Menuju konten utama

Kritik Prabowo Soal BIN: Kurang Detail dan Dianggap Mendelegitimasi

Tudingan Prabowo soal BIN dianggap tanpa bukti yang kuat sehingga dianggap untuk mendelegitimasi lembaga negara.

Kritik Prabowo Soal BIN: Kurang Detail dan Dianggap Mendelegitimasi
Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto (kiri) dan Sandiaga Uno (kanan) menyapa pendukung saat akan menyampaikan pidato kebangsaan di Jakarta Convention Center, Jakarta, Senin (14/1/2019). ANTARA FOTO/Galih Pradipta

tirto.id - Prabowo Subianto, calon presiden nomor urut 02, menuding Badan Intelijen Negara (BIN) tak bekerja sesuai koridor. Tudingan disampaikan mantan Komandan Jenderal Kopassus itu saat berpidato di hadapan pendukungnya, Senin (14/1/2018) malam.

Menurut Prabowo, intelijen seharusnya mengawasi musuh negara. “Jangan intelin mantan Presiden Indonesia. Jangan intelin mantan ketua MPR. Jangan intelin anaknya proklamator. Jangan intelin mantan panglima, jangan intelin ulama besar kita,” kata Prabowo.

Pengajar Komunikasi Politik UIN Jakarta Adi Prayitno menilai pidato kebangsaan yang disampaikan Prabowo semalam kurang detail. Prabowo, lanjut Adi tak menyertakan contoh kasus pada sejumlah isu yang disampaikan ke pendukungnya.

“Soal intelijen tak netral dan berpihak, sebutkan contohnya. Minimal ada satu contoh yang bisa dijadikan tolak ukur bahwa apa yang disampaikan itu bukan hanya retorika," ucap Adi kepada reporter Tirto, Selasa (15/1/2019).

Ketidakdetailan ini, kata Adi, menjadi celah bagi lawan politik Prabowo untuk menyerang balik. Selain itu, ketiadaan contoh ini juga dianggap bikin bingung masyarakat.

“Mungkin Pak Prabowo dan timnya tahu ada intelijen berpihak dan enggak netral, tapi masyarakat, kan, enggak tahu apa-apa,” pungkas Adi.

Namun, anggapan Adi dibantah Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga Uno, Ferdinand Hutahaean. Kata Ferdinand, apa yang dikatakan Prabowo dialami Susilo Bambang Yudhoyono sebagai mantan Presiden Indonesia. Tak hanya SBY, kata Ferdinand, Partai Demokrat sebagai parpol yang diketuai SBY juga kena getahnya.

Salah satu bukti yang ia maksud adalah perusakan bendera Partai Demokrat di Riau, pertengahan Desember 2018. Saat menyelidiki peristiwa tersebut, Ferdinand mengaku, Partai Demokrat mendapat laporan banyak keterlibatan personel intelijen dalam peristiwa itu.

Selain itu, Ferdinand menerangkan, pembicaraan rahasia di internal Demokrat juga kerap bocor ke publik. Sampai-sampai, pengurus pusat menerapkan aturan tak boleh membawa telepon genggam saat sedang rapat.

“Karena pembicaraan kami tak mau dikuping oleh siapa pun yang punya kemampuan teknologi seperti itu,” kata Ferdinand. “Yang punya kemampuan siapa? Kan, intelijen,” ucapnya.

Ferdinand juga menuding BIN punya keberpihakan kepada penguasa dan partai politik. Tudingan ini dilatari kehadiran Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan di acara peringatan hari ulang tahun PDIP ke-46.

Dalam acara itu, Budi tak sekadar datang tapi juga berswafoto bersama Presiden Jokowi, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, dan sejumlah menteri Kabinet Kerja yang berasal dari PDIP.

Apa yang dilakukan mantan Wakapolri itu, kata Ferdinand, adalah perbuatan yang tak patut dilakukan seorang Kepala BIN.

“TNI Polri tidak pernah hadir di acara partai karena harus menjaga netralitasnya. Kehadiran Budi Gunawan terlihat tunjukkan BIN tak netral,” kata Ferdinand.

Infografik CI Adu sindir kandidat Pilpres 2

Infografik CI Adu sindir kandidat Pilpres 2

TKN Tuding Prabowo Mem-framing BIN

Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan DPP PDIP Eva Kusuma Sundari menampik tudingan Ferdinand. Kata Eva, apa yang disampaikan Ferdinand sebagai kecurigaan yang berlebihan kepada orang lain.

Menurut Eva, PDIP mengundang seluruh pimpinan lembaga negara untuk hadir dalam peringatan HUT ke-46, termasuk Zulkifli Hasan, Ketua MPR. “Apa artinya Ketua Umum PAN juga memihak PDIP,” ujar Eva kepada reporter Tirto.

Menurut Eva, kehadiran pimpinan lembaga negara sebatas menghadiri acara seremonial, tanpa ada agenda politik apapun. “Jadi tidak usah baper,” sindir Eva.

Sementara itu, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding menilai pernyataan Prabowo dan Ferdinand sebagai serangan terhadap lembaga publik. Serangan ini dianggapnya sengaja dilakukan untuk mendelegitimasi kepercayaan publik kepada lembaga negara.

Politikus PKB ini bahkan menuding kubu Prabowo sedang merancang strategi supaya bisa berdalih jika nantinya kalah.

“Saya kira tujuan utama membentuk framing ‘kalau saya kalah nanti, bukan karena kompetisi tetapi karena curang',” kata Karding kepada reporter Tirto.

Namun, pandangan Karding ditepis Ferdinand. Menurut Ferdinand, kritik Prabowo tak bisa diartikan sebagai upaya mendelegitimasi BIN. Sebaliknya, kata dia, Budi Gunawan lah yang sedang mendelegitimasi lembaganya dengan hadir di HUT PDIP.

“Kalau BG tak ingin didelegitimasi, mestinya dia tak hadir di acara-acara parpol. Itu tabu dilakukan,” kata Ferdinand.

Sementara itu, Direktur Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Hari Purwanto belum mau berkomentar soal tudingan Prabowo dan Ferdinand. Kepada reporter Tirto, Wawan mengaku belum mendapat arahan dari Budi Gunawan buat menjawab tudingan tersebut.

“Saya masih menunggu petunjuk dari beliau. Jadi untuk saat ini saya belum bisa kasih komentar,” kata Wawan.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Mufti Sholih