Menuju konten utama

Kritik Pansel Capim KPK, Saut Situmorang: Jangan Anggap Remeh LHKPN

Saut Situmorang menyatakan seharusnya syarat penyerahan LHKPN tidak dikesampingkan dalam proses pemilihan Capim KPK. 

Kritik Pansel Capim KPK, Saut Situmorang: Jangan Anggap Remeh LHKPN
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memberikan keterangan kepada wartawan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/4/2019). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/nz

tirto.id - Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) bersikukuh tak mewajibkan penyerahan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) saat proses pemilihan.

Pansel baru mewajibkan para kandidat Capim KPK menyerahkan LHKPN jika sudah terpilih sebagai pimpinan Komisi Antirasuah.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menilai pelaporan LHKPN seharusnya tidak diabaikan dalam proses pemilihan pimpinan Lembaga Antirasuah.

"Dari sebuah LHKPN itu kan [terlihat] integritas orang, LHKPN itu ada isu teruji atau tidaknya seseorang. Kamu kerja di situ, kalau enggak lapor [LHKPN], kamu teruji enggak?" Kata Saut saat ditemui di kawasan Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, pada Rabu (7/8/2019).

"Jadi banyak indikatornya di balik LHKPN, jadi jangan dianggap remeh. Tapi kalau sepakat dibayar di belakang, sementara syaratnya kan melaporkan LHKPN, itu kan syarat. Kalau bicara syarat, syarat ya syarat. Jauh sebelum dilantik. Makanya ada nilainya," lanjut Saut.

Tidak adanya kewajiban bagi peserta Seleksi Capim KPK menyerahkan LHKPN membuat kinerja pansel dipertanyakan.

Koalisi Kawal Capim KPK, yang terdiri atas para aktivis dan LSM antikorupsi, mendesak kewajiban menyerahkan LHKPN, sebagai syarat mengikuti proses pemilihan pimpinan Komisi, diberlakukan.

Pengacara Publik Tommy Albert yang tergabung di koalisi itu, menilai penyerahan LHKPN penting untuk menjadi syarat dalam proses pemilihan Capim KPK.

"Kami [Koalisi] akan mengirimkan surat kepada orang yang mengirimkan mandat kepada pansel, yakni Presiden," kata dia dalam diskusi di kantor ICW, Jakarta pada Selasa kemarin.

"Kenapa? [untuk] mengingatkan lagi, Pak Presiden dulu Anda sebelum nyalon melaporkan LHKPN, tapi kenapa hal yang sama tidak dilakukan kepada Capim KPK?" Dia menambahkan.

Dia mempertanyakan alasan pansel yang seolah "mengistimewakan" pemilihan Capim KPK dengan tidak mewajibkan peserta seleksi itu menyerahkan LHKPN.

"Sedangkan jabatan setingkat Presiden saja wajib memberikan laporan harta kekayaan," ujar dia.

Sementara Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas Feri Amsari berharap setelah surat tersebut dikirim kepada Presiden Jokowi dan Pansel Capim KPK, ada perubahan terjadi.

"Surat ini akan kami layangkan kepada Pansel, mudah-mudahan Pansel segera membaca dan menyadari kekhilafannya," ujar Feri.

Dia mengingatkan penyerahan LHKPN merupakan kewajiban yang diatur setidaknya dalam delapan peraturan dan kebijakan negara.

Kewajiban tersebut semula dibebankan hanya kepada penyelenggara negara, seperti diatur dalam UU 28/1999. Namun, tambah Feri, kewajiban itu kemudian diperluas, salah satunya kepada calon penyelenggara negara. Tujuannya untuk menguji integritas calon penyelenggara negara.

Di sisi lain, anggota Pansel Capim KPK, Hendardi menegaskan LHKPN tak akan menjadi syarat di awal atau proses pemilihan. LHKPN baru wajib diserahkan saat Capim KPK sudah terpilih.

"Kan syaratnya kami katakan, membuat surat pernyataan apabila terpilih [menyerahkan LHKPN]. Jadi, buat apa sekarang kami capek-capek. Banyak urusan kami, harus lihat yang lainnya, kami enggak mau didikte sama yang begitu," ujar Hendardi pada 5 Agustus lalu.

Baca juga artikel terkait CAPIM KPK atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Hukum
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Addi M Idhom