Menuju konten utama
Sidang Sengketa Pilpres 2019

KPU Sebut Klaim DPT Siluman Sudah Ditangani dalam Pilpres 2019

Dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres 2019, KPU memberi penjelasan jawaban terkait DPT siluman yang disampaikan pihak pemohon yakni tim hukum Prabowo-Sandiaga.

KPU Sebut Klaim DPT Siluman Sudah Ditangani dalam Pilpres 2019
Sidang lanjutan sengketa hasil pilpres di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Tim hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjawab dalil kubu Prabowo-Sandiaga tentang Daftar Pemilih tetap (DPT) siluman.

Menurut KPU, permasalahan DPT yang dikeluhkan kubu Prabowo-Sandiaga sudah diproses. KPU mengklaim, pihaknya sudah menangani keluhan tersebut lebih dari satu kali.

"Bahwa DPT yang dipersoalkan oleh pemohon merupakan persoalan yang sudah diselesaikan secara bersama-sama sejak awal antara termohon pemohon pihak terkait serta Bawaslu. Dalam catatan termohon ada 7 kali koordinasi antara termohon dengan pemohon," kata Ketua Tim Kuasa Hukum KPU Ali Nurdin saat membacakan poin gugatan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6/2019).

Ali pun mengatakan, seluruh keluhan sudah ditangani dengan mengelola data dan berkoordinasi dengan Ditjen Dukcapil, hingga rapat koordinasi dengan KPU kabupaten kota.

KPU pun melakukan verifikasi faktual dengan metode sampling, konsultasi dengan ahli demografi dan ahli statistik serta melakukan pencocokan dan penelitian terbatas berdasarkan kesepakatan rapat antara termohon dengan peserta pemilu.

"Intinya semua data yang dipermasalahkan oleh pemohon setelah dilakukan verifikasi secara bersama antara termohon pemohon bawaslu dan pihak terkait ternyata memenuhi syarat sebagai pemilih," kata Ali.

KPU juga menjawab tentang dalil masalah situng KPU yang dipersoalkan Prabowo-Sandiaga.

Menurut KPU, dalil masalah 21 penghitungan TPS tidak bisa disebut rekapitulasi pemilu sebab hanya 0,0026 persen dari 813.336 TPS se-Indonesia. Pihaknya juga menyinggung isu rekayasa situng sebagai sebuah narasi. Sebab, ada pihak yang ditangkap karena menyebar berita bohong.

"Tuduhan rekayasa situng untuk memenangkan pasangan calon adalah tidak benar atau bohong sebagaimana dikembangkan oleh salah satu pendukung pemohon yang pada Senin kemarin ditangkap oleh bareskrim Polri karena telah menyebarkan berita bohong bahwa server KPU bohong di-setting untuk memenangkan Pasangan calon Jokowi dan Ma'ruf," kata Ali Nurdin.

Sebelumnya, Tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga menuding ada sekitar 22.034.193 suara siluman dalam Pemilu 2019. Pengelembungan suara diklaim sebanyak dua kali, yakni 17,6 juta DPT siluman yang sudah ditemukan BPN serta penambahan 5 juta pemilih siluman saat pemilihan umum.

Dalam pembacaan permohonan sidang Pemilu 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jumat (14/6/2019). Kuasa hukum Prabowo-Sandiaga menuding, penggelembungan suara karena KPU tidak mengindahkan peringatan terkait keberadaan DPT siluman mencapai sekitar 17,5 juta. KPU diklaim malah menambah sekitar 5 juta suara.

"Pemohon sudah menginformasikan secara resmi pada termohon atas indikasi adanya DPT yang tidak wajar sebanyak 17,5 juta dan termohon tidak pernah mampu menjelaskan informasi yang diajukan pemohon. Termohon justru pada tanggal 17 April 2019 pada hari H pelaksanaan pemungutan suara menambahkan adanya sebanyak 5,7 juta ke dalam DPK," kata kuasa hukum Prabowo-Sandiaga Teuku Nasrullah di Gedung MK, Jakarta.

Jumlah penambahan dituding akibat tindakan KPU mengeluarkan dua peraturan, yakni PKPU No 11 tahun 2019 dan PKPU no 12 tahun 2019 tentang penyusunan daftar pemilih di dalam negeri dalam penyelenggaraan pemilu.

Tindakan penambahan jumlah pemilih dituding tidak wajar dan tidak dapat diklarifikasi kepada KPU. Yang ada KPU malah menambah pemilih siluman hingga 22.034.193 suara, sehingga mengklaim kecurangan berhubungan dengan kubu Jokowi-Maruf.

Kubu Prabowo-Sandiaga seharusnya memenangkan Pemilu 2019 dan memandang, Jokowi-Ma'ruf seharusnya hanya memperoleh 63.573.169 atau 48 persen sementara Prabowo-Sandiaga 68.650.239 suara atau 52 persen.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno