Menuju konten utama

Kritik Vonis Dhani, Fadli Zon: Hanya Gara-gara Twit, Hukum Apa Ini

Fadli Zon menganggap vonis terhadap Ahmad Dhani merupakan bentuk pelanggaran kebebasan berpendapat. Namun, dia tidak menganggap vonis itu membuktikan UU ITE patut direvisi.

Kritik Vonis Dhani, Fadli Zon: Hanya Gara-gara Twit, Hukum Apa Ini
Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Politikus Gerindra sekaligus Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon mengunjungi Ahmad Dhani yang kini ditahan di Lapas Kelas 1 Cipinang, Jakarta Timur pada Rabu (30/1/2019).

Usai bertemu Dhani, Fadli sempat menyatakan kepada wartawan mengenai alasannya mengkritik vonis hukuman 18 bulan penjara untuk musikus yang juga menjadi caleg Gerindra itu.

Fadli berpendapat twit yang diunggah akun twitter Dhani tidak layak dianggap memuat ujaran kebencian. Dia menuding vonis yang diterima Dhani melanggar kebebasan berpendapat.

"Demokrasi kita terancam karena kasus ini [perkara Ahmad Dhani]. Hanya gara-gara cuitan twitter, hukum apa kayak gini," ujar Fadli kepada wartawan di Lapas Kelas I Cipinang.

Dia pun mempertanyakan keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menilai Dhani melanggar pasal 45A ayat 2 jucto Pasal 28 ayat 2 UU ITE juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

"ITE itu maksudnya transaksi elektronik, itu lebih kepada perdagangan juga dan ini [Kasus Dhani] tidak ada hoaksnya," ujar Fadli.

Fadli Zon Isyaratkan Tak Berniat Dorong Revisi UU ITE

Meskipun mengkritik keras vonis yang diterima Ahmad Dhani, Fadli Zon tidak menganggap perkara itu menunjukkan ada kesalahan dalam pasal-pasal di UU ITE. Dia tidak menjawab tegas soal peluang DPR mendorong revisi UU ITE.

"Kalau Undang-Undang, bisa kapan saja [direvisi]. Bisa saja UU-nya benar tapi penerapannya salah,” kata Fadli.

“Menurut saya [Kasus Dhani] masih pada wilayah kebebasan berpendapat, baik lisan maupun tulisan," dia menambahkan.

Pendapat Fadli ini berbeda dari penilaian sejumlah kalangan, terutama aktivis pendukung kebebasan berpendapat di internet.

UU ITE selama ini menuai kritik karena dinilai memuat sejumlah pasal karet. Penerapan pasal-pasal karet itu dianggap kerap memicu kriminalisasi terhadap sejumlah orang. Kasus terakhir yang sempat menyita perhatian publik ialah perkara hukum yang membelit Baiq Nuril Maknun.

Gerindra Pertahankan Status Ahmad Dhani sebagai Caleg

Fadli Zon memastikan perkara ujaran kebencian yang kini membeli Ahmad Dhani tak membuat status musikus itu sebagai caleg Partai Gerindra dicabut.

Fadli menegaskan partainya akan mempertahankan Dhani sebagai caleg DPR RI dari Gerindra untuk daerah pemilihan (Dapil) 1 Jawa Timur.

"Ya akan dikampanyekan oleh anaknya, oleh istrinya, oleh keluarganya, mungkin kawan-kawannya. Kalau perlu saya juga ikut bantu," ujar Fadli.

Dia menambahkan Partai Gerindra akan memberikan dukungan dan advokasi hukum untuk membantu Dhani mengajukan banding atas vonisnya ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Dhani dengan hukuman 18 bulan penjara karena twitnya dinilai memuat ujaran kebencian. Majelis hakim juga memerintahkan agar Dhani ditahan usai vonis itu dibacakan.

Kasus ini bermula dari laporan Jack B. Lapian, yang mengaku pendukung Basuki Tjahaja Purnama. Ia melaporkan twit Dhani yang diunggah pada 7 Februari, 6 Maret, dan 7 Maret 2017.

Pada 7 Februari Dhani mentwit: "Yang menistakan agama si Ahok, yang diadili KH Ma'ruf Amin..." Pada 6 Maret ia kembali menulis: "Siapa saja yang dukung penista agama adalah bajingan yang perlu diludahi mukanya." Terakhir, pada 7 Maret, dia mengunggah twit: "Sila pertama Ketuhanan YME. Penista agama jadi gubernur... Kalian waras???"

Baca juga artikel terkait KASUS AHMAD DHANI atau tulisan lainnya dari Nadhen Ivan

tirto.id - Hukum
Reporter: Nadhen Ivan
Penulis: Nadhen Ivan
Editor: Addi M Idhom