Menuju konten utama

Krakatau Steel Menambah Panjang Daftar BUMN Terlibat Dugaan Korupsi

KPK telah mengusut dugaan korupsi di perusahaan BUMN di antarnya  PT Waskita Karya; PT Nindya Karya; PT Asuransi Jasindo, dan PT Krakatau Steel 

Krakatau Steel Menambah Panjang Daftar BUMN Terlibat Dugaan Korupsi
Dirut PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (PT KS) Silmy Karim memberi sambutan saat acara penyalaan perdana Blast Furnace Complex PT KS di Cilegon, Banten, Kamis (20/12/2018). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

tirto.id - Operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (22/3/2019) terhadap direktur Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Krakatau Steel semakin menambah daftar perusahaan plat merah yang terlibat dugaan korupsi.

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan dalam keterangan tertulis, Jumat (22/3/2019) mengatakan OTT dilakukan sekitar Pukul 18.30 WIB. "Tim KPK menemukan adanya dugaan transaksi pemberian uang pada salah satu Direktur BUMN dari pihak swasta," ujarnya.

Basaria mengatakan, KPK mendapatkan informasi dari masyarakat ada rencana pemberian uang dari pihak swasta yang pernah atau berkepentingan dengan proyek di salah satu BUMN.

KPK menduga sebagian uang telah diberikan secara tunai menggunakan sarana perbankan. Sedang didalami, transaksi menggunakan rupiah dan dolar. KPK pun sudah mengamankan sejumlah orang dalam penangkapan tersebut.

Kejadian ini tentu saja menambah daftar tindakan rasuah di perusahaan pelat merah. Terakhir, KPK menetapkan dua orang pejabat PT Waskita Karya sebagai tersangka. Mereka antara lain Kepala Divisi IV PT Waskita Karya (Persero) Tbk periode 2011- 2013 Fathor Rachman, dan Kepala Bagian Keuangan dan Risiko PT Waskita Karya (Persero) Tbk periode 2010 2014 Yuly Ariandi Siregar.

Fathor dan Yuly telah menunjuk empat perusahaan subkontraktor untuk melakukan pekerjaan fiktif pada 14 proyek konstruksi yang dikerjakan PT Waskita Karya. Namun, keempat perusahaan ini ternyata tidak mengerjakan pekerjaan yang diminta.

Sebagian pekerjaan tersebut ternyata telah dikerjakan perusahaan lain. Namun, seolah-olah dikerjakan oleh keempat perusahaan tersebut. Atas hal ini, Waskita Karya kemudian menggelontorkan anggaran sebesar Rp186 miliar ke empat perusahaan subkontraktor tersebut.

Uang itu kemudian disetor ke sejumlah pihak, di antaranya Fator dan Yuly. Oleh keduanya uang ini digunakan untuk keperluan pribadi. Atas hal ini, diduga negara mengalami kerugian sebesar Rp186 miliar. Angka ini didapat berdasarkan anggaran yang digelontorkan Waskita Karya.

Pada pertengahan 2018 lalu KPK menanganani perkara dugaan korupsi dalam pembangunan dermaga bongkar muat pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang senilai Rp793 miliar yang dikerjakan BUMN PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati.

Tak tanggung-tanggung, dalam perkara ini KPK menetapkan PT Nindya Karya sebagai tersangka. Dengan demikian, Nindya Karya menjadi BUMN pertama yang ditersangkakan oleh lembaga anti rasuah tersebut.

KPK menduga, Kepala PT Nindya Karya Cabang Sumatera Utara dan Nangroe Aceh Darussalam Heru Sulaksono telah menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri dan korporasi terkait pengerjaan proyek pembangunan tersebut.

KPK menduga, Nindya Karya menerima keuntungan sebesar Rp44,68 miliar dari korupsi tersebut. Tak hanya itu, akibat hal ini KPK menduga ada potensi kerugian negara mencapai Rp313 miliar dalam pembangunan proyek infrastruktur di ujung Sumatera itu.

Tak hanya itu, KPK pun juga menjerat Direktur Utama PT Asuransi Jasindo Budi Tjahjono pada 2018 lalu. Budi bersama-sama dengan mantan Direktur Keuangan dan Investasi PT Asuransi Jasindo Sholihah diduga telah merekayasa kegiatan agen dan membayar komisi yang kepada agen fiktif PT Asuransi Jasindo.

Pembayaran itu seolah-olah merupakan imbalan atas jasa kegiatan agen atas penutupan asuransi aset dan konstruksi pada BP Migas-KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) tahun 2010 hingga 2012 dan tahun 2012 hingga 2014. Padahal, penutupan tersebut tidak menggunakan jasa PT Asuransi Jasindo.

Perkara ini telah disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Dalam tuntutannya, jaksa KPK meminta hakim memvonis Budi sembilan tahun penjara dan membayar denda Rp600 juta subsider enam bulan kurungan.

Sementara itu, terkait kasus Krakatau Steel, Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno menyampaikan pihaknya menghormati proses hukum di KPK.

Fajar mengatakan akan mendukung Krakatau Steel untuk bersikap koperatif dengan memberkan informasi yang dibutuhkan.

"Dalam pelaksanaannya, semua kegiatan di Kementerian BUMN berpedoman pada tatakelola lembaga baik," kata Fajar lewat keterangan tertulisnya.

Baca juga artikel terkait OTT KPK DIREKTUR KRAKATAU STEEL atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Irwan Syambudi