956.

______________________________

1956-1965

Pulang ke tanah air, Latief Hendraningrat ditunjuk untuk memimpin Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SSKAD). Sebelum pensiun dari militer, pada 1964-1965 ia sempat menjadi rektor pertama IKIP Jakarta (sekarang Universitas Negeri Jakarta) yang sebelumnya bagian dari Universitas Indonesia.

_________________________________

1966

Terjadinya Gerakan 30 September 1965 yang menjadi awal runtuhnya rezim Orde Lama pimpinan Sukarno juga menjadi akhir karier Latief Hendraningrat di kancah ketentaraan.

Latief bahkan pernah ditahan tanpa sebab pada 1966 saat Soeharto mulai mengambil-alih kekuasaan. Penahanan Latief berdasarkan surat perintah yang ditandatangani Mayjen TNI M. Panggabean, Deputi Pembina Menteri/Panglima AD. Ia kemudian dibebaskan, juga tanpa penjelasan yang melegakan.

_________________________________

1967

Kian kuatnya pengaruh Soeharto semakin merontokkan karier militer Latief Hendraningrat, boleh jadi karena ia dianggap sebagai loyalis Sukarno. Latief pun pensiun dari ketentaraan pada 1967, kemudian aktif di Yayasan Perguruan Rakyat dan organisasi Indonesia Muda, juga berwiraswasta untuk menyambung hidup.

_________________________________

1983

Latief Hendraningrat wafat di Jakarta tanggal 13 Maret 1983 dalam usia 72 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, dengan upacara militer. Namun, hingga kini Latief Hendraningrat belum memperoleh gelar pahlawan nasional dari pemerintah RI.

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Humaniora
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Ivan Aulia Ahsan